Siapa yang tidak kenal petai. Sejenis tumbuhan menahun, tingginya mencapai 20 meter lebih. Tergantung usia. Buahnya diolah menjadi aneka masakan yang gurih, untuk dimakan bersama nasi.
Aromanya yang menyengat mirip jengkol, dapat menambah selera makan. Sayangnya, setelah dikonsumsi, ia menyisakan aroma yang tidak sedap pada mulut.
Sungguh pun demikian, petai disukai banyak orang. Terutama bagi yang mengetahui segudang manfaatnya bagi kesehatan tubuh.Â
Mengonsumsi serotonin bisa membuat badan menjadi rileks, meningkatkan mood, sehingga seseorang merasa lebih bahagia dan terhindar dari depresi.
Lazimnya buah petai itu yang dikonsumsi bijinya. Tetapi tak sedikit juga orang yang menyukai sekalian kulitnya. Terutama untuk lalapan. Kata kakek dan nenek kampung, barang siapa yang rajin melalap biji petai mentah beserta kulitnya, dia terhindar dari sakit pinggang.Â
Untuk sementara, saya meminjam frasa "memperkaya kuliner daerah". Sebab, sampai tulisan ini diposting, manfaat kesahatan makan bunga petai ini masih misteri. Kendatipun untuk mencaritahunya saya telah berselancar ke jagat maya, hasilnya tetap nihil.
Ujung-ujungnya, penasaran saya dijawab asalan oleh dua orang. Mak Tuo tetangga depan mengatakan, "Bunga petai itu obat awet muda." Sementara orang Minang sebelah rumah bilang, "Anti sakit pinggang." he-he.. Pengetahuan turun temurun, warisan nenek moyang yang belum terbukti secara ilmiah.
Ketika petai musin berbunga, tidak semuanya menjadi buah. Sebagiannya jatuh berguguran bersama tangkainya. Oleh petani setempat, bunga-bunga tersebut dipungut untuk dijual di pasar tradisional.Â