Membeli jajanan keliling mewakafkan  sensasi tersendiri bagi kami anak kos era 70-an. Penjajanya anak-anak cowok usia SD-SMP.
Sebagian bocah-bocah tersebut menjual kue orang lain. Bukan bikinan orang tuanya sendiri.
Mereka hanya menerima komisi dari empunya  sesuai jumlah barang yang terjual. Uangnya mereka gunakan untuk meringankan beban hidup orang tua.Â
Baragam kue mereka tawarkan. Yang paling  kami suka adalah godok paruik ayam berbahan baku singkong dan  kue mangkuak (mangkok) dari tepung beras.
Saya sekamar dengan teman-teman  dari desa TP, yang terkenal dengan sawahnya yang luas.  Setiap bulan stok beras mereka surplus. Daripada berkutu, lebih baik disimsalabim jadi kue. Nyantapnya bersama-sama.Â
Zaman itu anak-anak  menjaja kue dan  es adalah hal lumrah. Trayeknya, jalanan di tengah Kota Sungai Penuh sampai ke lorong-lorong pemukiman penduduk.
Penjual kue berteriak-teriak dengan beban di kepala, pengasong es mempromosikan dagangannya dengan termos tentengan.
Luar biasa. Mereka adalah petarung ulung. Masa kanak-kanak yang seharusnya dinikmati dengan bermain, mereka malah bergulat dengan beban hidup.
Sering mereka dibully. Lagi asyiknya berteriak, " Es ..., mambo ... es .... Pokat ..., Â durian lemon, eeeesss ...."