Dua tahun terakhir listrik di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh nyaris tak pernah padam. Paling 5 sampai 10 menit, kemudian menyala kembali, kecuali sedang ada perbaikan. Kamis malam 14 Juni kemarin tiba-tiba Sang Raja Malam tersebut mati mendadak. Saya berpikir, paling hanya mati satu atau dua menit. Kemudian hidup kembali.
Rupanya, kondisi ini bertahan sampai besok pagi. Dan berlanjut pada malam berikutnya. Masih lebih baik nasib masyarakat kota Sungai Penuh karena PLN Wilayah Sumbar telah melakukan upaya penormalan listrik dengan menggunakan suplai dari sistem Solok Selatan. Dampaknya, 12 trafo berhasil dinyalakan khusus untuk objek vital (Bisnis.com, 17/6/2018). Dengan demikian, penduduk yang tinggal di sekitar Sungai Penuh ketularan terangnya.
Sontak, rakyat kelabakan. Apa lagi ketika kemarin malam takbiran. Masih banyak pekerjaan rumah yang belum tuntas.
Lilin di toko/warung di kota Sungai Penuh dan desa-desa dalam Kabupaten Kerinci menjadi rebutan. Toko genset diserbu pembeli. Dalam beberapa saat mesin tersebut ludes terjual. Bagi yang tidak kebagian atau memang tak berniat untuk membeli baru, alternatifnya bongkar gudang. Genset lama menjadi sasaran. Pemiliknya harus rela pula antre menunggu giliran memperoleh jasa tukang servis. Karena langkanya tenaga spesialis genset, tukang bengkel motor pun panen rezeki.
Hari Senin tanggal 18 Juni sekira pukul 13.00 listrik kembali menyala. Masyarakat Kerinci dan kota Sungai Penuh menyambutnya dengan suka cita. Alhamdulillah, sampai saat ini lampu masih hidup seperti hari-hari normal. Semoga tak pudar lagi dalam waktu yang lama.
Terakhir diperoleh informasi, padamnya listrik karena salah satu SUTT di wilayah Birun, Kecamatan Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin, roboh. Ada beberapa baut dan besi penyangganya yang hilang. Karena tak kuat menahan beban, tower tersebut ambruk, menyebabkan kabelnya putus. (sumber: jambi.tribunnews.com 18/6/2018).
Disinyalir, baut dan besi tersebut dicuri orang yang tidak bertanggung jawab. Sebab, di lokasi terlihat jejak, seperti bekas roda mobil.
Mungkin pemilik tangan jahil tersebut termehek-mehek melihat orang banyak menderita karena ulahnya. Semoga pihak berwajib segera menangkap dan menyeretnya ke meja hijau.
Selama 5 hari listrik padam, yang paling menderita adalah ibu-ibu rumah tangga. Sekadar penerang, masih ada lilin atau lampu minyak sebagai alternatif pengganti. Anggap saja wujud solidaritas dan keprihatinan atas kehidupan orang desa zaman dahulu.
Demikian juga dengan urusan memasak, bisa pakai gas atau kompor minyak. Jika tak ada keduanya, kayu bakar pun jadi.Â
Yang membuat stres, saat Lebaran begini kedatangan rombongan tamu nginap dari jauh. Momen yang diharapkan sebagai ajang bersilaturrahmi, terpaksa dilewatkan dengan bergelap-gelapan di bawah kedipan sebatang lilin. Mana mereka datang saat magrib, sementara di dapur tak punya stok nasi pula.