Hajatan pesta demokrasi sudah di depan mata. Disusul ritual penghitungan dan rekapitulasi suara. Pemerintah mulai mengantisipasi pasien stres yang akan membludak.Â
Rumah sakit jiwa di tanah air, rame-rame menyiapkan kamar rawat inap, buat menampung caleg yang rentan stres tersebab kalah dalam kontestasi pileg 2019.
Satu darinya Rumah Sakit Jiwa Jambi. Dikutip dari Harian Pagi Jambi Ekspres (26/3/2019), Direktur RSJ Jambi Hernayawati mengatakan, "Semua pasien dari manapun dan apapun latar belakangnya, akan diterima dan dilayani sebaik-baiknya. Termasuk caleg gagal dalam pileg. Hanya saja pasca pemilu 2014 yang lalu kami tidak ada menangani caleg kalah yang sampai mengarah pada gangguan jiwa dan rawat inap. Mungkin saja ada yang berkonsultasi. Dalam proses perawatan, tidak mengidentifikasi pekerjaan pasien."
Hernayawati menambahkan, "Kebanyakan kasus yang muncul adalah Orang Dengan Masalah Kesehatan Jiwa (ODMKJ). Ini disebabkan oleh keinginannya yang tidak tercapai (caleg gagal termasuk golongan ini. Red). Gejalanya agak depresi sedikit, susah tidur dan nafsu makan hilang. Kondisi seperti ini sudah biasa."Â
![Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi. Dokumen pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/03/28/56189783-1027917807402181-5582587229936549888-n-5c9ceb11971594618b536162.jpg?t=o&v=770)
Tidak tanggung-tanggung. Jika RSJ Jambi, menyiapkan ruang yang kata pimpinannya "tidak banyak", maka Rumah Sakit Jiwa Bangli Provinsi Bali menyiapkan 100 kamar kosong untuk menampung caleg stres yang gagal dalam pemilu 2019 (bali.idntimes.com, 17 Februari 2019).
![Sumber ilustrasi : bali.tribunnews.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/03/28/httpbali-tribunnews-com20180702-5c9cebd4971594618b536164.jpg?t=o&v=770)
Kenapa harus gila? Seyogianya mereka yang berani nyaleg itu tidak perlu stres kalau kalah bertarung. Bukankah sebelum terjun ke arena, mereka sudah berkomitmen pada diri sendiri akan siap kalah dan siap menang. Jika tidak kuat menanggung risiko, selayaknya dia tidak terlalu percaya diri untuk maju.
Celakanya, karena rasa percaya diri yang terlalu tinggi, sang kandidat juga yakin bakal lolos.
Karena minimnya dana dari partai, mereka menggunakan uang pribadi untuk biaya kampanye. Bagi yang kurang mampu secara ekonomi, berbagai cara pun ditempuh. Meminjam uang kepada kerabat, atau rentenir sampai menjual harta pribadi dan harta milik orangtua. Seperti tanah sawah, kebun, kendaraan dan aset-aset lain yang mudah diuangkan. Kadang-kadang dijual murah asal cepat laku. Dengan harapan, setelah menjabat nanti modal yang keluar akan kembali.
Ekspektasi tinggi, usaha maksimal, hasilnya tidak sesuai dengan yang diingnkan. Perolehan suara sangat jauh dari sekadar memenuhi syarat.