Demikianlah deretan kata yang sempat terlintas dalam pikiran saya setelah mengamati perkembangan kontroversi kata "anjay" di media massa, terutama di jagat media sosial beberapa pekan terakhir.
Pikiran saya sebagai praktisi bahasa dan penerjemahan terus mengembara jauh ke dalam rimba kata dan literatur.
Lantas, akankah kelak "anjay" juga ditulis a***y? Sama seperti sebagian orang menuliskan f**k untuk fuck atau fucking.
Atau kelak orang akan menyebut "anjay" dengan "kata A" (A-word)? Sama seperti kebiasaan penulisan dalam bahasa Inggris untuk "nigger" (atau "negro" dalam versi bahasa Indonesia), yang sering disebut "N-word".
Secara linguistik, "anjay" adalah modifikasi kata yang eufemistis untuk sebutan "anjing".
Sebelumnya, sudah ada anjir atau anying (versi bahasa Sunda), anjrit (versi dialek Betawi Jakarta) yang sama-sama merupakan penghalusan untuk kata makian yang mengacu pada "anjing" yang dianggap hewan "menjijikkan" bagi sebagian besar orang Indonesia yang mayoritas Muslim.
Dalam konteks ini, hal ini persis sama seperti kode sebutan "B2" untuk "babi" yang merupakan penyebutan tidak langsung untuk jenis hewan yang diharamkan dalam tradisi Muslim Indonesia tersebut.
Demikian juga perihal kesetaraan fuck atau fucking dengan "anjay" yang sama-sama bermuka dua. Keduanya bisa ditafsirkan sebagai makian (contoh: fuck you!), namun juga merupakan bentuk ekspresi penyangat atau penekanan suatu kata (contoh: I am fucking tired).
Jika bahasa Indonesia punya "anjay" dan American English (AE) punya "fuck", maka British English (BE) juga punya "bloody" dengan fungsi dan ekspresi yang setara (contoh: you are bloody hell; that's bloody brilliant). Untuk presisinya, silakan cek kamus bahasa Inggris yang otoritatif. Salah satunya kamus Merriam-Webster yang juga sudah ada dalam bentuk versi daring atau online.