Mohon tunggu...
Nur Tjahjadi
Nur Tjahjadi Mohon Tunggu... profesional -

Bebas Berekspresi, Kebebasan Akademik, Bebas yang bertanggung jawab...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sejarah Tekanan Publik, Mengangkat Sekaligus Menjatuhkan RI-1

6 November 2009   19:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:25 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejarah membuktikan 100 persen Presiden RI (RI-1), diangkatnya sekaligus dijungkir balikkannya dengan adanya tekanan publik, baik secara konstitusional ataupun tidak.  Sukarno, Suharto, Habibi, Gusdur, Megawati, dan SBY sudah merasakannya.  Tapi yang terakhir belum jatuh, jadi belum merasakan bagaimana tekanan publik telah dapat menjatuhkannya.

Kita mulai dengan Sukarno, Presiden pertama RI, didorong2 untuk maju menjadi RI-1 oleh pemuda, oleh publik atau oleh rakyat Indonesia yang sudah muak dengan penjajahan.  Tekanan publik telah menjadikannya terkenal di seluruh dunia.  Karena Kemerdekaan RI adalah juga merupakan awalnya kemerdekaan bangsa2 lain. (Walau cuma merdeka2-an).   Penyelenggaraan Asia Afrika di Bandung membuktikan itu.  Sukarno memang hebat.  Tetapi ketika kepentingan publik sudah disia-siakan, maka gantian, tekanan publik juga yang telah menjatuhkannya.  Walaupun ternyata, 20 tahun kemudian diketahui,  bahwa peran Amerika dalam menjatuhkan Sukarno cukup besar.

Sukarno jatuh, muncullah Suharto.  Walaupun naiknya Suharto menjadi RI-1, bukan 100 % dari tekanan publik, tetapi karena saat itu inisiatif Suharto yang sangat signifikan, walau hingga kini masih kontroversial, tentang supersemar, surat perintah sebelas maret, apakah itu asli perintah dari Sukarno selaku Presiden RI atau hanya rekayasa Suharto.

Yang jelas, munculnya supersemar itu (terlepas benar tidak keasliannya) adalah akibat tekanan publik yang demikian kencang, untuk menjatuhkan Sukarno.  Sehingga, pada saat itu, orang tidak mempermasalahkan.  Ya jelas saja, kalau saat itu publik mempertanyakan akurasi atau kebenaran supersemar itu, maka belum tentu Suharto yang akan naik menjadi RI-1.  Apalagi Suharto saat itu kan "cuma" Letkol.  Kayak nggak ada orang lain aja.  Emangnya Jenderal2 pada kemana ?  Oh iya sebagian dibunuh PKI, tapi apa nggak ada yang lain...

Tahun 1998, kembali tekanan publik, telah menjatuhkan Suharto.  Apakah ini juga atas peran Amerika, ya tunggu saja 20 tahun setelah kejatuhannya (kira2 tahun 2018).  Publik yang dulunya mengelu-elukan, publik juga yang menjatuhkan.  Betapa dahsyatnya tekanan publik itu...

Naiklah Habibie sebagai Presiden RI yang ke-3.  Karena bayang2 Suharto masih sangat kuat, Habibi yang seharusnya meneruskan tampuk pimpinan hingga 5 tahun kedepan, dilengserkan oleh publik.  Lalu diadakanlah pemilu 1999.  Rakyat menuntut Reformasi.

Naiklah Gus Dur sebagai Presiden RI yang ke-4, walaupun perolehan suara PKB, partai yang mengusungnya,  jauh di bawah Golkar dan PDIP.  Tekanan publik mengangkatnya melalui MPR, karena saat itu publik masih alergi dengan presiden wanita.  Tetapi akhirnya, Gus Dur juga terkena impeachment, naiklah Megawati yang tadinya cuma wakil (RI-2) menjadi RI-1.

Pemilu berikutnya, Megawati tidak terpilih lagi, karena citra SBY yang seolah2 "dizalimi" telah menyihir publik untuk memilih SBY sebagai presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pilpres.  Lima tahun berikutnya, kembali publik masih mempercayakan SBY.  Karena komitmenya untuk memberantas korupsi demikian besar.  Sementara dua capres yang lain kurang begitu jelas agenda pemberantasan korupsinya.  Terpilihlah SBY dengan 60 persen suara pemilih sah masuk ke kantungnya.

Kabunet SBY Budiono belum berjalan sebulan, komitmennya terhadap pemberantasan korupsi diuji.  Kasus bank Century dan kasus pertikaian KPK POLRI juga ikut menambah tekanan publik terhadap komitmen SBY Budiono.  Apakah sejarah akan berulang, penjungkir balikan RI-1 akibat tekanan publik, karena komitmen semula yang sudah kendor.

Waktu jualah yang akan membuktikannya...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun