Saban Jumat pagi, saya titipkan sedekah rata-rata sebesar Rp25 ribu kepada seorang penjual nasi uduk keliling yang biasa keluar masuk lingkungan kaveling rumah saya.
Mbak Uduk, demikian kami menyebutnya. Dialah yang nanti membagikan pincuk-pincuk nasi uduk itu (sesuai nominal sedekah kami) kepada kaumika (kaum miskin kota) atau dhuafa yang ditemuinya. Biasanya ditujukan kepada para penjahit keliling atau pedagang asongan di sekitaran Pasar Lenteng Agung.
Karena umumnya, terlebih lagi di era pandemi saat ini, penghasilan mereka tidak menentu. Hingga untuk makan pun mereka harus berhemat, tidak jarang mereka hanya makan sehari sekali.
Selain itu, sering juga saya menitipkan sedekah pada beberapa teman atau kenalan yang aktif menggalang donasi kolektif semacam kelompok Sedekah Rombongan dan kelompok sukarelawan sosial lainnya.
Dari segi nominal, barangkali tampak seperti menyiramkan segelas air ke gurun pasir yang tandus. Namun, kebahagiaan para penerima bantuan itu tidak selalu dapat diukur dengan besar kecilnya donasi atau sedekah kita.
Seratus ribu rupiah yang mungkin recehan bagi kita atau sekadar senilai dua cangkir kopi jenama (brand) asing tentu berbeda nilainya bagi anak yatim atau keluarga dhuafa yang dapat membelanjakannya untuk makan sekeluarga beberapa hari, misalnya.
Bahagia tidak sama takarannya. Bagi kaum papa, bahagia itu terkadang sederhana. Sekadar tidak kelaparan di hari itu atau ada perhatian dan tangan kasih yang menyapa mereka, itu juga sudah membahagiakan.
Semburat atau rona kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka itulah yang dapat menjadi obat hati, tombo ati, bagi para pemberi.
Maka sesungguhnya bersedekah atau berbagi dan memberi itu suatu win-win solution, solusi yang sama-sama menguntungkan.
Bagi penderma, sedekah menjadi tamengnya dari musibah atau keapesan sekaligus penenteram jiwa dari keresahan atau kesulitan hidup yang melanda. Sementara bagi penerima bantuan, sedekah itu menjadi pelipur lara atau bahkan penyelamat hidup mereka.
Saya juga yakin bahwa Allah senantiasa melihat upaya kita alih-alih hasil kerja kita. Terlebih lagi jika kita bisa melakukannya serentak dan bersama-sama. Â Itulah juga yang menjadi harapan dan mimpi besar saya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!