Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Cari Tahu tentang Karavan dan Konsep Turnya yang Belum Banyak Terekspos

20 Desember 2019   19:57 Diperbarui: 22 Desember 2019   16:18 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu sales karavan di Inggris. | Dokumentasi pribadi

Bus karavan yang terparkir di kota Mekah. | Dokumentasi pribadi
Bus karavan yang terparkir di kota Mekah. | Dokumentasi pribadi
Lain bule Inggris beda bule Arab. Di Mekkah mobil karavan dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk tujuan religius. Musim haji, banyak umat Muslim pergi berhaji menggunakan bus karavan. 

Sebagian para petualang tersebut bermalam dalam kendaraan. Ada juga yang memilih menginap di outdoor atau alam terbuka menggunakan tenda. Aktivitas lain seperti memasak, mandi, dan sebagainya dilakukan dalam mobil.

Satu malam sebelum wukuf, sayup terdengar tangis bayi sekira usia dua bulan. Sumbernya dari sebuah bukit kecil berhadapan dengan jendela kamar kami. Saya kira suara hantu. Sebab, sebelumnya tanah bebatuan tersebut merupakan lahan kosong.

Paginya bercokol sebuah tenda. Penghuninya terdiri dari anak, bapak, dan ibu. Dipastikan mereka adalah jamaah karavan, yang menunaikan ibadah haji bersama keluarga. Di sana mereka cuma transit satu malam, menjelang berangkat ke Arafah.

Tak tahu apakah jamaah tersebut warga kampung di luar kota Mekah atau berasal dari negara lain.

Zaman itu hobi menulis saya sedang tenggelam pada titik stagnan, setelah vakum menjelang usia 30 tahun. Sehingga apa-apa yang ada di depan mata saya melihatnya biasa-biasa saja. Momen-momen penting berlalu tanpa kesan nol catatan.

Padahal, kalau ingin mendapat informasi, banyak sumber yang bisa digali. Ada emak-emak pedagang makanan etnis Jawa. Setiap pagi mereka menggelarkan dagangan di emperan hotel tempat kami menginap. 

Ada juga Daeng resepsionis asal Sulawesi. Mereka pasti tahu banyak tentang lingkungan tempat mereka bekerja. Kini saya menua sembari menelan sesal.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun