Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berkah Hinaan

21 Desember 2020   16:30 Diperbarui: 21 Desember 2020   16:37 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Motivasi bangkit melawan hinaan/Sumber: paragram.id

"Dirampok atau hati dilukai, tidak berarti apa-apa kecuali jika Anda terus-menerus mengingatnya." (Konfusius)

Menjadi penerjemah dan penulis sama sekali bukan cita-cita saya. Barangkali ini lebih sebagai jalan hidup. Dan jalan hidup itu berawal dari sebuah hati yang terluka sekitar tiga dekade lalu, pada awal 90-an. Sebuah luka hati yang saya rasa menjadi titik balik dalam hidup saya.

Ya, hari itu, saat jam istirahat Sekolah Arab (sebutan orang Betawi untuk Madrasah Diniyah setingkat SD) sekitar pukul 2 siang, adalah hari yang paling saya kenang dengan segala macam rasa di dada.

"Eh, sudah nonton film di TV semalam?" ujar saya saat kongkow di warung Bang Nashar di depan sekolah.

"Film apa?" sahut teman-teman antusias. Saat itu saya sudah dikenal sebagai movie freak (penggemar berat film). Meskipun stasiun televisi di negeri ini saat itu masih TVRI saja, dan film hanya sekali diputar di ujung acara, pukul sebelas malam.

"Itu Believe it or Not, yang tentang keajaiban-keajaiban di dunia," lanjut saya, siap-siap hendak bercerita.

"Huh! Nyebut judulnya saja nggak becus!" sergah salah seorang kakak kelas kami, yang saat itu ikut nimbrung. Ia lantas tertawa terbahak-bahak dengan gaya yang luar biasa menyebalkan.

Saya tersentak. Rasanya saya menyebutkan judulnya dengan benar. Sialnya, teman-teman saya ikut-ikutan tertawa. 

Ya, jadilah saya objek tertawaan! 

Padahal biasanya saya jadi pusat perhatian dan kekaguman karena mampu menceritakan kembali isi film yang ditonton dengan detail. Termasuk Hunter, sebuah serial action kegemaran kami saat itu.

Bertahun-tahun kemudian saya baru sadar jika saat itu saya melafalkannya "be-li-pit" bukan "be-lif-it", sebagaimana seharusnya ejaan dalam bahasa Inggris. Namun saat dihina dan ditertawakan di depan umum saya hanya tahu saya harus balik mempermalukan si kakak kelas itu.

Bagaimana caranya? 

Saya tahu kemampuan bahasa Inggris si kakak kelas juga tidak lebih baik dari saya yang sama-sama anak kampung di pinggiran Jakarta. Saya bertekad saya harus berbahasa Inggris lebih baik daripada kemampuan si kakak kelas, dan pada saat yang tepat saya akan mempermalukannya. 

Ya, itu tekad sekaligus dendam seorang bocah!

Saya merengek-rengek kepada orang tua minta dikursuskan bahasa Inggris. Memang dikabulkan, tetapi baru satu tahun kemudian. Itu pun biayanya ditanggung kakak sulung saya yang bekerja sebagai pengajar bahasa Indonesia di sebuah lembaga bimbingan belajar sekaligus penulis lepas di sela-sela kuliahnya di Universitas Indonesia (UI).

Biaya kursus bahasa Inggris yang lumayan mahal saat itu (tahun 1991), Rp90.000 sebulan, mendorong saya terjun ke dunia penulisan semata-mata demi honor. Waktu itu sebuah koran ibukota, Sinar Harapan (belakangan menjadi Suara Pembaruan), membuka rubrik humor pendek dengan honor Rp6000/tulisan tiap hari Ahad.

Bayangkan saja, hanya dengan cerita humor sepanjang dua hingga maksimal empat baris bisa dapat Rp6000. Tiap pekan, jika produktif, 4-6 humor pun dimuat.

Belum lagi jika artikel humor saya yang lain juga dimuat di sebuah majalah anak-anak, Ananda (majalah Grup Kartini ini sudah almarhum). Ditambah honor cerita anak sebesar Rp. 30.000/cerita. 

Pernah juga satu dua cerita anak karangan saya dimuat di majalah Bobo dengan honor saat itu Rp80.000 per cerita. Sungguh suatu jumlah yang lumayan besar untuk seorang siswa kelas 1 SMP saat itu.

Alhamdulillah, biaya kursus bahasa Inggris dapat tertanggulangi dengan tidak merepotkan kakak sulung saya lagi. Dan tahun-tahun berlalu seiring bertambahnya kemampuan bahasa Inggris saya. Sewaktu SMA, saya sudah mengajar kursus privat bahasa Inggris.

Kendati tidak mengambil vak bahasa Inggris semasa kuliah, saya membiayai kuliah dengan menjadi pengajar bahasa Inggris privat dan di berbagai kursus. Kemudian, selepas masa kuliah, berlanjut menjadi jurnalis, penulis skenario, dan staf peneliti di LSM dan sebuah partai politik. 

Hingga sebuah proyek terjemahan, operan dari seorang rekan kerja di lembaga kursus, mengantarkan saya menapaki dunia penerjemahan. Mulai dari penerjemah di sebuah biro penerjemahan kecil di pinggir got hingga sebuah griya produksi sinetron terbesar dan firma hukum papan atas di Indonesia telah saya lakoni hingga saat ini.

Ya, merenungi hari penghinaan itu dan semua yang telah dicapai di tengah kelelahan kerja saat ini sebagai penerjemah purnawaktu di salah satu firma hukum yang termasuk tier 1 (papan atas) di Indonesia, di samping berbisnis jasa terjemahan dan bisnis lainnya, menjadikan saya banyak berucap syukur.

Ya, semua berawal dari hinaan, suatu titik balik dalam hidup saya. Barangkali itulah berkah hinaan.

Jadi, siapa bilang dihina SELALU menjadikan kita terpuruk?

Kadang kesuksesan atau jalan gemilang kita berawal dari suatu hinaan atau penderitaan sepanjang kita dapat menyikapinya dengan arif dengan persepsi dan tindakan yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun