Mohon tunggu...
Nur Sriwahyuni Sariyono
Nur Sriwahyuni Sariyono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN Parepare

Nur Sriwahyuni Sariyono Mahasiswa IAIN Parepare Fakultas Ekonomi & Bisnis Islam Program Studi Perbankan Syariah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Toleransi Beragama: Refleksi dari Kasus Larangan Ibadah oleh ASN terhadap Tetangga

7 Januari 2025   12:58 Diperbarui: 7 Januari 2025   14:33 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Toleransi Beragama: Refleksi dari Kasus Larangan Ibadah oleh ASN terhadap Tetangga


Nur Sriwahyuni Sariyono


PENDAHULUAN
Toleransi beragama merupakan salah satu pilar utama dalam menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis di tengah masyarakat yang plural, terutama di negara seperti Indonesia yang kaya akan keragaman agama, suku, dan budaya. Toleransi bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga mengakui hak setiap individu untuk menjalankan ibadah dan keyakinannya dengan bebas, selama tidak mengganggu hak orang lain. Dalam konteks ini, setiap kebijakan atau tindakan yang menghambat hak beragama seseorang perlu mendapatkan perhatian serius, karena hal tersebut tidak hanya menyangkut aspek hukum, tetapi juga kemanusiaan.
Baru-baru ini, Indonesia dihadapkan pada sebuah kasus yang mencuat ke publik dan menyentuh isu toleransi beragama, yaitu larangan ibadah oleh seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap tetangganya yang beragama berbeda. Kasus ini berawal ketika seorang ASN, yang bekerja di instansi pemerintah, menghalangi tetangganya yang beragama Kristen untuk melaksanakan ibadah di rumah mereka. Tindakan ini menimbulkan kecaman dari berbagai kalangan, baik masyarakat umum, tokoh agama, maupun pegiat hak asasi manusia, karena dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak beragama yang dijamin oleh konstitusi negara.
Kasus ini memperlihatkan adanya tantangan besar dalam membangun toleransi beragama, terutama ketika individu yang memiliki kekuasaan atau posisi di pemerintahan tidak mampu menjadi teladan dalam menghargai perbedaan. ASN seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat dalam berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, yang salah satunya menekankan pentingnya toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan. Kejadian ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah lama dikenal dengan semangat "Bhinneka Tunggal Ika", perbedaan agama masih menjadi masalah yang bisa memicu konflik sosial jika tidak dikelola dengan baik.
Di sisi lain, kasus ini juga menunjukkan bagaimana sikap intoleransi beragama dapat muncul di tingkat individu dalam kehidupan sehari-hari, bahkan di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi setiap orang untuk beribadah. Dalam kasus ini, tetangga yang dilarang beribadah merasa tertekan dan terpinggirkan hanya karena perbedaan keyakinan agama. Tindakan ini mengingatkan kita akan pentingnya pendidikan toleransi sejak dini di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat agar pemahaman akan pluralitas agama bisa diterima dengan baik, tanpa ada diskriminasi atau permusuhan.
Toleransi beragama yang baik juga perlu didukung oleh kebijakan pemerintah yang memastikan adanya perlindungan bagi setiap individu dalam menjalankan ibadah dan keyakinannya tanpa adanya tekanan atau hambatan dari pihak manapun. Negara harus hadir untuk melindungi hak-hak warga negara, termasuk hak untuk beribadah, dengan tegas dan jelas, serta menegakkan hukum kepada siapapun yang melakukan tindakan intoleransi.
Membangun toleransi beragama membutuhkan komitmen bersama, baik dari pemerintah, tokoh agama, masyarakat, maupun individu. Dialog antar agama dan budaya harus terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan mengurangi prasangka negatif yang bisa berujung pada ketidakpercayaan dan konflik. Toleransi tidak hanya soal menerima perbedaan, tetapi juga tentang menciptakan ruang yang aman dan inklusif untuk setiap individu agar dapat hidup berdampingan tanpa rasa takut atau terancam.
Moderasi dan toleransi dalam kehidupan beragama adalah fondasi utama untuk memelihara harmoni sosial di tengah masyarakat yang beragam, khususnya di Indonesia yang memiliki keragaman agama dan budaya. Namun, baru-baru ini terjadi sebuah peristiwa di Kota Bekasi yang melibatkan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diduga melarang tetangganya yang non-muslim melaksanakan ibadah di rumah mereka. Kejadian ini menimbulkan diskusi tentang pentingnya menjaga sikap toleransi beragama serta bagaimana moderasi dapat menjadi kunci dalam mencegah munculnya tindakan intoleran di tengah masyarakat. Seorang ASN yang seharusnya menjadi teladan dalam menerapkan nilai-nilai kebhinekaan, justru terlihat kurang mencerminkan sikap tersebut dengan membatasi kegiatan ibadah tetangganya yang memiliki keyakinan berbeda. Insiden ini mencerminkan bahwa, meskipun Indonesia dikenal sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, praktik intoleransi masih kerap ditemukan, khususnya dalam interaksi antar umat beragama.
Secara keseluruhan, refleksi dari kasus larangan ibadah oleh ASN terhadap tetangga ini mengajarkan kita bahwa membangun toleransi beragama bukanlah hal yang mudah, namun sangat penting untuk menjaga keharmonisan dan keutuhan masyarakat. Setiap individu, tanpa terkecuali, harus mampu menghargai perbedaan dan menjalankan nilai-nilai toleransi untuk menciptakan Indonesia yang lebih damai dan sejahtera.


