Asal usul kata nalar berasal dari bahasa Arab "nazara" yang berarti "melihat". Menurut KBBI, kata nalar berarti pertimbangan baik buruk dan sebagainya; aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis. Dapat dikatakan bahwa menalar tidak hanya berkaitan dengan penglihatan, tetapi juga melibatkan pemikiran yang logis.
Mengutip Sobur (2015), manusia memiliki kapasitas untuk berpikir secara logis dan analitis, yang disebut sebagai kemampuan menalar. Kelebihan manusia dalam kemampuan menalar dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan bahasa, bahkan ketika berbicara tentang konsep abstrak, memungkinkannya untuk memperoleh pengetahuan dan mengembangkannya. Oleh karena itu, Aristoteles mengidentifikasi manusia sebagai "animal rationale".
Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam mencapai suatu kesimpulan yang berupa ilmu pengetahuan. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang berfikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap serta tindakan manusia bersumber dari pengetahuan yang diperoleh melalui aktivitas berfikir atau merasakan. Meskipun demikian, perlu kita sadari bahwa tidak semua aktivitas berfikir bergantung pada penalaran. Oleh karena itu, penalaran adalah aktivitas berfikir yang memiliki karakteristik khusus dalam menemukan kebenaran. Agar ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran memiliki dasar kebenaran, maka proses berfikir tersebut harus dilakukan dengan cara tertentu. Penarikan kesimpulan dianggap benar jika dilakukan sesuai dengan cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut dengan logika.
Dalam penalaran, premis (antesedens) digunakan sebagai dasar untuk menyimpulkan suatu konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi dikenal sebagai konsekuensi. Penalaran melibatkan penghubungan bukti, fakta, petunjuk, atau eviden, atau apapun yang dianggap sebagai bahan bukti, untuk mencapai suatu kesimpulan.
Menurut Aristoteles, prinsip dasar penalaran terdiri dari tiga, yaitu prinsip identitas yang menyatakan bahwa suatu objek adalah sama dengan dirinya sendiri, prinsip kontradiksi yang menyatakan bahwa suatu objek tidak dapat menjadi dirinya sendiri dan bukan dirinya sendiri secara bersamaan, dan prinsip eksklusi tertii yang menyatakan bahwa tidak ada kemungkinan ketiga dalam suatu pilihan. Terdapat dua jenis penalaran, yaitu penalaran langsung dan penalaran tidak langsung.Â
- Penalaran langsung hanya menggunakan satu proposisi sebagai premis dan menghasilkan satu kesimpulan. Contoh penalaran langsung: semua bintang sepak  bola memakai sampo  Rejois (S=P). Jadi, sebagian pemakai sampo Rejois adalah  bintang film. Istilah penalaran langsung  berasal dari Aristoteles untuk menunjukkan penalaran, yang premisnya hanya terdiri dari sebuah proposisi saja. Konklusinya ditarik langsung dari proposisi yang satu itu dengan membandingkan subjek dan predikatnya.Â
- Penalaran tidak langsung menggunakan dua premis untuk menghasilkan kesimpulan. Penalaran  tidak  langsung penarikan konklusinya atas lebih dari satu proposisi. Konklusinya ditarik dari dua premis. Contoh: Semua siswa adalah anak rajin. Budi adalah  mahasiswa. Budi adalah anak rajin.
Dalam penalaran logika, terdapat dua jenis penalaran yaitu deduktif dan induktif. Penalaran deduktif, atau sering disebut sebagai logika, adalah suatu proses penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dikatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan yang diambil merupakan konsekuensi logis dari premis-premis yang diberikan. Suatu argumen deduktif dapat dinyatakan sebagai valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Validitas suatu argumen deduktif tergantung pada apakah kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Logika sebagai teori penyimpulan memiliki dasar pada konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata atau istilah dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga setiap konsep memiliki himpunan dan keluasan. Dalam logika, pembuktian dilakukan dengan menggunakan diagram himpunan karena semua unsur penalaran dalam logika membutuhkan pembuktian yang tepat dan sah.
Referensi:
Sobur, K. (2015). Logika dan Penalaran dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan. TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin, 14(2).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H