Untuk memproduksi tepung sagu, prosesnya amat rumit dan panjang.
Setelah rumbia cukup umur antara 5-7 tahun, pohonnya ditebang. Terus dipotong-potong sekira 1 m, dibelah menjadi 4 bagian atau sesuai keinginan. Kemudian digotong bawa pulang.
Sampai di rumah, daging batangnya dicincang. Lalu ditumbuk halus dengan tangan menggunakan lesung dan alu.
Selanjutnya tuangkan air dingin ke dalam ember agak besar. Jangan terlalu penuh. Tutup permukaannya pakai kain tipis untuk saringan. Kendorkan sedikit supaya bagian tengahnya terendam. Lalu diikat pakai tali.
Ambil 1 atau 2 genggam daging batang rumbia tumbuk tadi. Taruh di atas kain saringan, terus diremas-remas.
Apabila airnya tampak bening, berarti sagunya telah mengendap pada dasar ember. Peras sampai kering. Ampasnya dibuang atau disimpan untuk makanan ternak. Ganti lagi dengan sagu tumbuk yang lain. Begitu seterusnya sampai bahan tersebut habis.
Setelah sagunya mengendap sempurna, buang airnya sampai kering. Keluarkan sagunya, jemur pada terik mata hari beralaskan tikar.
Mirisnya, tidak semua pohon rumbia memiliki kadar sagu yang tinggi. Andai pohon A hasilnya 2 kg, mungkin pohon B cuman 1 kg. Batang sagu diperoleh dari membeli.
Bila teringat perjuangan membantu Emak meremas sagu sampai malam pakai lampu minyak, sering air mata saya menetes. Kadang-kadang ngantuknya setengah pingsan. Pernah tangan bekerja mata terpejam. Kepala tersungkur sampai ke lutut.
“Tahan dulu, Nak. Tahan .... Tinggal dikit. Nanggung kalau diselesaikan besok,” kata Emak. Bukan sekali dua. Karena sagu adalah bagian dari hidup kami. Terutama memanfaatkan waktu senggang sebelum musim turun ke sawah,