Mohon tunggu...
Nur Tjahjadi
Nur Tjahjadi Mohon Tunggu... profesional -

Bebas Berekspresi, Kebebasan Akademik, Bebas yang bertanggung jawab...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nasehat Pak Kwik untuk Jokowi

10 Februari 2014   18:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:58 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seolah bersetuju dengan tulisan saya yang satu ini: http://politik.kompasiana.com/2014/02/09/megawati-merasa-dikhianati-jokowi, di harian Kompas hari ini Kwik Kian Gie, yang akrab dipanggil pak Kwik, diam-diam  menasihati Jokowi.  Walaupun tidak secara langsung menyebut nama Jokowi, tapi semua orang juga tahu bahwa artikel itu ditujukan buat Jokowi.

Pak Kwik yang juga mantan Menkoekuin  ini menasehati, agar Jokowi jangan takabur (ojo dumeh) terhadap hiruk pikuk dukungan para cukong.  Cukong yang mempunyai banyak aset, termasuk mengusai media, pastilah ada maunya.  Selain supaya jualannya jadi laku, oplah korannya naik, rating acara TV nya meningkat, otomatis pemasang iklan akan semakin banyak, para cukong itu pasti akan minta imbalan yang lebih dari itu setelah Jokowi (atau yang lainnya) jadi Presiden.

Begitu juga ketika Jokowi memperkenalkan istilah blusukan.  Jauh sebelum Jokowi blusukan di Solo ketika menjadi Walikota Solo, Megawati sudah blusukan ke seluruh daerah di Indonesia.  Bahkan pada saat itu posisi bu Mega lebih berat karena tekanan Rezim Soeharto yang terus menerus dilakukan baik terhadap partainya maupun keluarga Bung Karno.  Sekali lagi ojo dumeh dengan blusukannya, karena dibandingkan blusukannya Megawati sebagai Ketua Umum PDIP, blusukan Jokowi itu belum ada apa-apanya.

Pak Kwik juga menasehati agar Jokowi jangan mudah terkejut (ojo kagetan) dan jangan mudah heran (ojo gumunan).  Terkejut dan terheran-heran dengan sanjungan, pujian dan tepukan dapat lebih bahaya daripada suap (gratifikasi) berupa uang, mobil atau materi kebendaan lainnya. Para cukong "hitam" itu pasti akan menggurita menjerat perekonomian rakyat setelah capresnya jadi.

Sebelumnya, secara jujur pak Kwik mengawali artikelnya dengan menyitir artikel buya Ahmad Syafei Maarif yang dimuat di Kompas 4 Februari 2014.  Artikel buya itu dianggapnya lain daripada yang lain.  Buya menyebut-nyebut cukong, yang konotasinya adalah pengusaha Tionghoa yang licik.  Pak Kwik yang juga orang Tionghoa, bukannya menanyakan, mana sumbernya, tulisan nggak ilmiah, nggak pake sumber, itu sama saja pitnah.  Bukan, bukan begitu, pak Kwik itu juga orang PDIP, tapi ketika orang partainya dikritik buya, pak Kwik malah mengapresiaasi artikelnya di awal paragraf.

Coba bandingkan dengan kroco-kroco yang sangat berang ketika ada tokoh partainya dikritik orang lain, bukannya terima kasih malahan ngomel-ngomel, memarahi penulis yang mengritik tokohnya itu.

Dan, nasehat yang paling mengena buat Jokowi adalah ketika pak Kwik mengatakan bahwa, kalau mau jadi Presiden, jadilah pemimpin (Ketua Partai) terlebih dulu, berjuang dulu, insya Allah jadi juga deh Presiden, itu juga kalo nggak dijegal kawan hehe...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun