Dalam memperingati hari Film Nasional pada 30 maret 2024, Kompasianer Movie Klub (Komik) bekerja sama dengan pihak Museum Penerangan, untuk mengadakan acara nonton bareng sekaligus bedah film berjudul Istiqlal langsung dengan sutradaranya di Taman Mini Indonesia Indah.
Acara ini digelar pukul 16:00 WIB di auditorium Museum Penerangan dengan beberapa rangkaian acara yaitu, games kahood, penjelasan mengenai sejarah perfilman Indonesia, Nonton bareng, Diskusi film Istiqlal bersama Sutradara, buka puasa bersama.
Ketika kita merayakan sesuatu perayaan alangkah baiknya jika kita terlebih dahulu mengenal siapa dan apa acara yang akan kita rayakan. Kebetulan pada perayaan kali ini adalah tentang Hari Film Nasional maka terlebih dahulu kita mengulik siapa tokoh dibalik dari adanya Hari Perfilman ini.
Biografi Bapak Film Indonesia Beserta Peninggalannya
Tokoh dibalik Hari Film Nasioanal adalah Bapak Usmar Ismail, berikut biografinya.
Lahir di Sumatra Barat, Bukit Tinggi pada 20 Mei 1921. Usmar Ismail merupakan seorang keturanan dari bangsawan. Usmar Ismail pernah bersekolah di HIS ketika SD, SMP di MULO kemudian SMA di AMS Yogyakarta.
Selama di Yogyakarta, Usmar Ismail mengikuti esktrakulikuler film yang saat itu disebut komunitas sandiwara bersama Bapak Rosihat Anwar.Â
Setelah Usmar Ismail lulus pada tahun Revolusi kemerdekaan tepat sebelum memulai karirnya pada industri perfilman, beliau sering menulis sebuah sekenario, dan kemudian tergabung sebagai seorang tentara dibagian Intelijen dengan pangkat Mayor.
Tidak lama kedudukannnya sebagai Inteligen diketahui oleh Belanda pada saat itu, kemudian Usmar Ismail ditangkap dan dipenjarakan oleh pasukan Belanda di rutan Cipinang.Â
Setelah dirinya keluar dari penjara, Usmar Ismail kemudian kembali fokus pada industri film di tahun 1950 yang mana kemudian ia mendirikan Persatuan Perfilman Indonesia atau bisa kita sebut (Perfini).
Sebelum dirinya menjadi seorang Sutradara Usmar Ismail dahulu sempat menjadi asisten Sutradara yang mana dari sana ia belajar dan berkembang semua dasar perfilman meskipun jika dibilang beliau ini memiliki privilege dari orang tuanya.
Bapak Usmar Ismail kemudian wafat pada tahun 1971 dengan meninggalkan beberapa karya film.
Sutradara Karya Pertama Anak Bangsa
Film berjudul Darah dan Doa adalah karya anak bangsa pertama dari perusahaan (Perfini) yang didirikan oleh Usmar Ismail pada tahun 1950.
Film Darah dan Doa mengisahkan tentang perjuangan tentara Siliwangi RI dari Yogyakarta ke Jawa Barat ketika Belanda melancarkan serangan agresi militer, dengan dibumbui kisah romansa.
Dalam filmnya ketika suasana perang tengah berkecamuk, Kapten Sudarto yang diperankan Del Juzar harus terlibat percintaan dengan dua gadis meski sang kapten sudah beristri.
Kemudian hari pertama diproduksinya film Darah dan Doa ini menjadi cikal bakal Hari Perayaan Film Nasional, yaitu pada 30 Maret.
Barang-Barang Peninggalan Umar Ismail
Dalam Museum Penerangan terdapat beberapa koleksi barang-barang milik Usmar Ismail, diantaranya seperti Kamera Film, Jas, dan Proyektor.
Kamera Film.
Kamera film milik Usmar Ismail yang dikoleksi di Museum Penerangan merupakan kamera yang digunakan oleh (Perfini) dalam memproduksi berbagai film.
Merek kameranya adalah Eclair dengan tipe Cemeflex 16/35mm buatan Prancis tahun 1946. Kamera yang digerakkan secara elektrik ini dapat merekam 8-48 frame/detik, yang mana diatur dalam tachometer.
Kamera ini pernah digunakan oleh Usmar Ismail bersama Kameramen (Perfini), Max Tera.
Jas
Sebagai seorang Sineas (Orang yang bergerak dalam bidang perfilman) dengan karya yang luar biasa, Usmar Ismail sering sekali mendapatkan penghargaan, baik nasional maupun internasional. Saat menghadiri berbagai kegiatan tersebut pastinya Usmar Ismail memakai pakaian formal, dan jas ini merupakan pakaian yang sering ia kenakan.
Jas ini dirancang dan dibuat khusus oleh Wins Tailor dari Hongkong, yang mana tertera didalam saku bagian kanan jas. Untuk bahan yang digunakan yaitu semi wool dan dibagian dalamnya terdapat furing saten.
ProyektorÂ
Proyektor yang dikoleksi di Museum Penerangan merupakan hibah dari keluarga besar Usmar Ismail pada 2021 yang tergabung dalam UICS (Usmar Ismail Cinema Society).
Proyektor film 35mm merk Century setinggi 2 meter ini digunakan untuk preview film-film karya (Perfini) diera 1950-1960-an. Proyektor ini kemudian dibawa oleh anak dan cucu ke Museum Penerangan, TMII.
***
Karena kiprah dan jasanya di bidang perfilman membuat namanya dikenang sebabagi bapak Perfilman Indonesia dan diabadikan menjadi nama sebuah Gedung di jalan Rasuna Said, Jakarta.
Diskusi Film Pendek Istiqlal, Bersama SutradaraÂ
Film pendek berjudul Istiqlal ini berdurasi 15 menit merupakan karya dari Sutradara bernama Razny Mahardika yang diproduksi oleh Kinovia.
Munculnya ide pertama untuk membuat film ini adalah merupakan kenangan dari penyelesaiaan mereka melaksanakan tugas akhir semasa kuliah.
Cerita dari film Istiqlal ini tercetus dari ide temannya bernama Rasyid, yang mana diadopsi dari sebuah pengalaman pribadi. Film Istiqlal ini kemudian dikembangkan setelah memenangkan pitching film pendek yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata DKI Jakarta.
Menurut Razny, karena ini merupakan sebuah film tentang perjalanan maka tantangan terbesarnya adalah ketika mendesain jalan dan melakukan perizinan yang akan dilalui.Â
Ide pertama ketika mereka menggarap film ini juga berasal dari toleransi, maka dari itu muncullah ide judul film bernama Istiqlal. Akan tetapi berkonsentrasi tentang keterbukaan komunikasi dua generasi yaitu bapak dan anak.
Untuk proses editing Razny mengungkap dia mengalami dua kali editing, yaitu editing naskah dan editing gambar. Maka dari itu pada akhir film ada dua versi, yaitu versi pertama dengan ending sampai ketujuan mesjid Istiqlal dan pada versi yang kedua yang ditayangkan adalah dengan ending tidak sampai ke Istiqlal.
Mengapa dalam film ini adegan terakhirnya tidak sesuai harapan dari para penonton yaitu sampai Istiqlal, padahal judul dari film ini adalah Istiqlal?
Razny mengungkapkan mengapa ending dari film ini tidak sampai dilokasi yang dituju adalah, karena sebetulnya film ini lebih memfokuskan kepada komunikasi dua generasi yaitu tokoh Babeh yang gaptek terhadap teknologi dan memiliki sifat patriarki dan Sobari, tokoh anak yang sabar dan terlahir pada zaman diaman dia sudah paham dengan kemajuan teknologi.Â
Lalu Istiqlal hanyalah sebuah gambaran dalam mencapai sebuah tujuan agar penonton stay dan berharap endingnya akan mulus dan sesuai.
Berapa lama durasi pengambilan gambar filmnya dan kamera apa yang digunakan?
Durasi pengambilan gambar dari film pendek Istiqlal ini adalah tiga hari setiap pagi siang dan sore hari. Film ini dibuat pada tahun 2018 lalu dengan menggunakan kamera seadanya yaitu, Sony Alfa Mark 2 karena keterbatasan biaya.
Razny mengungkap, hanya lensa yang diubah lebih proper yaitu dengan lensa Cinema agar detail gambar lebih tajam dan lebih fokus. Dan untuk software editingnya menggunakan Adobe Premiere.
Mengapa tokoh yang diambil adalah suku Betawi bukan suka yang lain?
Menurut Razny, tokoh Betawi adalah tokoh yang paling cocok menggambarkan situasi mereka yang mana mereka ini memang asli orang Betawi akan tetapi karena ada suatu hal yang akhirnya membuat mereka pindah kepinggiran kota Jakarta.
Dan kerena Tokoh Babeh ini merasa dirinya asli orang Jakarta, alhasil membuat dirinya seolah-olah merasa menjadi orang yang paling tahu tentang jalanan dan wilayah Jakarta, padahal perubahan kota Jakarta itu sangat masif dan cepat sekali sehingga membuat orang yang sudah lama tidak ke wilayah kota Jakarta akan pangling dan bingung.
Lalu permasalah kedua Jika dirinya mengambil tokoh diluar orang Betawi, takunya malah menimbulkan stereotype dan ketidak cocokan atau bahkan terlalu jauh dengan tujuan film yang dimaksud. Dan dari latar belakang film tersebut adalah merupakan gambaran orang Betawi yang Razny kenal yaitu Betawi di daerah Ciputat.
Berapa total Biaya untuk membuat film ini?
Karena film ini adalah hasil juara dari Dinas Pariwisata DKI Jakarta, maka pembiayaan awalnya adalah sebesar lima puluh juta rupiah, kemudian ada beberapa penambahan biaya yang kemudian kita taksir seluruhnya kurang lebih tujuh puluh lima juta rupiah.
Jika mengambil tema toleransi mengapa tidak mengambil adegan berbagi ta'jil langsung didepan mesjid Istiqlal dengan orang non-islam yang mana langsung bersebrangan dengan Gereja Katedral?
Razny mengungkapkan, film ini memang bukan difokuskan kepada tujuan untuk sampai di Istiqlal akan tetapi komunikasi dua orang berbeda generasi. dan memang adegan tentang toleransi tetap ia torehkan walaupun secara tipis pada bagian terakhir film.
Dan alasan ia mengambil adegan terakhir ketika berbuka puasa di Taman Suropati adalah karena ini merupakan titik 0 Jakarta, yang mana tempat ini bisa menjadi pilihan untuk menjauh dari hiruk-pikuknya Jakarta untuk saling terbuka, memahami dan toleransi.
 Nonton film Indonesia, karena jika jumlah penonton terus meningkat akan menumbuhkan citra dari perfilman itu sendiri, dan untuk seluruh stakeholder yang terkait agar tetap terbuka kepada seluruh produser dan kru-kru film Indonesia. Dan harapannya agar pemerintah lebih support kepada seni perfilman dan semoga kedepannya keberagaman film Indonesia semakin banyak. Dahulu film Indonesia dan Korea sama-sama mati suri akan tetapi support dari pemerintah di Korea sangat-sangat aktif sehingga mereka lebih dulu menguasai pasar ketimbang Indonesia. Razny Mahardika (Sutradara Film)
Penghargaan Yang Diraih Film Istiqlal
Film Istiqlal telah meraih penghargaan kategori Best Story di Panasonic Young Filmmaker 2019, Official Selection International Children's Film Festival Bangladesh 2020, Top 10 Finalist Viddsee Juree Awards Indonesia 2020, dan Official Selection Jogja Asia-Netpac Film Festival 2020.
Untuk detail film selengkapnya dapat kalian tonton di YouTube berikut: Film Istiqlal 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!