Acara talk show Jakarta Lawyers Club  TV One  tadi malam membahas tentang Prita Mulyasari.  Karni Ilyas, penanggung jawab sekaligus pembawa acaranya menyatakan di pembukaan acara :  "kali ini kita tinggalkan dulu pembicaraan tentang sahabat kita  Nazaruddin" yang disambut geerrr oleh hadirin.  Acara malam tadi membahas tentang hukum dan keadilan, khususnya yang menyangkut Prita dan dua orang penjual IPAD yang dipenjara  tanpa sebab yang jelas.  Hukum ibarat pisau yang  tajamnya hanya  dibawah, tetapi  tumpul di atas.  Begitu mudah menghukum orang kecil dengan kesalahan yang tak jelas pasal2nya, tetapi manakala orang atas yang melanggar hukum, maka hukum sepertinya tak dapat menyentuh orang gedean.
Acara yang diawali dengan penjelasan para korban kesewenang-wenangan hukum diikuti oleh para pengacara masing2. Â Lantas seorang anggota DPR dari komisi III secara emosional juga mengemukakan pendapatnya. Â pelaksanaan hukum yang demikian adalah akibat dari undang2 warisan kolonial. Â Orang Pribumi selalu salah, sementara Belanda tak pernah salah. Â Dengan kata lain, penguasa selalu benar, rakyat selalu salah. Â Rakyat tak boleh protes, orang miskin tak boleh mengeluh. Â Tetapi ketika penguasa dan atau orang kaya protes, Â mengeluh dan curhat, rakyat harus mengalah. Â Jangan menyalahkan orang lain deh, salahkan diri sendiri, kata Karni Ilyas. Bukankah Undang2 yang ada sekarang produk DPR. Â Kemudian anggota DPR itu terdiam.
Belum sampai setengah jam acara itu berlangsung, saya pun tertidur, seperti biasa.  Saya terbangun jam 3 dini hari, untung acara itu diulang, dan saat itu Sujiwo Tejo sedang  mengemukakan pendapatnya.  Sujiwo, yang makna namanya adalah "jiwa yang baik" mengajak kita untuk introspeksi.  Kalau anak kita sakit demam, atau demam berdarah, mungkin kita sedang kurang amal.  Kita harus pandai membaca pertanda.  Mengapa dokter mahal ?  Mengapa rumah sakit mahal ?  Karena sekolah kedokteran saja mahal.  Uang masuknya saja 200 juta.  Setelah dokter lulus, ia akan mencari dan mengejar setoran dulu.  Sama saja halnya  seperti masuk polisi, karena masuk polisi mahal, maka setelah jadi polisi, mereka ramai2 kejar setoran.  Coba kalau sekolahnya murah, mungkin biaya dokter juga murah lho.  Wah belum tentu tuh, kata Karni Ilyas, Gayus itu sekolahnya gratis ( di STAN), tapi setelah lulus juga serakah.  Memang sudah dari sononya itu sifat greedy, tergantung masing2 orang.  Tapi Sujiwo mengatakan bahwa seharusnya Direktur Rumah Sakit, komisaris2 nya diuji dengan fit and proper tes, apakah mereka punya hati nurani atau tidak ?  Para penjual sembako, dimana orang banyak tergantung dengan mereka, harus diuji juga dengan fit and proper tes.  Yach betul juga sih, ketika harga premium di suatu daerah mencapai 15.000 rupiah seliternya, kok MUI (majelis ulama Indonesia) diam saja, keluarkan dong fatwa haram, bagi yang menumpuk barang kebutuhan pokok itu.  Dan ketika presiden pakai IPAD pada saat pidato, rakyat juga kepingin punya IPAD.  Jadilah penjual IPAD.  Malangnya yang membeli IPAD itu polisi iseng, entah mau beli betulan atau mau iseng2 menjerat rakyat tak berdosa supaya masuk bui.
Pertanda apa ini ?  Mungkin pertanda bahwa penguasa itu selalu benar dan rakyat selalu salah.  Termasuk media juga salah.  Ketika seseorang  dibesarkan oleh media diam saja, ketika seseorang dikritik oleh media, ia  menyalahkan media...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H