Sembilan hari sembilan malam tanpa listrik, waduh...benar-benar tersiksa. Pakaian numpuk, isi kulkas sudah busuk. Kerjaan jadi repot. Sebelum makan harus masak dulu. Kalau tidak selera tua ini tak terima kalau disumpal dengan nasi dingin. Mau masak sambal mengukur kelapa pakai kukuran duduk, giling cabe pakai cobek.
Betul kata orang tetua kampung, bersenang-senang itu mudah, yang sulit belajar susah. Padahal, sebelum listrik masuk desa, semua dikerjakan dengan tangan. Saya sering mencuci pakaian malam hari hanya menggunakan lampu minyak. Semua mengalir biasa-biasa saja.Â
Penderitaan masyarakat semakin berat karena PDAM juga mati. Bagi warga yang berdomisili di sekitar Danau Kerinci, mandi dan mencuci di danau menjadi alternatif. Namun kami yang agak jauh, (berjarak 3 kilometer lebih), ini merupakan kesulitan amat parah. Kecuali rumah tangga yang punya sumur pribadi ditimba manual. Atau punya pompa Sanyo dan memiliki mesin genset.Â
Padamnya aliran listrik dalam waktu lama di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi ini terjadi untuk kedua kalinya dalam sepuluh bulan terakhir. Pertama Juni 2018, mulai malam takbir Hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriyah sampai empat hari berikutnya.Â
Salah satu tiang SUUT di wilayah Birun Sungai Jambu, roboh karena besi penyangganya dicuri oknum yang tidak bertanggung jawab. Lengkapnya Klik di sini!Â
Bagi warga kota Sungai Penuh pengaruhnya tidak terlalu signifikan. Mereka masih dapat menikmati listrik secara bergiliran. Sebab ada distribusi dari PLN Solok Selatan Provinsi tatangga Sumatera Barat sebanyak 16 genset, ada juga dari kabupaten Merangin.
Yang bergelap-gelapan kami di desa yang relatif jauh dari Kota. Apabila malam telah tiba, saya dan cowok ganteng ngumpul berdua menghadapi lilin.Â
Bergantian kami menuturkan kisah zaman ketumbar dahulu. Semasa ikut orangtua tidur di pondok kebun 58 tahun yang lalu. Allaahu Akbar, hanya Allah Yang Maha Tahu, bagaimana pedihnya mata kena asap. Sumbernya dari api kayu bakar di bawah sudung. Kata Bapak, fungsinya untuk menghalau nyamuk.
Ketika lilin di warung kehabisan stok, dengan amat terpaksa kami menggunakan lampu minyak. Wow...serasa hidup di zaman batu.