Tiga kali windu berganti, usiamu melancip di pondok nelayan. Dibuai riak gelombang, topan siap membanting, hujan dikirim langit, petir disembur awan tak pilih lawan tak kenal kawan.
Sudahlah ...! Â Aku tak tega lagi membiarkan dirimu sepi sendiri, dari area satu ke tepian lain, merakit seribu mimpi. Bersuluh lentera bersumbu minyak, bersungkup langit tiada berkaki.
Aku akan menemanimu sampai nanti, bermanja-manja di sela lembutnya  bisikan angin malam,  berkisah tentang  ikan  yang enggan merapat, udang yang kurang bersahabat, tengkulak yang suka mempermainkan harga. Â
Kukira kau juga  merindukan curhatanku. Hidup bukan hanya perkara uang. Si kecil sering membandel, semester si sulung mendekati kalender, soal Corona dan razia masker.
"Perempuan nginap di pondok nelayan? Itu bukan tradisi," katamu. Kau tersenyum. Aku tertunduk malu. Jemari tanganku saling menggenggam. Aku  menerima penolakanmu, meski  batinku  sedikit kecewa.
****
Simpang Empat Danau Kerinci, 22/06/2020.
Hj. NURSINI RAIS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H