Selesai mengamuk di ruang konferensi, harimau masuk ke dalam istana kerajaan dan duduk di tengah ruangan tepat di depan kursi singgasana raja. Berhari-hari harimau itu duduk, selama itu pula Sang Raja tidak bisa merasakan empuknya duduk di kursi singgasananya. Tidak ada yang mampu mengalahkan harimau kendati para perajurit dari kesatuan elit sekalipun. Karena keberadaan harimau yang terus menghalangi dirinya untuk duduk di kursi singgasana, akhirnya ia membuat sayembara kepada khalayak ramai, bahwa orang yang mampu mengalahkan harimau akan dinikahkan dengan putrinya.
Beribu-ribu orang melamar mengikuti sayembara agar jika menang bisa menikahi putri raja yang cantiknya bukan kepalang, tidak terkecuali para pangeran yang ganteng-ganteng dari kerajaan lain pun ikut mengadu keberuntungan demi mendapatkan Sang Puteri. Namun harimau itu tetap tidak terkalahkan, begitu mendengar raungannya saja, bulu kuduk orang-orang itu sudah berdiri, apalagi untuk melawannya.
Saat sayembara akan ditutup karena seluruh peserta sudah tidak sanggup melawan harimau, seorang pemuda masuk ke istana untuk mengikuti sayembara. Sambil mendekat, pemuda itu melempar kerikil kecil ke arah harimau. Tiba-tiba saja, harimau yang semula garang dan siap menerkam siapa saja, menjadi luluh. Si pemuda membisiki telinga harimau, kemudian menarik telinganya dan menuntunnya masuk dalam kerangkeng besi yang sudah disiapkan oleh Sang Raja. Menyaksikan adegan itu, suasana menjadi gegap-gempita, seluruh orang bertepuk tangan dan berdecak kagum memuji kehebatan Sang Pemuda.
Sesungguhnya, Sang Pemuda itu adalah seorang bayi yang dulu ditinggalkan di sebuah gorong-gorong kecil yang telah besar dan menjadi seorang pangeran yang tangguh. Namun tabir sejarah ini belum terungkap baik oleh Sang Raja maupun oleh dirinya. Atas keberhasilan mengalahkan harimau, akhirnya Sang Raja pun menikahkan puterinya yang cantik jelita dengan Sang Pemuda yang tangguh itu.
Setelah pesta pernikahan yang dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam usai, Sang Pemuda meminta ijin kepada Sang Raja – bapak mertuanya – untuk memboyong isterinya dan membawa harimau ke dalam hutan. Pada awalnya, tentu saja Sang Raja tidak mengijinkan mereka, namun karena Sang Puteri yang telah kepincut berat terhadap Sang Pemuda juga ikut-ikutan membujuk bapaknya, dengan berat hati Sang Raja akhirnya mengijinkan puterinya beserta Sang Pemuda dan harimau meninggalkan istana.
Bagi Sang Pangeran, pilihan tidak tinggal di istana dan lebih memilih tinggal di dalam hutan, ia ambil agar bisa tetap menjaga ibunya – Sang Harimau – yang sudah mulai tua, sekaligus agar ia juga bisa tetap melestarikan hutan.”
Sobat sekalian, kira-kira dongeng ini saya cukupkan sampai di sini. Mudah-mudahan sungkem terhadap ibunda yang dilakukan oleh sobat sekalian pada hari raya idul fitri beberapa hari yang lalu, mendapat ridho dan restu dari beliau.
Redaksi NoerDblog
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H