Dari dahulu sampai sekarang, manusia selalu berusaha agar pekerjaan bisa dibuat mudah. Termasuk dalam urusan menerima dan menyampaikan informasi. Untuk itu, diperlukan media sebagai sarana perantara  yang biasa desebut  alat komunikasi.
Di era digital saat ini, kejadian di suatu tempat  dapat diketahui oleh mayarakat di belahan dunia lainnya dalam hitungan detik.  Intinya, dengan menggunakan  perangkat komunikasi modern,  jarak jauh bisa jadi dekat,  pekerjaan berat bisa jadi ringan.Â
Berbeda dengan  zaman dahalu. Media komunikasi sangat terbatas. Terlebih bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan.
Semasa kecil saya sering ikut Emak ke kebun. Begitu sampai di pondok ladang beliau memukul-mukul  sepotong bambu  dengan punggung parang. Kata Emak namanya ketuk (baca: kentongan).
Seketika terdengar pula  ketokan balasan. Sumbernya dari jarak yang susah diterka.
Saya tanyakan kenapa beliau melakukan itu. Emak menjawab, "Supaya orang-orang  di sekitar sana tahu bahwa disini ada manusia."
Zaman sekarang, gaya berkomunikasi seperti ini hanya dilakukan di daerah yang belum delewati jalur tol langit.
Kisah di atas menunjukkan bahwa,  berdasarkan zamannya,  alat komunikasi itu terbagi dua. Alat komunikasi modern dan alat komunikasi  sederhana atau tradisional.
Kita semua tahu, bahwa  saat ini aneka produk alat komunikasi modern telah menyusupi semua lapisan masyarakat.  Mulai masyarakat kelas atas sampai ke rakyat akar rumput.
Alat komunikasi tradisional pun tak kalah banyak. Tetapi  hampir semuanya telah ditinggalkan.  Kecuali di daerah-daerah tertentu yang tetap dipertahankan. Mengingat nilai historisnya yang perlu dilestarikan, dan tercatat sebagai Cagar Budaya.Â
Padahal jauh sebelum hadirnya alat komunikasi modern, di daerah yang jauh dari perkotaan benda tersebut sangat  penting bagi penggunanya. Dua darinya yang paling akrab dalam keseharian masyarakat pedesaan adalah: