"Memuaskan Pasangan, Urusan Siapa?” Demikian tawaran dari kompasiana untuk sebuah topik pilihan, yang ditayangkannya beberapa hari yang lalu.
Otak saya merefleks. "Ya, urusan pasutri masing-masing lah. Mosok urusan Pak Jokowi. He he .... " Ide terkait topik itu mulai mundar-mandir di kepala saya. Hayalan mengelana, fokus bahasannya pada bagian apa dan harus mulai dari mana.
Di sisi lain, selaku orang timur hati kecil ini menolak untuk membicarakan urusan yang satu ini. Usia mendekati kepala tujuh, sudah bercucu pula. Tak sepantasnya lagi membahas hal yang berbau "amis bin anyir" gituan. Serahkan saja pada kompasianers muda.
Saya jelajahi kumpulan artikel topik pilihan terkait. Umumnya tulisan yang masuk didominasi oleh curhatan penulis muda. Tentu paparannya sesuai dengan selera dan pengalaman mereka masing-masing.
Saya abaikan pertentangan batin yang menggerogoti. Saya berpikir, barangkali kompsianers muda juga butuh pengalaman dari perempuan sepuh seperti saya. Toh lambat laun mereka juga akan menua.
Berdasarkan pengalaman, seiring bertambahnya usia hasrat seksual "wanita normal", lebih cepat menurun ketimbang seksualitas kaum adam.
Kata "wanita normal" saya bubuhkan tanda kutip. Sebab, konon menurut gosip-gosip yang belum bisa dibuktikan, ada sedikit perempuan yang centilnya minta ampun, alias hiperseksual. Meskipun usianya telah menunjukkan angka lima puluhan. Saking hipernya, ibarat permainan suaminya menyerah kalah dan dipaksa keluar dari arena.
Kembali ke masalah wanita normal. Menurunnya hasrat seksualitas perempuan, ditandai oleh keengganan, dan sangat malas berhubungan intim. Lagi-lagi ini menurut pangalaman.
Bukan berarti dia tidak menikmati. Bahkan saat adegan berlangsung, semakin perempuan itu berumur, kian tinggi keinginannya untuk menikmati seksualitas secara mendalam. Yang penting berikan dia perasaan nyaman.
Nyamannya Seperti Apa?
Pertama, bebas dari tekanan lahir dan batin, hingga kedua pihak melakukannya dengan ikhlas tiada paksaan.
Ke dua, pastikan tidak ada raganya yang merasa sakit dan tersakiti.
Nah, poins terakhir ini yang sering menimbulkan konflik bagi pasangan manula. Pasalnya, ketika seorang perempuan memasuki usia menopause, dia tidak lagi mengalami menstruasi. Kata emak-emak kampung, air sungai sudah kering.
Keringnya air sungai dimaksud dibarengi kekeringan-kekeringan lain. (Sekali lagi maaf, termasuk Ms "V"). Saat berhubungan intim sakitnya tak ketulungan.
Kondisi inilah yang membuat nenek-nenek trauma untuk berhubungan intim. Sementara semangat si kekek masih menggebu-gebu.
Percaya atau tidak, gara-gara benturan ini, di kampung-kampung banyak pasangan sepuh yang bermasalah. Adakalanya si kakek yang berulah, memilih kabur dan menikah lagi. Kadang-kadang dia memperlakukan isterinya seperti babu. Salah dikit marah, ngomong dikit salah.
Tak jarang juga sang nenek yang bertingkah. Meninggalkan suami dalam waktu yang lama. Ikut anak di rantau berbeda. Berdalih menemani anak gadis yang bekerja di kota A, ngasuh cucu di kota B, dan alasan lainnya yang terkesan mengada-ngada.
Masalahnya semakin runyam, anak-anak mendukung sikap ibunya. "Gak apa-apa. Kan ada Mbak Ana dan Mas Anu yang ngurus Bapak."
Mendingan kalau ada si Mbak dan si Mas. Kalau Bapaknya sebatang kara, apa yang terjadi? Anak-anak telah bekeluarga semua dan pisah rumah. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing.
Hal begini tak perlu terjadi jika komunikasi terjalin dengan baik. Katakan pada pasangan, problem yang Anda hadapi. Baik persoalan lahiriah, maupun batiniah. Terutama kaum isteri yang suka tertutup dengan masalah yang terlanjur dianggap tabu untuk diperbincangkan ini.
Jangan minder, jangan malu. Bicarakan dengan pasangan secara terbuka. Suami juga mengerti, bahwa kekurangan diri Anda adalah efek dari ketuaan dan sudah merupakan sunatullah.
Toh suami juga tak seganteng dan seperkasa dahulu lagi. Mungkin perutnya sudah gendut, ubannya sudah memutih, dan kelemahan lainnya seirama dengan kendala yang ada pada diri isteri.
Terkait kasus kekeringan tadi, itu masalah gampang. Hubungi dokter kandungan. Problem Anda akan kelar dalam waktu sekejap. Kakek dan nenek akan menikmati momen percintaan seperti pasangan muda. Meskipun kalah di segi intensitas.
Oleh sebab itu, di usia senja jangan menjadikan hubungan intim sebagai momok yang menakutkan. Pasangan muda menikmati seks dengan gembira, kakek-nenek juga berhak menikamati.
Demikian artikel ini saya tulis berdasarkan pengalaman. Bukan bermaksud menggurui. Semoga bermanfaat. Andai ada yang kurang pas, diharapkan kompasianers lain meluruskannya. Terutama beliau-beliau yang berprofesi sebagai dokter. Salam dari Pinggir Danau Kerinci. ****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H