PEMBAHASAN
Indonesia sebagai negara yang kaya akan keberagaman budaya, suku, dan agama memerlukan upaya yang kuat dalam membangun toleransi beragama. Salah satu elemen yang paling mendasar dalam kehidupan bermasyarakat adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan agama yang ada di sekitar kita. Dalam hal ini, penting untuk memahami bahwa agama adalah hal yang sangat pribadi dan hak setiap individu untuk bebas menjalankan ajaran agamanya. Namun, dalam prakteknya, toleransi beragama di Indonesia kerap diuji, terutama ketika kasus-kasus intoleransi muncul, seperti yang terlihat dalam kasus larangan ibadah oleh seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap tetangga yang berbeda agama.
Kasus ini bermula dari peristiwa yang terjadi di sebuah lingkungan tempat tinggal di Indonesia, di mana seorang ASN menghalangi tetangganya yang beragama Kristen untuk melakukan ibadah. ASN tersebut merasa bahwa ibadah yang dilakukan oleh tetangganya mengganggu kenyamanan dan ketertiban lingkungan. Larangan ibadah tersebut tidak hanya melibatkan individu secara pribadi, tetapi juga berpotensi menciptakan ketegangan antara warga yang beragama berbeda. Kasus ini kemudian menjadi perhatian publik, mengingat posisi ASN sebagai aparat pemerintah yang seharusnya memberikan contoh terbaik dalam hal penghormatan terhadap keberagaman dan toleransi antar umat beragama.
Tindakan ASN ini menunjukkan adanya pemahaman yang keliru mengenai toleransi beragama. Sebagai seorang ASN, yang seharusnya menjadi teladan dalam masyarakat, dia seharusnya paham bahwa Indonesia menjunjung tinggi prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yaitu "Berbeda-beda tetapi tetap satu". Prinsip ini menekankan bahwa meskipun bangsa ini terdiri dari berbagai agama, suku, dan budaya, setiap perbedaan harus diterima dan dihormati. Oleh karena itu, tindakan menghalangi ibadah merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, khususnya hak untuk beragama yang dijamin oleh konstitusi Indonesia.
Toleransi beragama bukanlah sekadar sikap saling menghormati antarumat beragama, tetapi juga mencakup pengakuan dan penghormatan terhadap hak setiap individu untuk menjalankan agama dan keyakinannya sesuai dengan ajaran yang diyakini. Toleransi yang baik diharapkan dapat menghindari ketegangan sosial, konflik antaragama, dan perpecahan dalam masyarakat.
Indonesia sebagai negara yang terdiri dari berbagai agama dan kepercayaan, mulai dari Islam, Kristen, Hindu, Buddha, hingga agama-agama kepercayaan tradisional, harus memiliki komitmen bersama dalam membangun budaya toleransi. Negara memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kebijakan yang melindungi hak setiap individu untuk bebas beragama, serta memastikan bahwa setiap perbedaan agama dapat diterima dengan lapang dada.
Sebagai negara yang menganut prinsip Pancasila, nilai-nilai seperti toleransi, gotong royong, dan kebersamaan harus diterapkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Toleransi beragama tidak hanya melibatkan penerimaan terhadap perbedaan keyakinan tetapi juga menciptakan ruang bagi setiap orang untuk saling memahami dan hidup berdampingan tanpa rasa takut atau terpinggirkan.
Tindakan seorang ASN yang melarang tetangganya beribadah jelas menimbulkan dampak sosial yang cukup besar. Tidak hanya terhadap individu yang dilarang beribadah, tetapi juga terhadap hubungan sosial antarwarga yang bisa terganggu. Kasus ini menunjukkan bahwa sikap intoleransi dapat memicu ketegangan di lingkungan masyarakat yang seharusnya hidup dalam kedamaian.
Ketegangan sosial semacam ini dapat berlanjut menjadi konflik yang lebih besar jika tidak dikelola dengan baik. Ketika salah satu kelompok merasa diperlakukan tidak adil karena perbedaan agama, hal itu dapat menumbuhkan rasa kebencian, permusuhan, dan ketidakpercayaan antara kelompok yang berbeda. Padahal, dalam masyarakat yang plural, konflik antaragama harus dihindari, dan justru yang perlu dibangun adalah komunikasi yang baik, pengertian, dan saling menghormati antar pemeluk agama yang berbeda.
Sebagai seorang ASN, yang memiliki posisi strategis dalam pemerintahan, seharusnya ia menjadi teladan dalam hal toleransi dan saling menghormati antarumat beragama. ASN memiliki kewajiban untuk mendukung kebijakan pemerintah yang mempromosikan keberagaman dan menghindari tindakan diskriminatif, termasuk tindakan intoleransi beragama.
Tindakan ASN dalam kasus ini bertentangan dengan kewajibannya untuk menghormati hak asasi manusia, termasuk hak untuk beragama. Di sisi lain, ASN juga perlu diingatkan akan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila pertama yang menekankan ketuhanan yang maha esa, yang mengajarkan penghormatan terhadap perbedaan agama. Sebagai bagian dari aparatur pemerintah, ASN seharusnya mematuhi hukum yang melarang diskriminasi berbasis agama, serta menegakkan prinsip-prinsip kesetaraan di masyarakat.
Pendidikan toleransi beragama perlu ditanamkan sejak dini dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan ini bukan hanya sebatas mengajarkan nilai-nilai agama, tetapi juga bagaimana mengelola perbedaan dan konflik yang mungkin timbul akibat perbedaan keyakinan. Di sekolah, misalnya, anak-anak diajarkan untuk menghargai keberagaman dan menerima perbedaan agama sebagai bagian dari kehidupan sosial mereka. Begitu pula dalam keluarga, orang tua memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai toleransi kepada anak-anak mereka.
Selain itu, masyarakat juga harus proaktif dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk beribadah. Masyarakat harus memiliki kesadaran kolektif untuk menciptakan suasana yang aman dan damai, di mana setiap individu bebas untuk menjalankan agamanya tanpa takut akan diskriminasi.
Pemerintah memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa hak-hak warga negara, termasuk hak untuk beragama, dihormati dan dilindungi. Negara harus mengambil langkah-langkah yang jelas dan tegas dalam menangani kasus-kasus intoleransi beragama. Selain itu, penegakan hukum terhadap pelaku intoleransi harus dilakukan secara adil dan tidak pandang bulu, tanpa membedakan jabatan atau status sosial.
Undang-undang yang melindungi kebebasan beragama dan melarang diskriminasi berbasis agama harus ditegakkan dengan serius. Negara harus memastikan bahwa setiap orang, baik ASN maupun warga biasa, memahami betul bahwa tindakan yang menghalangi atau mendiskriminasi berdasarkan agama adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

PENUTUP
Kasus larangan ibadah oleh ASN terhadap tetangga ini mengingatkan kita bahwa membangun toleransi beragama tidak bisa dilakukan dalam semalam. Dibutuhkan komitmen dari semua pihak—pemerintah, masyarakat, dan individu—untuk menciptakan lingkungan yang saling menghormati dan menerima perbedaan agama. Dalam konteks ini, penting untuk menegaskan bahwa kebebasan beragama adalah hak setiap individu yang harus dihormati, tanpa adanya intervensi atau diskriminasi dari pihak manapun.
Pendidikan, kebijakan negara yang mendukung toleransi, serta penegakan hukum yang tegas terhadap tindakan intoleransi adalah langkah-langkah penting yang harus diambil untuk menciptakan Indonesia yang lebih damai, adil, dan harmonis. Toleransi beragama bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga menciptakan ruang yang aman bagi setiap individu untuk menjalankan keyakinannya tanpa rasa takut akan penindasan atau persekusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun