Konflik Israel dan Palestina tentu saja menyita banyak perhatian warga dunia. Sudah tak terhitung berapa banyak bangunan dan kerusakan yang disebabkan oleh konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina. Hingga kini masyarakat dan tim evakuasi masih terus berusaha menyelamatkan dan mencari korban-korban dibalik reruntuhan bangunan. Warga Palestina sendiri telah diperintahkan untuk meninggalkan wilayah padat penduduk untuk menghindari serangan darat dari Israel.
Hingga kini korban jiwa di Gaza dilaporkan telah mencapai lebih dari 2.000 orang, seperempat diantaranya adalah anak-anak. Lebih dari 700 anak-anak di Palestina yang kehilangan nyawa akibat serangan Israel. Bertambahnya korban tewas maupun luka membuat tim medis di rumah sakit semakin kewalahan karena pasien tak henti-hentinya berdatangan. Tim medis terus berusaha menolong dan menyelamatkan sebanyak mungkin korban akibat konflik ini.
Di sisi lain, merespon kian panasnya konflik antara kedua kubu, Kementerian Luar Negeri Palestina mengungkap berlanjutnya ketidakadilan dan penindasan yang menimpa rakyat Palestina menjadi alasan dibalik situasi eksplosif yang terjadi. Tak terhitung sudah berapa banyak rakyat Palestina yang merasakan penderitaan serta siksaan fisik dan mental yang dilakukan oleh kaum zionis Israel. Tapi sebenarnya mengapa Israel melakukan hal keji tersebut? Mengapa mereka sampai rela merenggut jutaan nyawa tak bersalah?
Banyak faktor yang menyebabkan konflik ini terjadi, salah satunya terlalu lama berkuasanya Israel di Palestina, di wilayah yang bukan seharusnya. Bukan sebagai bentuk kekerasan namun bentuk perlawanan dari lamanya durasi lagu kekerasan yang didengar oleh Palestina dari Israel. Namun, dibalik itu ada beberapa negara yang diam-diam memasuki konflik, agar kondisi makin memanas atau agar kondisi kembali stabil? Palestina merdeka atau Israel kembali dengan lagu lamanya?
Hak dan kemanusiaan setiap manusia direnggut. Suara ledakan bom dan tangisan seperti sudah menjadi makanan sehari-hari warga Palestina, yang tanpa kita sadari rasa trauma mendalam sudah merayap di tubuh jutaan warga Palestina. Banyak orang-orang yang menganggap bahwa ini sudah bukan lagi sekedar konflik melainkan "penjajahan". Jutaan warga Palestina hidup dalam kondisi yang mengerikan akibat serangan yang dilakukan Israel. Banyak negara dan sebagian besar masyarakat di dunia setuju bahwa hal ini memang terjadi dan bahwa situasi ini perlu diperbaiki demi kebaikan semua orang.
Tapi apa yang terjadi? Saat Hamas -pasukan paramiliter Palestina- menjatuhkan serangan pada Israel Sabtu (7/10) lalu, Palestina dianggap seperti pemeran antagonis dalam konflik ini. Bagi Israel, ini adalah tindakan terorisme, bukan perang dan mereka akan berusaha membunuh lebih banyak orang lagi. Padahal menurut juru bicara Hamas, Mohammed Al-Deif, alasan mereka melakukan serangan ke Israel adalah respons atas tindakan Israel yang disebut Hamas sebagai provokasi dan penghinaan terus-menerus terhadap warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Lalu kekejaman Israel yang sudah berlangsung selama ratusan tahun ini disebut dan dianggap sebagai tindakan apa? Jutaan nyawa yang telah mereka renggut apa sepadan dengan korban jiwa saat Hamas melakukan serangan?
Dilansir dari theconversation.com, sepanjang konflik Israel-Palestina, lebih banyak orang Palestina yang terbunuh dan terluka daripada orang Yahudi Israel. Entah apa yang ada pada benak Israel, entah apa tujuan yang mereka ingin capai hingga hak asasi manusia tidak mereka hormati, tangan-tangan mungil tak berdosa mereka renggut nyawanya, dan berbagai penderitaan lainnya.
Di samping itu, tak sedikit dari para publik figur pun ikut turun langsung membela Palestina. Berbagai macam jenis donasi dan petisi dilakukan untuk membela Palestina, berbagai macam tagar seperti #FreePalestine diunggah, dan lain sebagainya. Dibalik aksi penyerangan yang terus dilakukan oleh Israel, tak sedikit pula jutaan masyarakat yang terus membela, mendukung dan memberi bantuan kepada korban-korban di Palestina.
Terlepas dari itu, sebagai manusia sudah seharusnya kita memiliki rasa kemanusiaan serta toleransi yang tinggi, jangan biarkan ego menguasasi diri hingga melakukan hal-hal yang merugikan banyak pihak. Sudah sepantasnya kita sebagai manusia yang dibekali akal dan pikiran oleh Tuhan, dapat memilah dan memilih mana hal yang baik dan buruk dan memikirkan akibat dari hal yang kita lakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H