Mohon tunggu...
Nur Syahpira
Nur Syahpira Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Bukan Hanya Manusia, Sawit Juga Butuh Kasih Sayang

26 Januari 2021   16:00 Diperbarui: 26 Januari 2021   16:04 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Elaeis guineensis Jacq. atau yang lebih dikenal dengan kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup penting di Indonesia dan masih memiliki prospek yang cukup baik. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang perkembangannya sangat pesat dibandingkan dengan komoditi lain dalam perkebunan (Harly dan Afrijon, 2017). Saat ini kelapa sawit merupakan komoditas primadona di Indonesia. 

Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan kelapa sawit mampu menghasilkan devisa negara yang tinggi melalui ekspor non migasnya sehingga menunjang kesejahteraan masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja yang besar di bidang perkebunan, pengolahan dan industri. 

Namun sayangnya, tanaman kelapa sawit juga merupakan tanaman tahunan yang rentan akan kerugian apabila tindakan pemeliharaannya tidak dilakukan dengan baik atau sesuai dengan standar.

Pemeliharaan tanaman merupakan hal yang sangat penting dalam usaha budidaya tanaman karena akan menentukan masa perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu tindakan  yang sangat penting dan menentukan masa produktif tanaman (Fauzi, 2012).

Pemeliharaan tanaman bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan tumbuh yang mendukung guna tercapainya pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan (Wika, 2018).

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit adalah seluruh kegiatan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan tanaman dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga dapat berproduksi secara optimal. Pemeliharaan tanaman kelapa sawit terbagi menjadi dua yaitu pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM) dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM).

 Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan bertujuan agar tanaman tumbuh cepat, sehat, dan dapat memasuki periode tanaman menghasilkan lebih awal dengan biaya pemeliharaan yang rasional. 

Pemeliharaan tanaman menghasilkan bertujuan untuk menghasilkan produksi yang tinggi. Tanaman kelapa sawit yang dipelihara lebih sempurna akan menghasilkan produksi lebih tinggi.

Berbicara tentang kelapa sawit, sama halnya berbicara tentang anak bayi yang segala halnya harus diperhatikan dan diberi kasih sayang. Kelapa sawit perlu diberi perhatian dan kasih sayang tidak hanya pada masa pembibitan saja, tetapi juga pada tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM), bahkan sampai ketika tanaman ini akan direplanting. 

Tanaman kelapa sawit yang diberi kasih sayang dengan sepenuh hati, akan memberikan hasil yang maksimal terhadap produksinya. Begitupun sebaliknya, tanaman kelapa sawit yang tidak dirawat dengan sepenuh hati maka tidak akan memberikan hasil yang maksimal. 

Kasih sayang pada kelapa sawit, tidak hanya soal makanan saja, tetapi semua aspek yang terkait dengan tumbuh kembangnya penghasil devisa negara ini.

Perusahaan  X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit dengan luas areal perkebunan yang dimiliki yaitu 1.575 Ha. 

Perusahaan X dipimpin langsung oleh seorang manager kebun dan memiliki 3 unit produksi atau afdeling, yang masing-masing afdeling dipimpin oleh seorang asisten afdeling. Asisten afdeling dibantu oleh mandor 1, mandor perawatan dan krani afdeling dalam mengelola unit usahanya.

Manager kebun memiliki tugas untuk menyusun budget berdasarkan kondisi lapangan yang akan digunakan sebagai dasar pembuatan rencana, memastikan administrasi kebun berjalan lancar dan up to date, membimbing dan mengarahkan asisten afdeling, agar dapat bekerja sesuai target yang telah ditentukan oleh manajemen, memastikan tercapainya budget produksi kebun,  memastikan perawatan tanaman sesuai dengan standar agronomi yang benar dan baku di kebun serta biaya terkendali dengan baik.

Asisten afdeling bertugas membuat rencana pemeliharaan rutin dan pemakaian alat/bahan yang dibutuhkan,  mengajukan ke asisten TUK untuk dievaluasi sesuai RKB yang dibutuhkan perbulan dan seterusnya, mengendalikan penanganan pemeliharaan sesuai dengan standar yang ditentukan, memeriksa kegiatan pemeliharaan dan mencatat hasilnya, melakukan evaluasi realisasi kerja pemeliharaan dan produksi, tenaga kerja, peralatan kerja dan bahan kimia yang dipergunakan, menjamin bahwa tenaga kerja sesuai dengan standar operasional yang ditentukan. 

Mandor 1 bertugas menjalankan fungsi kontrol terhadap areal perkebunan, membantu asisten afdeling untuk mengontrol, membuat laporan data kegiatan dan membuat laporan hasil pekerjaan harian yang tertuang dalam bentuk administrasi. 

Mandor perawatan bertugas menjamin bahwa semua aktivitas pemeliharaan tanaman dilaksanakan sesuai dengan prosedur mutu dan instruksi kerja yang ada, menentukan status hasil pemeriksaan dan pengujian pada proses pemeliharaan  dan memotivasi karyawan agar dapat bekerja dengan baik sesuai dengan instruksi kerja. 

Sedangkan krani afdeling bertugas melaksanakan dan memelihara kebijakan mutu, mencatat dan mengeluarkan kebutuhan alat/bahan mandor yang telah disetujui asisten afdeling, membuat permintaan alat perubahan sesuai kebutuhan afdeling, membuat ikhtisar pekerjaan harian berdasarkan buku mandor, membuat dan mengisi daftar lembur, membuat laporan manajemen afdeling, dan membantu asisten di dalam pelaksanaan tugas harian.

Di  Perusahaan X, pemeliharaan tanaman kelapa sawit tidak dilakukan dengan baik atau sesuai dengan standar operasional perusahaan (SOP), baik pada tanaman belum menghasilkan maupun pada tanaman menghasilkan. 

Hal ini terjadi karena adanya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang melakukan tindakan pengabaian tugas dan tanggung jawabnya terhadap kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit. Pengabaian ini mengakibatkan tanaman kelapa sawit tidak dapat berproduksi secara maksimal.

Pemeliharaan TBM merupakan lanjutan dan penyempurnaan pekerjaan pembukaan lahan dan persiapan untuk mendapatkan tanaman yang berkualitas baik. Masa TBM merupakan masa sebelum panen (masa dari awal tanam sampai panen pertama), berlangsung sekitar 30-36 bulan yang terdiri dari :

  • TBM 0 adalah menyatakan keadaan lahan sudah selesai dibuka, ditanami kacangan penutup tanah dan kelapa sawit yang sudah di tanam pada titik pancang.
  • TBM I adalah tanaman pada tahun ke I (0-12 bulan).
  • TBM II adalah tanaman pada tahun ke II (13-24 bulan).
  • TBM III adalah tanaman pada tahun ke III (25-30 atau 36 bulan)

Selama masa TBM dilakukan beberapa jenis pekerjaan yang secara teratur harus dilaksanakan, yaitu konsolidasi tanaman, penyisipan tanaman, pemeliharaan piringan pohon, pemeliharaan penutup tanah, pemupukan, tunas pasir, pengendalian hama dan penyakit, persiapan sarana panen, serta pemeliharaan jalan dan parit drainase.

Di Perusahaan X terdapat areal tanaman belum menghasilkan, lebih tepatnya  TBM 3 dengan luas areal tanaman yaitu 5 Ha. Berdasarkan tahun tanam, tanaman kelapa sawit ini seharusnya sudah masuk ke dalam kategori TM 1. Tanaman kelapa sawit ini ditanam pada tahun 2017, jika dihitung sampai tahun 2020 maka tanaman kelapa sawit ini sudah berusia 36 bulan dan seharusnya sudah memasuki masa panen pertama pada bulan Januari 2021. 

