Kepada keturunan lelakinya beliau bertututur, “Sebelum menikah, pastikan calon jodoh kalian perempuan baik-baik. Supaya tidak bermasalah di kemudian hari.
“Andai ada perselisihan dalam rumah tangga, bicarakan dengan kepala dingin. Sekiranya tak tiada kecocokan lagi, kembalikan anak orang kepada ibu bapa dan keluarganya secara terhormat. Kemudian baru rencanakan menikah lagi. Jangan kalian hanya pandai jadi laki, tapi tidak jantan."
Lain kisah nenek saya, beda pula cerita Nenek Rahmah bukan nama sebenarnya. Beliau dimadu pada usia tiga puluhan. Saat istri muda dan suaminya menandangi mertua, Nenek Ramah nyelonong masuk rumah. Terus melemparkan tamu tersebut pakai kotoran sapi.
Begitu dahsyatnya efek tekanan batin yang dialami oknum istri yang dimadu. Mereka stress, mudah dikuasai emosi, sampai gelap mata melakukan tindakan di luar kewarasan.
Meski dalam Islam poligami itu dibolehkan, hanya sedikit perempuan yang rela berbagi cinta dengan wanita lain. Entah alasan mematuhi ajaran agama, atau dilatarbelakangi harta. Allahu alam bish shawab. Mereka dan Tuhanlah yang tahu.
Ada pula istri yang menerima karena terpaksa. Suaminya memberi sinyal merah. Dimadu atau berpisah.
Keduanya ada konsekwensinya. Pilih bercerai, risikonya anak-anak masih kecil-kecil, sumber nafkah satu-satunya berasal dari suami, dan pertimbangan lainnya.
Sepanjang pengalaman saya, sebagian besar wanita tidak siap diduakan. Tidak sedikit mereka memilih bercerai daripada berkongsi dan bergilir suami.
Syukur, kalau suami yang mau mengalah. Dia mengakhiri pernikahannya dengan istri ke dua. Come back to yang pertama.
Bagaimanapun, hati istri yang telah terlukai susah obat untuk dicari. Renungkanlah wahai para suami dan juga istri. Tiada asap kalau tak ada api.
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H