Reticence dalam bahasa Indonesia artinya, tutup mulut, tidak mau atau enggan berbicara. Problem ini amat umum dijumpai pada pelajaran bahasa inggris atau bahasa asing. Tetapi sebetulnya tidak itu saja, pelajaran lain juga akan menjumpai problem yang sama. Misalnya pelajaran yang diajarkan oleh guru atau pensyarah dari luar negara. Biasanya pelajar dari Asia akan susah berinteraksi dengan pensyarah dari luar. Bagaimana mengurangi sikap reticence dari pelajar atau mahasiswa asing, jika kita mengajar di luar negara ? Maka kita sebagai guru/ dosen/ pensyarah harus mempunyai strategi, bagaimana caranya agar supaya pelajar/ mahasiswa itu dapat berkomunikasi dengan baik. Agar mereka tidak tutup mulut saat kita mengajar. Strategi yang paling baik adalah : Lakukan komunikasi di luar kelas sebanyak-banyaknya. Sebab, jika di dalam kelas pelajar biasanya takut. Atau kalau tak takut sebaliknya sangat bising. Maka lakukanlah percakapan di mana saja semisal di Restoran pun boleh juga, di lapangan saat praktek amali, saat study tour, saat santai, bahkan melalui on line via Facebook, blog dan fasilitas internet lainnya akan membuka sumbat yang ada di mulut student. Sehingga dengan demikian interaksi antara pengajar dan pelajar akan membaik.
Gambar 1. Di Restoran, pelajar terpaksa "buka mulut", kalau tidak bagaimana mereka mau makan ? Sambil makan itulah kita cerita masalah yang dihadapi,...This is one of the interaction strategy...
Gambar 2. Di saat Study tour, biasanya kedekatan pelajar - pensyarah semakin baik, ini juga salah satu strategi berinteraksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H