zaman modern ini menghadapi banyak masalah yang rumit, baik dalam hal bidang teknologi, lingkungan, dan sosial. Kita perlu menanamkan filsafat dalam pendidikan untuk membangun Nalar kritis dan etika dapat membantu seseorang memahami dan menanggapi suatu masalah secara logis. Dan Filsafat yang memiliki arti pengkajian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan umum sebab akibat tentang penalaran, nilai-nilai, akal budi yang bertujuan untuk memahami alam semesta, makna dan nilai yang terkandung didalamnya .Salah satu cara yang dapat dilakukan ialah dalam hal bidang Pendidikan yang ditanamkannya filsafat dalam diri sesorang yang membuat seseorang itu tidak hanya mengikuti arus, akan tetapi juga mampu berpikir secara mandiri dan mengambil tanggung jawab atas pilihannya. Mereka dapat menjadi pemimpin yang bijaksana, warga negara yang tahu mana hak dan kewajibannya, dan anggota masyarakat yang aktif bekerja untuk kebaikan bersama. Ada beberapa hal positif jika kita menanamkan filsafat dalam pendidikan membangun nalar kritis dan etika, diantaranya ialah:
pertama dalam hal membangun nalar kritis. Seorang siswa yang memiliki nalar kritis memiliki kemampuan untuk berfikir logis, mampu menganalisis suatu masalah secara mendalam, dan juga mampu membuatnya berpikir terbuka dan tidak mudah menerima sagala sesuatu tanpa dikaji terlebih dahulu. Yang kedua dalam hal membangun etika (ilmu yang mempelajari nilai-nilai, norma, dan aturan yang menjadi pedoman dalam perilaku manusia). Seorang siswa yang menanamkan filsafat dalam membangun nalar kritis dan etika ini dapat dapat meningkatkan kesadaran moral, dapat mengambil keputusan yang sesuai dengan asas prilaku yang disepakati secara umum atau yang berhubungan dengan etika, membangun karakter yang Seseorang dapat berkembang menjadi orang yang teguh, empati, dan hormat terhadap perbedaan dengan memahami berbagai perspektif tentang prinsip hidup, dan juga dapat membangun jiwa toleransi.
filsafat sebagai dasar pendidikan tidak hanya berfokus pada prestasi saja akan tetapi segala hal yang bersifat ilmiah, teoritis, dan berorientasi pada pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan, akan tetapi juga membangun individu yang bermoral, kritis, dan berwawasan luas yang dapat menangani tantangan dunia. Pendidikan yang tidak mengandung filsafat, khususnya yang berkaitan dengan membangun nalar kritis dan etika, dapat berdampak negatif pada perkembangan siswa. Ada beberapa masalah yang muncul ketika siswa tidak dibiasakan berpikir kritis dan memahami prinsip etika diantaranya ialah: Pertama, Mudah percaya dan dapat dipengaruhi oleh informasi palsu dan hoaks. Sudah banyak yang dapat kita temukan dimedia sosial ataupun dalam kehidupan sehari-hari, seseorang mudah terpercaya oleh informasi-informasi palsu tanpa harus mencari kebenarannya terlebih dahulu. Kedua, tidak mampu untuk memilih keputusan yang bijak, dalam hal memilih seseorang yang tidak menanamkan nalar kritis ini akan merasa binggung jika ia dihadapkan dengan suatu kebijakan yang harus ia pilih, sehingga seseorang itu asal memilih kebijakan tanpa memikirkan terlebih dahulu. Ketiga, kurangnya rasa bertanggung jawab dalam dirinya, dia akan merasa bahwa tanggung jawab yang ia pegang bukan semata-mata tanggung jawab bagi dirinya, tidak sedikit yang kita temui disekitar kita, banyak diantara mereka yang menggang organisasi hanyalah tempat. Keempat, kesulitan Menyelesaikan Konflik dengan Bijak, akan merasa jika dia dihadapkan dengan suatu konflik dia akan lebih nenilih jalan egois dari pada menyelesaikannya dengan bijak. Kelima, Tidak Peduli dengan Masalah Sosial dan Lingkungan, dia merasa tidak ada tanggung jawab dalam dirinya dalam hal sosial ataupun lingkungan seperti membuang sampah sembarangan dll. Keenam, sulit menerima pendapat orang lain, seorang ini jika berada didalam suatu rapat ataupun forum akan merasa hanya pendapat dirinyalah yang paling benar tanpa menerima pendapat-pendapat orang lain.
Bahkan dalam sebuah jurnal yang berjudul "FILSAFAT MENGAJARKAN MANUSIA BERPIKIR KRITIS" yang menguraikan, Manusia merupakan organisme yang terdiri dari jasmani dan rohani atau raga dan jiwa yang menyatu padu dalam satu kesatuan. Manakala jasmani dan rohani atau jiwa dan raga telah berpisah maka bukan lagi disebut manusia. Manusia lahir di atas dunia tidak bisa terlepas dari peran Tuhan yang menentukannya, manusia pun dengan akalnya mengakui ada kekuatan di luar dirinya yang menguasai jagad raya, alam semesta sehingga manusia disebutnya makhuk Tuhan. Di samping itu manusia sebagai individu yang unik dengan potensi akal yang dimiliki dan berkeinginan memenuhi, merealisasi kebutuhan dalam menumbuhkembangkan dan membangun eksisitensi dirinya, sehingga manusia disebutnya makhluk individu. Demikian pun manusia tidak bisa lepas dari sumbangsih orang lain dan hidup bersamanya dalam berlayar mengarungi lautan kehidupan dan menapaki jalan-jalan di atas bumi, sehingga manusia disebutnya makhluk sosial. Oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan makhluk individu yang berpikir.
Oleh karena itu berfilsafat itu sangat penting untuk pendidikan, terutama dalam pembentukan siswa yang berpikir kritis dan berperilaku yang baik. Filsafat, sebagai ilmu yang menekankan pada penalaran dan proses merenungkan kembali apa yang telah terjadi dan dilakukan, dengan tujuan untuk memahami dan belajar dari pengalaman tersebut , menjadi dasar pendidikan untuk mencapai tujuan yang melebihi dari penyebaran ilmu pengetahuan. Pendidikan bertujuan untuk memahami makna, memecahkan masalah, dan memahami nilai-nilai yang mendasar pada tindakan manusia melalui filsafat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H