Namun sampai saat ini tanaman tersebut belum layak untuk dilakukan panen pertamanya, karena persentase jumlah tanaman belum menghasilkan belum mencukupi untuk dijadikan tanaman menghasilkan, sehingga  tanaman kelapa sawit ini masih masuk ke dalam kategori TBM 3. Bahkan sampai satu tahun ke depan pun tanaman ini belum layak untuk dijadikan TM 1.

Kriteria TBM 3 yang bisa dijadikan TM 1  yaitu umur telah mencapai 30-36 bulan, panjang pelepah kurang lebih 9 meter, panjang daun bagian bawah  maksimal 15 cm,  diameter batang bawah 60-100 cm, jumlah bunga betina kurang dari 3, berat tanda sudah mencapai 5 Kg dan angka kerapatan panen sebesar 60%. Dari hasil pengamatan yang dilakukan hanya sekitar 28% tanaman yang layak dijadikan TM 1 dari total tanaman yang ada di lahan tersebut. Syarat perubahan dari TBM 3 ke TM 1 yaitu harus 60-70% dari total luasan yang ada sudah layak untuk dipanen.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan yang dilakukan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) tidak dilakukan sesuai dengan standar operasional perusahaan (SOP). Beberapa alasan yang menurut mandor menyebabkan hal ini dapat terjadi diantaranya yaitu tanaman kelapa sawit tidak ditunas, jarang dikastrasi, terserang jamur, beberapa tanaman kerdil dan habis dimakan hama landak.

Kegiatan menunas pada TBM disebut juga tunas pasir. Tunas pasir adalah kegiatan memotong daun-daun tua tanaman kelapa sawit yang tidak bermanfaat lagi bagi tanaman. Idealnya, tunas pasir dilakukan satu kali pada tanaman kelapa sawit yang berumur 24 bulan atau 6 bulan sebelum panen perdana pada umur 30 bulan (Ditjenbun,2014). 

Hal ini bertujuan agar kegiatan pemeliharaan tanaman mudah dilakukan. Namun yang terjadi dilapangan tanaman kelapa sawit ini baru ditunas ketika sudah berumur 36 bulan. 

Dengan kata lain tunas pasir yang dilakukan sudah sangat terlambat. Sehingga berdampak pada penyerapan unsur hara, seharusnya unsur hara yang diserap oleh tanaman dapat digunakan untuk menunjang produktifitas tanaman kelapa sawit, namun karena kegiatan tunas pasir yang dilakukan sudah terlambat, unsur hara yang diserap oleh tanaman digunakan untuk memperbaiki daun-daun tua yang sudah tidak bermanfaat lagi. Selain itu, juga berdampak pada terhambatnya proses pemeliharaan tanaman kelapa sawit.

Kastrasi adalah pembuangan bunga, baik bunga jantan ataupun bunga betina pada tanaman kelapa sawit. Kastrasi seharusnya dilakukan setiap bulan pada tanaman kelapa sawit mulai umur 12 bulan dan dihentikan pada umur fisiologis 24 bulan (Ditjenbun, 2014). Namun hal ini tidak dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya, kegiatan kastrasi ini baru dilakukan ketika tanaman kelapa sawit berumur 36 bulan. 

Sehingga tanaman kelapa sawit sudah menghasilkan buah, namun buah yang terbentuk merupakan buah yang belum produktif dan belum layak untuk dijual. Kastrasi dilaksanakan sejak bunga jantan/betina mulai keluar dengan tujuan mempercepat pertumbuhan vegetatif serta mengurangi resiko serangan jamur marasmius sp.

Jamur marasmius sp adalah salah satu jamur yang menyerang tanaman kelapa sawit. Jamur ini dikenal dengan nama penyakit busuk buah. Penyakit busuk buah disebabkan oleh jamur yang menginfeksi tandan sehingga menjadi busuk. Faktor yang mendorong timbulnya penyakit ini yaitu karena kastrasi dan penunasan yang tidak dilakukan.

