Mohon tunggu...
Nurlaely
Nurlaely Mohon Tunggu... Guru - GURU

Hobby menulis, tapi banyak malasnya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keberadaan SKT: Antara Budaya dan Pekerja Wanita dalam Neraca Negara

3 Desember 2023   08:43 Diperbarui: 3 Desember 2023   08:46 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Ngadu Bako", merupakan istilah yang tidak asing lagi bagi masyarakat di tanah Sunda khususnya kaum bapak-bapak yang sudah senior. Kegiatan ini banyak dilakukan di tengah keramaian; baik dalam keadaan suka maupun di masa duka, misalnya pada acara nikahan, sunatan, ronda malam/siskamling, rapat RT, bahkan pada saat tahlilan ataupun momen-momen lainnya. Rokok yang dikonsumsi dalam perhelatan ini rata-rata merupakan rokok kretek karena kata mereka rokok kretek bisa dinikmati lebih lama, rasanya manis dan bisa menghilangkan rasa asam di mulut, serta teksturnya padat. Budaya merokok tidak hanya dilakukan para pria tua saja, tapi juga anak-anak muda pendaki gunung yang tidak pernah lupa membawa rokok kretek karena bisa menghangatkan badan, menghilangkan dingin di ketinggian serta bisa membuka obrolan dengan rekan sesama pendaki. Penyuka rokok berprinsip "hidup tanpa rokok, bagaikan sayur tanpa garam", saking besarnya arti rokok dalam kehidupan.

Berbicara tentang Rokok kretek bermula dari kota Kudus pada akhir abad ke 19 dan penemunya adalah H. Djamari. Beliau meracik cengkih dan mencampurnya dengan tembakau dan dilinting menjadi rokok yang konon dianggap obat sampai akhirnya rokok kretek dikenal luas di seantero nusantara bahkan sampai ke luar negeri. Begitu panjang perjalanan penyebaran rokok ini, mulai dari jawa timur sampai jawa barat, sehingga hal ini menguntungkan penduduk di sekitarnya, khususnya dari segi ekonomi. Ada banyak sentra industri rokok sigaret di wilayah pulau Jawa, diantaranya di Jawa Tengah yaitu Kabupaten Kudus dan Kabupaten Klaten, di Jawa Timur yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Kediri, Kabupaten  Malang, dan Kabupaten Mojokerto, DI Yogyakarta di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, serta sentra Jawa Barat di Kabupaten  Majalengka dan Kabupaten Cirebon. Di daerah-daerah ini banyak memproduksi Sigaret Kretek Tangan dengan memperkerjakan para penduduk di sekitar.

Jika ditelusuri istilah Sigaret Kretek Tangan (SKT) muncul dari bahan pembungkus, bahan baku atau isi, dan proses pembuatannya. Sigaret adalah rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas, rokok kretek adalah rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkih yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana.

Keberadaan SKT kini jadi perbincangan ramai setelah ditayangkannya film Gadis Kretek yang dibintangi Dian Sastrowardoyo dengan latar belakang perusahaan Sigaret Kretek Tangan (SKT). Film ini diangkat dari novel karya Ratih Kumala yang terbit pada tahun 2012. Novel Gadis Kretek menyabet 10 besar penerima penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2012. Film ini menceritakan tentang seorang Perempuan yang terobsesi meracik kretek terenak walau ada larangan bagi perempuan melakukannya. Kembali kepada pembahasan SKT, kebanyakan sentra SKT  cenderung memperkerjakan tenaga perempuan dibanding laki-laki. Alasannya adalah pekerja pria dikhawatirkan sering terlibat dalam demo buruh sehingga bisa menghambat produktifitas. Selain itu, dalam proses produksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) perlu tenaga kerja yang terampil, tekun, dan rapi sehingga memperkerjakan tenaga wanita merupakan solusi dengan anggapan mereka lebih rajin, teliti, patuh dan upahnya bisa murah serta tidak banyak menuntut. Wanita dianggap lebih bertanggung jawab  dalam bekerja sebagai pelinting rokok karena mereka merasa bergantung dengan pekerjaannya. Mereka rata-rata berasal dari latar belakang ekonomi yang pas-pasan, pendidikan yang rendah, keluarga yang membutuhkannya, serta merupakan penduduk setempat yang tidak memerlukan akomodasi untuk pulang-pergi ke tempat kerjanya. Selain itu Perempuan lebih sabar dan konsisten dalam melakukan pekerjaan monoton berjam-jam setiap harinya.

Bagaimana peran Sigaret Kretek Tangan (SKT) dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional? Sebagai salah satu jenis rokok yang diproduksi nasional tentunya memberi sumbangsih yang cukup tinggi yaitu:

  • meningkatkan perekonomian rakyat. Peran industri rokok dalam menanggulangi masalah pengangguran dan memajukan petani tembakau sangat besar. Ketika semua tenaga manusia digantikan oleh mesin, SKT konsisten memperkerjakan tenaga manusia khususnya tenaga perempuan. Dengan terserapnya ribuan pekerja ini maka ekonomi di daerah tersebut berjalan dengan baik, berkurangnya pengangguran, dan kesejahteraanpun naik. Para Perempuan yang umumnya menjadi tulang punggung keluarga bisa membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan dan mendukung pendidikan untuk para keturunannya sehingga terhindar dari kebodohan dengan menyekolahkannya walau tidak terlalu tinggi.
  • Menambah penghasilan negara yang berasal dari cukai dan pajak rokok. Menurut sejumlah laporan, Pada tahun 2015, rokok menjadi penyumbang pendapatan terbesar dari cukai sebesar Rp139,5 Triliun. Penerimaan ini menjadikan hampir 96% penerimaan cukai negara didominasi oleh masukan dari sektor produksi tembakau.
  • Membantu pemerintah menyukseskan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dengan  menggunakan sebagian porsi pajak rokok dan menutup defisit yang dialami BPJS Kesehatan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Nasional. pemanfaatan Pajak Rokok adalah untuk menutup defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dalam Peraturan Presiden  tersebut, pemerintah menetapkan mekanisme pemungutan pajak rokok untuk JKN. Mekanismenya adalah dari 50% pajak rokok untuk daerah, sebanyak 75% akan diambil pemerintah pusat untuk disalurkan ke program JKN.
  • mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara dari cukai dan pajak rokok.

Mengingat betapa besarnya penyerapan tenaga kerja dalam proses Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan perannya dalam menstabilkan perekonomian nasional ini maka  pemerintah dan pengusaha harus tetap konsisten menjaga keberadaan Sigaret Kretek Tangan (SKT) agar roda perekonomian di daerah-daerah penghasil rokok tetap berputar. Pemerintah harus berusaha untuk meningkatkan konsumen SKT agar tidak lari ke Sigaret Kretek Mesin (SKM) dengan meningkatkan kualitas dan menstabilkan harga SKT dibawah SKM. Oleh karena itu betapa pentingnya menjaga keberadaan SKT demi keberlangsungan budaya dan pekerja serta menstabilkan neraca ekonomi negara, maka sudah sepantasnyalah cukai dan pajak untuk SKT dihapuskan agar keberadaannya tetap dikejar oleh insan-insan perokok dengan fulus terbatas.

Sumber Tulisan :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun