Menurut KBBI, plagiarisme atau bisa disebut juga plagiat merupakan sebuah tindakan penjiplakan yang melanggar hak cipta. Menurut Akib (2016), plagiarisme ialah perbuatan menyerahkan (submitting) atau memaparkan (presenting) gagasan atau frasa/kalimat orang lain tanpa mencantumkan asalnya. Oleh karena keterangannya yang fleksibel, banyak institusi pendidikan memperinci definisi umum tersebut guna mencegah terjadinya ketidakpahaman atau perbedaan interpretasi terhadap makna plagiarisme.
Di Indonesia, hukum tentang plagiarisme telah diatur dalam Pasal 2 UUHC, seseorang yang melakukan tindakan plagiarisme dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 72 ayat UUHC. Sanksi tersebut dapat berupa pidana penjara selama 1 bulan dengan denda sebesar Rp1.000.000,00 atau pidana penjara selama 7 tahun dengan denda sebesar Rp5.000.000.000,00. Selain itu, berdasarkan Pasal 56 ayat UUHC, pemegang hak cipta memiliki hak untuk mengajukan gugatan ganti rugi kepada Majelis Hukum Niaga atas pelanggaran hak cipta dan meminta penyitaan terhadap barang yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan tersebut.
Mengutip dalam Shadiqi (2019:36), ada beberapa alasan seseorang melakukan plagiarisme, antara lain:
- Informasi yang dengan mudah diakses, terutama dengan adanya internet dan semakin canggihnya teknologi.
- Tekanan untuk mempublikasikan hasil penelitian dalam dunia akademik, baik bagi dosen atau mahasiswa yang berusaha mencapai target akademik.
- Kurangnya kepercayaan diri dan kemampuan menulis, seringkali terjadi pada penulis pemula.
- Menulis artikel dengan tergesa-gesa dan di bawah tekanan waktu.
- Kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang plagiasi.
- Tidak menyadari bahwa meskipun teks asli berasal dari orang lain, mengambil dan menggunakan tanpa memberikan sumber asli tetap dianggap plagiasi.
- Beberapa penulis berpikir bahwa tidak masalah untuk menulis ulang konsep/data/teks yang telah dimiliki (self-plagiarisme) dan mempublikasikannya sebelumnya tanpa menyertakan sumber (self-citation), selama tidak menyalin karya orang lain.
- Terbiasa melakukan plagiasi, dibantu dengan adanya komputer dan internet, serta pernah melakukan plagiasi di masa lalu atau belum pernah tertangkap hingga saat ini.
Akib (2016) juga menambahkan tiga bentuk plagiarisme yang dilakukan mahasiswa berdasarkan penelitiannya yaitu:
- Mengambil ide orang lain dan menyatakan bahwa ide tersebut adalah hasil dari pikiran mereka sendiri.
- Mengambil tulisan orang lain dan mengubahnya menjadi kalimat mereka sendiri, meskipun ide atau isi tulisan tetap sama.
- Menyalin teks secara keseluruhan tanpa menambahkan apapun dan menulisnya kembali sebagai karya mereka sendiri.
Mengutip dalam Shadiqi (2019), ada tiga tahap yang bisa digunakan untuk menghindari plagiarisme menurut Cooper (2016) yaitu dengan mencegah pencurian konsep "intellectual theft" dengan mengutip sumber asli, sumber yang paling representatif, atau yang terbaru, melakukan kutipan dan perparafrasaan, dan menggunakan layanan pengecekan plagiarisme. Layanan pengecekan plagiarisme online yang berbayar iThenticate, CrosCheck, Plagium, PlagScan, dan Turnitin. Sedangkan layanan pengecekan plagiarisme tanpa bayar atau gratis adalah HelioBLAST, Viper, Grammerly, dan Plagiarisma.
Referensi:
Akib, I. (2016). Fenomena plagiarisme mahasiswa. Equilibrium: Jurnal Pendidikan, 4(1).
Shadiqi, M. A. (2019). Memahami dan Mencegah Perilaku Plagiarisme dalam Menulis Karya Ilmiah. Buletin Psikologi, 27(1), 30-42. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H