Mereka tak ambil pusing apa itu Omnibus Law, tak mau tahu tentang International Women's Day (IWD). Tiada juga menuntut kesetaraan gender. Yang penting, mereka bekerja demi mendapatkan uang untuk menambah income keluarga.
Barangkali itulah yang lengkat di benak kaum buruh perempuan lapisan paling bawah di pedesaan, yang menjual jasanya di sawah dan ladang.
Di daerah kebun saya Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Jambi, durasi kerjanya 5 jam. Masuk pukul 07.00, keluar pukul 12.00, dengan upah Rp 50 ribu per hari. Dapat jatah snack satu kali. Untuk makan siang bawa bekal sendiri-sendiri.
Mereka bekerja di lahan kering (kebun). Mulai menanam, merumput, memupuk, sampai memanen. Sesuai musimnya.
Lain di Batang Merangin, beda pula di Daerah Danau Kerinci (tempat saya berdomisili). Di sini, kebanyakan emak-emak buruh tani beraktivitas di tanah basah (sawah).
Mau masuk pukul 08, atau 09, pulang cepat atau lambat, terserah. Sebab mereka dibayar berdasarkan jam kerja. Â Dapat snack satu kali dan sambal untuk makan siang. Nasi bawa masing-masing.
Zaman sekarang, per jamnya Rp 10 ribu. Sistem pengupahan begini sudah berlaku sejak puluhan tahun lalu. Artinya dalam hal penggajian warga Danau Kerinci duluan keren ketimbang pemerintah Pak Jokowi, yang sekarang masih berkutat dengan Omnibus Law-nya.
Di Tebing Tinggi desa tetangga, sistemnya beda lagi. Ibu-ibu buruh tani tersebut bekerja di bawah satu komando atau grup. Dalam satu desa terdapat beberapa grup yang beranggotakan belasan orang, berusia antara 20-55 tahun.Â
Ketika pemilik kebun/sawah butuh tenaga kerja, tinggal pesan pada ketua kelompok. Gajinya dihitung sesuai jumlah jam kerja.
Mereka mulai aktif habis lebaran. Berakhir sebelum puasa Ramadhan berikutnya (kira-kira 9 bulan). Uniknya dalam kurun itu, gajinya mereka titipkan dulu pada pemilik lahan tempatnya bekerja. Diambil sekaligus sebelum Ramadhan. Tujuannya buat tabungan belanja puasa dan lebaran.
Umumnya para wanita pahlawan pangan ini beraktivitas 6 hari per minggu non stop. Kecuali ada halangan yang merintangi. Kalau order lagi kosong setidaknya bekerja di kebun sendiri. Hari pekan (pasar tradisional) libur.