Untuk membantu memulihkan ekonomi masyarakat yang terdampak Virus Corona, Presiden Joko Widodo mengeluarkan sejumlah kebijakan.
Salah satunya menggratiskan tarif listrik bagi pelanggan 450 Volt Ampere. Sementara untuk konsumen yang memakai Volt Ampere 900 diberikan diskon 50%. (sumbarfokus.com, 31/03/2020). Pembebasan tersebut berlaku mulai bulan April sampai Juni 2020.Â
Saya telah menikmatinya. Ketika akan membayar tagihan bulan ini Jumat 10 April yang lalu, dalam komputer agen pembayaran telah tercatat kata "lunas".
Dasar emak-emak kampung. Yang judulnya gratis, hampir tak bertaut bibir ini karena tersenyum. Meskipun sedang sendirian.Â
Namun, cowok gantengku berkomentar, "Mentang-mentang gratis, jangan over konsumtif. Mana tahu, petugas pencatatnya libur selama Covid-19."
Saya belum paham apa yang dia maksud. "Apa hubungannya tukang catat libur dengan pembebasan iuran listrik?"
"Tentu untuk menetapkan jumlah pemakaiannya pihak PLN main 'tembak jenggo'. Syukur kalau mereka menghitung berdasarkan rata-rata bulan sebelumnya. Kalau jauh lebih rendah, giliran berbayar jumlah angka pemakaiannya numpuk, sesuai kondisi rielnya. Bisa-bisa kita terbayar sampai jutaan rupiah."
Saya mengiayakan. Kemungkinan tersebut bisa saja terjadi. Saya pernah mengalaminya. Empat bulan berturut-turut, tagihan rekening listrik kami 4 kali lipat dari rata-rata tarif sebelumnya.
Yang bikin kesal, pembayaran tertinggi Agustus 2019. Padahal bulan itu 2 minggu rumah kami kosong. Sebab, kami berada di Jambi. Yang nyala cuman lampu teras bola 10 watt.
Waktu dikonfirmasi, tukang catatnya berdalih, "Setiap saya ke sana, pagar Ibu digembok. Karena tak bisa masuk ya, saya lewatkan saja," katanya.
Sebenarnya bukan digembok. Tetapi gembok rusak yang tergantung 24 jam pada sangkutan kincinya. Dari jauh tampak seperti dikunci. Kesalahannya dia (petugas) tidak memperhatikannya dari jarak dekat.Â