[caption id="attachment_264980" align="aligncenter" width="442" caption="Ketua RW Bapak Ir. H. Gondo Soetrisno beserta Ibu (dok. pribadi)"][/caption]
Tetangga adalah orang-orang yang tinggal di sekitar tempat tinggal kita. Terjadinya interaksi antar tetangga, membuat mereka tak hanya sekedar dekat secara fisik saja, tapi juga dari segi kehidupan sosial. Kedekatan sosial ini bisa kita rasakan terutama di kampung-kampung dan perumahan tipe-tipe sederhana dimana warganya memiliki ikatan emosional yang cukup kuat. Adanya kelompok pengajian dan perkumpulan lainnya seperti PKK, karang taruna, dan kelompok ronda malam membuat kedekatan itu semakin nyata. Dimana ada warga yang sedang mengalami musibah, baik sakit atau pun meninggal dunia, pasti tetangga sekitar akan berbondong-bondong menunjukkan simpatinya dengan datang menjenguk atau melayat. Ini juga saya rasakan saat tinggal di sebuah kampung di daerah Condet, Jakarta Timur, beberapa tahun yang lalu. Memiliki tetangga dari berbagai etnis tak mengurangi kehangatan di antara kami. Tak sulit mengundang mereka bila kami sedang punya hajat. Bahkan mereka dengan sukarela membawa buah tangan untuk sekedar meringankan beban konsumsi yang harus kami tanggung. Tak harus berharga mahal, yang penting ada yang mereka bawa untuk disumbangkan.
Kehangatan warga Condet itu tak lagi kami rasakan saat kami pindah ke sebuah perumahan yang cukup elit di daerah Sukolilo, Surabaya. Rumah-rumah  berpagar tinggi menyiratkan keangkuhan pemiliknya. Memustahilkan kehangatan bertetangga yang seharusnya ada. Tak nampak warga bercengkerama di sore hari seperti biasanya kami lakukan di Condet. Sepi. Yang tampak hanyalah beberapa pembantu rumah tangga yang menyapu halaman dan anjing-anjing penjaga yang berseliweran. Jujur, di awal-awal kepindahan kami, saya merasa sangat kehilangan suasana di Condet. Rindu bercengkerama dengan para tetangga. Rindu akan penganan-penganan kecil sederhana yang sering mereka hantarkan. Rindu tegur sapa hangat mereka. Dan kerinduan-kerinduan lain yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Itu semua tak kami dapati di sini.
Sampai suatu saat, tepatnya tiga tahun yang lalu, ada pergantian ketua RW di lingkungan perumahan kami. Ketua RW kami yang baru Bapak Ir. H. Gondo Soetrisno dan Ibu Gondo Soetrisno sebagai ketua Tim Penggerak PKK RW. Dimulailah perubahan besar-besaran itu. Banyak sekali ide brilian dari Bapak dan Ibu Gondo untuk mendobrak tembok keangkuhan di antara warga perumahan kami. Ternyata setelah sekian puluh tahun hidup bertetangga, banyak di antara warga perumahan yang belum saling mengenal. Untuk itu beliau bertekad untuk menggiatkan kembali arisan PKK yang sempat mati suri, menggalakkan kerja bakti, mengadakan pengajian rutin, memperingati HUT RI dengan bermacam-macam lomba, mengadakan rekreasi bagi ibu-ibu, dan mengadakan senam aerobik setiap minggu pagi.
Saya rasa tak berlebihan bila  beliau berdua patut saya sebut sebagai inspirator. Terutama  ketua PKK RW Ibu Gondo Soetrisno yang tak kenal putus asa dalam menyambungkan tali silaturrahmi antar warga perumahan. Sebenarnya cukup banyak yang mau bergabung menjadi anggota PKK, namun karena alasan yang kurang jelas, banyak yang enggan hadir dalam setiap pertemuan. Ibu Gondo tak kehilangan akal, supaya lebih menarik, pertemuan PKK yang biasanya diadakan di rumah-rumah warga secara bergiliran, diganti tempatnya ke restoran-restoran. Bukan itu saja, warga yang sedang berulang tahun dirayakan bersama dengan memotong kue ulang tahun diiringi ucapan selamat dan do'a. Ada juga agenda rutin rekreasi ke luar kota. Trik ini ternyata berhasil. Dari semula ibu-ibu yang hadir dalam pertemuan PKK hanya 20an orang, sekarang bisa mencapai 40 sampai 50 orang. Setiap bulannya ada saja warga yang bergabung menjadi anggota PKK .
[caption id="attachment_264986" align="aligncenter" width="252" caption="Ibu-ibu PKK memetik sayuran hidroponik saat rekreasi ke Kusuma Agrowisata, Batu (dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_264988" align="aligncenter" width="336" caption="Ibu-ibu bersiap berkeliling di lokasi Kusuma Agrowisata (dok. pribadi)"]
Dengan niat tulus, kerja keras, dan penuh semangat, Bapak dan Ibu Gondo Soetrisno berhasil mendobrak tembok keangkuhan antar warga perumahan kami. Kini kami sudah saling mengenal dengan cukup baik warga perumahan ini. Beliau bisa membuktikan bahwa kami bukanlah orang-orang yang angkuh dan apatis. Terbukti saat diadakan pengumpulan dana untuk acara peringatan HUT RI tahun 2012 lalu, kami berhasil mengumpulkan dana sampai puluhan juta rupiah. Dana itu kami pakai untuk lomba-lomba dengan hadiah-hadiah dan doorprize yang menarik untuk seluruh warga yang hadir.
[caption id="attachment_264981" align="aligncenter" width="442" caption="Bahu-membahu menyiapkan lomba (dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_264982" align="aligncenter" width="442" caption="Warga melakukan jalan sehat di sekitar perumahan (dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_264984" align="aligncenter" width="442" caption="Satpam membaur dengan warga mengikuti lomba tarik tambang (dok. pribadi)"]
Peringatan tujuhbelasan yang sangat meriah. Kesan yang mendalam menghiasi relung hati  kami. Seluruh warga berkumpul, dari bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak, satpam, dan petugas kebersihan semua bersatu tanpa membedakan suku dan agama. Tidak ada lagi dinding pemisah di antara kami. Seluruh warga membaur menebar kehangatan yang dulu sempat beku.
Apa yang telah dilakukan Bapak dan Ibu Gondo Soetrisno patut menjadi inspirasi terutama bagi warga perumahan kelas menengah ke atas yang umumnya enggan bersosialisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H