Menurut Ditjenbun, (2014) faktor yang mendorong timbulnya penyakit busuk buah antara lain kebersihan tanaman, kurang terpelihara, piringan sempit, penunasan terlambat, defisiensi hara, dan curah hujan tinggi. Penyakit ini ditandai dengan gejala awal adanya miselia cendawan berwarna putih pada kulit buah dan tandan. 

Pada awalnya cendawan memperbanyak diri disekitar pangkal batang, kemudian menyerang tandan buah terbawah. Penyakit busuk buah ini mengakibatkan kerugian baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. 

Tandan buah yang terserang penyakit ini mengalami hambatan dalam proses pematangan buah, sehingga buah menjadi busuk, dan apabila tandan buah yang terserang penyakit ini diolah maka kadar asam lemak bebasnya akan meningkat.

Selain jamur marasmius sp, tanaman kelapa sawit juga diserang hama, yaitu hama landak. Landak merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman kelapa sawit. Hama ini aktif pada malam hari dan bersembunyi di dalam lorong lorong dalam tanah.  Hama ini merusak tanaman kelapa sawit muda dengan cara mengerat pangkal batang dan memakan jaringan umbut kelapa sawit. 

Akibat serangan hewan landak ini, tanaman kelapa sawit dipastikan gagal panen, meski batang dan pelepah bagian bawah masih terlihat hijau dan subur. Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan cara pemagaran tanaman kelapa sawit secara individual misalnya dengan pelepah kelapa sawit sebanyak tiga tingkat.

Tanaman kerdil (abnormal) merupakan salah satu penyakit pada tanaman kelapa sawit. Tanaman kerdil ini dapat dicegah dengan kegiatan sensus tanaman. Sensus tanaman bertujuan untuk memastikan tanaman tumbuh sempurna, tegak dan tumbuh sehat/normal. Salah satu penyebab tumbuhnya tanaman kerdil ini adalah sensus tanaman yang tidak dilakukan dengan cermat, sehingga tanaman abnormal ini masih berada di areal perkebunan. 

Di lapangan kegiatan sensus tidak dilakukan secara menyeluruh atau merata, sensus hanya dilakukan pada tanaman yang berada dipinggir jalan saja, sedangkan pada tanaman yang berada diareal perbukitan tidak disensus. Tanaman kerdil ini tidak akan menghasilkan produksi, malah akan menambah biaya dalam pemeliharaannya.

Pemeliharaan kelapa sawit selanjutnya berlangsung pada tanaman menghasilkan (TM). Pemeliharaan pada tanaman menghasilkan (TM) meliputi pengendalian gulma, penunasan pelepah, pengendalian hama dan penyakit, pengawetan tanah dan air, pemupukan, serta pemeliharaan jalan. Pemeliharaan pada TM bertujuan untuk memacu pertumbuhan daun, dan buah yang seimbang. Pada tanaman menghasilkan (TM) juga ditemukan hal yang dapat menghambat produksi kelapa sawit, seperti pelepah yang tidak ditunas (pruning), piringan yang tidak dibersihkan, pemupukan yang jarang dilakukan, pengendalian gulma yang tidak dilakukan dengan merata serta perawatan pada mucuna yang tidak dilakukan.

Penunasan (prunning) merupakan upaya untuk mengatur jumlah pelepah yang perlu dipertahankan atau yang tinggal di pohon. Penunasan pelepah bertujuan untuk menjaga keseimbangan fisiologis tanaman dan sanitasi, memperlancar penyerbukan, memudahkan panen dan pengamatan tandan matang panen, menghindari tersangkutnya brondolan di ketiak pelepah dan mempermudah pembersihan piringan dan pemupukan.

