Bekonang, sebuah kota kecil yang terletak di Indonesia, memiliki sejarah yang kaya akan minuman beralkohol sejak berabad-abad yang lalu. Minuman tradisional yang dibuat dari bahan-bahan lokal telah memainkan peran penting dalam upacara budaya dan keagamaan, serta pertemuan sosial. Seiring berjalannya waktu, pengenalan bahan-bahan dan teknik produksi baru, serta dampak kolonialisme, telah menyebabkan perubahan dalam budaya minum dan norma-norma sosial. Saat ini, industri alkohol lokal menghadapi tantangan dan peluang dalam beradaptasi terhadap perubahan preferensi konsumen dan pertumbuhan industri pariwisata.
Produksi dan konsumsi minuman beralkohol tradisional di Bekonang telah menjadi bagian integral dari budaya lokal selama berabad-abad. Minuman ini terbuat dari bahan-bahan lokal seperti tetes tebu, pisang kluthuk, ketan hitam, dan berbagai buah-buahan. Mereka sering dikonsumsi pada upacara budaya, seperti pernikahan dan acara masyarakat, serta pertemuan sosial. Misalnya saja ciu, minuman tradisional yang sudah terkenal beerbahan dasar dari tetes tebu, yang sering disajikan saat pesta pernikahan sebagai simbol kemakmuran dan keberuntungan.
Demikian pula gedhang kluthuk, minuman dati pisang kluthuk yang difermentasi, biasa dikonsumsi pada upacara pernikahan dan acara dangdut. Konsumsi alkohol di Bekonang juga mempunyai makna sosial. Hal ini sering digunakan sebagai cara untuk membangun dan memelihara hubungan sosial, serta untuk menunjukkan keramahtamahan. Misalnya, merupakan kebiasaan bagi tuan rumah untuk menawarkan minuman beralkohol kepada tamunya sebagai tanda rasa hormat dan persahabatan. Selain itu, meminum alkohol dipandang sebagai cara untuk beristirahat dan melepas penat setelah seharian bekerja.
Pengenalan bahan-bahan baru dan teknik produksi telah menyebabkan evolusi minuman beralkohol di Bekonang. Selama era kolonial, Belanda memperkenalkan bahan-bahan baru seperti hop dan barley, yang mengarah pada produksi bir. Produksi bir dan minuman beralkohol lainnya menjadi lebih dikomersialkan, dan budaya minum serta norma sosial mulai berubah. Konsumsi alkohol menjadi lebih luas, dan tempat minum seperti bar dan klub mulai bermunculan. Saat ini, industri alkohol lokal menghadapi tantangan dan peluang dalam beradaptasi terhadap perubahan preferensi konsumen dan pertumbuhan industri pariwisata.
Beberapa minuman tradisional, seperti ciu dan kluthuk, masih populer, namun minuman baru seperti leci, minuman rasa leci hasil sulingan, juga semakin populer. Industri pariwisata juga menyebabkan komersialisasi minuman tradisional, dengan banyak produsen skala kecil kini menjual produk mereka kepada wisatawan. Biasanya para wisatawan dari luar negeri juga sering mampir walaupun hanya sekedar mencicipi minuman tradisional dari Bekonang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H