"Someone is not a stranger. He/she is only another person we don't know." (Anonymous)
Roti Buaya, ya, roti yang dibentuk serupa hewan buaya, merupakan hantaran wajib dalam pernikahan adat etnis Betawi. Umumnya dibuat sepasang, buaya jantan dan buaya betina.
Untuk buaya betina, di punggungnya dibuatkan seekor buaya kecil yang dimaksudkan sebagai anaknya.
Dengan ukuran beragam, mulai dari 1 meter yang barangkali merupakan ukuran asli hewan buaya asli hingga ukuran yang sekadar sebagai pemantas, sepasang buaya tersebut diarak rombongan mempelai pria bersama dengan 40 keranjang (konon, ini ukuran umum secara konsensus agar "layak" secara sosial dan adat) hantaran lainnya ke tempat mempelai wanita pada hari pernikahan.
Dilengkapi dengan tradisi Palang Pintu (semacam tradisi penyambutan pengantin berupa berbalas pantun, adu silat dan adu baca Al-Qur'an), Roti Buaya jadi menu wajib kendati dahulu bahan roti pembuatnya terlalu keras dan tidak begitu enak untuk disantap.
Ya, dahulu Roti Buaya lebih cocok sebagai roti hiasan alih-alih sebagai penganan.
Namun sekarang, seiring zaman, sudah banyak dibuat Roti Buaya yang lezat disantap. Bahkan dengan beragam topping. Malah pernah saya dapati penjual roti buaya keliling sebagai jajanan. Yah, untuk hal ini, rasanya agak gimana gitu ya. Sungguh terasa mengurangi nilai kesakralannya.
Seorang kawan yang bukan orang Betawi bertanya-tanya heran kepada saya,"Kenapa orang Betawi pakai simbol buaya? Itu kan hewan simbol playboy dan petualang cinta?"
Saya masih ingat saat itu saya hanya tersenyum seraya mengurut dada.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!