Pelepah daun kelapa sawit merupakan pabrik minyak, dimana daun merupakan tempat proses fotosintesis yang hasil akhirnya menentukan pembentukan buah baik dari kuantitas maupun kualitas buah yang akan dipanen.

 Penunasan pada TM dapat dilakukan dengan sistem periodik dan sistem progresif. Sistem periodik adalah kegiatan menunas dengan rotasi sembilan bulan sekali. Sedangkan sistem progresif adalah penunasan yang dilakukan oleh pemanen bersamaan dengan kegiatan panen. Di lapangan penunasan yang dilakukan adalah penunasan bersamaan dengan kegiatan panen.

 Kegiatan ini dilakukan dengan cara memotong pelepah terlebih dahulu sebelum penurunan buah. Jumlah pelepah yang harus dipertahankan untuk mendapatkan produksi maksimal yaitu umur 3-5 tahun 48-56 pelepah, umur 5-10 tahun 46-48 pelepah, dan umur >10 tahun pelepah minimum 40 pelepah.

 Namun penunasan yang dilakukan tidak pada semua areal perkebunan kelapa sawit yang ada. Penunasan hanya dilakukan pada areal yang mudah dijangkau saja, sedangkan areal yang berbukit dan sulit dijangkau tidak dilakukan penunasan. Sehingga fotosintesis yang seharusnya terjadi pada daun-daun muda tidak berjalan dengan maksimal dan berdampak pada produksi kelapa sawit baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Selain kegiatan prunning, kegiatan pemupukan juga berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit. Pemupukan merupakan suatu kegiatan penambahan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsur hara makro dan mikro dalam jumlah yang cukup berimbang. Pupuk berguna bagi tanaman sebagai nutrisi untuk pembentukan buah, pertumbuhan, dan perkembangan sawit. 

Di lapangan Kegiatan pemupukan dilakukan, hal ini terlihat dari daun kelapa sawit yang menguning atau terbakar, pucat dan transparan, dipenuhi bercak merah, mengkriting dan melipat serta batang meruncing dan pelepah kemerahan. Tanaman kelapa sawit yang jarang dipupuk akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangannya serta produksi yang dihasilkan tanaman kelapa sawit. 

Karena pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara pada tanaman, jadi ketika tanaman tidak dipupuk maka tanaman hanya memanfaatkan unsur hara yang didapatkannya dari tanah saja, sehingga produksi tanaman tidak akan maksimal.

Gulma di perkebunan kelapa sawit harus dijaga populasinya sesuai dengan ambang batas ekonomi, karena selain menimbulkan persaingan dengan tanaman juga mengganggu kelancaran kegiatan kebun. 

Kelancaran kegiatan yang terganggu dapat mengurangi produktivitas tenaga kerja (PPKS, 2010). Di Perusahaan X pengendalian gulma merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan yang tidak kalah penting dibandingkan tindakan pemeliharaan lainnya, idealnya pengendalian gulma dilakukan 4-6 bulan sekali. Pengendalian gulma yang dilakukan belum sesuai dengan SOP, hal ini terlihat dari kondisi areal perkebunan yang semak, sehingga dilakukan kegiatan pengendalian gulma secara menyeluruh (blanket). 

Jenis gulma yang terdapat di areal perkebunan yaitu alang-alang, anak kayu, anak sawit dan mucuna brachtiata. Mucuna brachtiata akan menjadi gulma jika tidak dilakukan penyiangan ketika memasuki TM. Di lapangan mucuna brachtiata sudah masuk ke piringan dan melilit pohon kelapa sawit, sehingga menganggu pertumbuhan kelapa sawit. 

Keberadaan gulma pada perkebunan kelapa sawit akan menjadi penggangu bagi tanaman karena dapat mengurangi produksi kelapa sawit, selain itu juga dapat menjadi sarang hama dan dapat menyerang tanaman. Menurut Effendi dan Agus (2011), kerugian yang dapat ditimbulkan oleh gulma adalah sebagai berikut ini.

a. Menurunkan kemampuan produksi kelapa sawit akibat persaingan antara

gulma dan tanaman dalam pengambilan air, unsur hara, dan cahaya.

b. Mengotori kualitas hasil produksi, seperti pengotoran benih oleh biji-biji gulma

c. Mengganggu kelancaran pekerjaan, misalnya adanya duri-duri yang berasal dari gulma Amaranthus spinosus dan Mimosa spinosa.

d. Mengganggu produktivitas panen

e. Mengganggu tata guna air

f. Menjadi inang (host) bagi hama, disamping bersifat pathogen yang menyerang tanaman

g.  Mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman

Mengapa permasalahan pemeliharaan ini bisa terjadi? Perusahaan beralasan bahwa lokasi lahan perkebunan yang terlalu jauh, medan yang curam dan keadaan areal perkebunan yang licin ketika terjadi hujan menyebabkan hal ini dapat terjadi. Namun jika dilihat dari sudut pandang lainnya, maka kurangnya pengawasan menjadi alasan utama permasalahan ini terjadi. 

Perencanaan dan pengawasan memegang peranan penting dan mutlak dilaksanakan agar menghasilkan suatu pekerjaan yang efektif dan efisien yang menunjang keberhasilan usaha selanjutnya (Pardamean, 2014). Kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh mandor dan asisten terhadap kegiatan pemeliharaan mengakibatkan banyak pekerjaan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Sehingga banyak tanaman kelapa sawit yang tidak terpelihara dengan baik.

Pemeliharaan merupakan faktor penting untuk meningkatkan produksi kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit akan berproduksi optimal jika dipelihara dengan baik. Dampak dari dilakukannya kegiatan pemeliharaan tanaman dengan baik tidak akan terlihat dalam waktu dekat. Karena baik atau buruknya pemeliharaan yang dilakukan pada tanaman kelapa sawit akan berdampak 2-3 tahun mendatang. Sehingga bagaimana pun kendala yang terjadi di lapangan, kegiatan pemeliharaan tetap harus dilakukan guna menunjang produksi  kelapa sawit.

Peningkatan produksi kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh sistem pengelolaan dan penanganan perkebunan yang baik. Dalam hal ini perusahaan harus melakukan pengawasan terhadap pekerjaan pemeliharaan, misalnya dengan melakukan auditor internal setelah dilakukannya kegiatan pemeliharaan, agar pekerjaan yang dilakukan di lapangan sesuai dengan SOP perusahaan dan memperketat peraturan manajemen perusahaan agar pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab ingin melakukan sesuatu di luar perencanaan perusahaan tidak ada lagi sehingga perencanaan perusahaan dapat terjalankan dengan baik.

Daftar Pustaka

Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan, Efektivitas dan Efisiensi Aplikasi Herbisida. Yogyakarta (ID): Kanisius

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Pedoman Budidaya Kelapa Sawit (Elais Guineensis Jacq) yang Baik. ISBN: 978-979-1109-67-3

Effendi, R dan W., Agus. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Fauzi, Y. 2012. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Penebar Swadanya, Jakarta Harly, R., dan Afrijon, A. (2017). Manajemen Produksi dan Pemeliharaan Kebun Kelapa Sawit  Rakyat. Jurnal Agribisnis, 19(2), 95-101.

Pardamean, M. 2014. Sukses Membuka Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. Penebar  Swadaya. Jakarta

[PPKS] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2010. Budi Daya Kelapa Sawit. Jakarta (ID): PTBalai Pustaka.

Wika, N. 2018. Manajemen Pengendalian Gulma pada Tanaman Kelapa Sawit (Elais Guineensis Jacq) Belum Menghasilkan Di PT. Ivo Mas Tunggal, Sam-Sam Estate, Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, Riau. Laporan Tugas Akhir. Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun