Sewaktu menonton tayangan live wawancara (lebih tepatnya "rekaman wawancara yang dilakukan sehari sebelumnya") Najwa Shihab dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara dalam acara Mata Najwa pada Rabu malam, 22 April 2020, saya sudah menduga bahwa pernyataan Jokowi tentang "mudik" dan "pulang kampung" itu akan viral alias ramai diperbincangkan publik.
Dalam gelar wicara (talkshow) terkait pandemi COVID-19 yang ditayangkan di salah satu TV swasta besar di Indonesia itu, ketika dicecar Najwa Shihab perihal keterlambatan turunnya perintah larangan mudik, yang baru diberlakukan per 24 April 2020, Jokowi berkilah dengan menyatakan bahwa "mudik" dan "pulang kampung" itu dua hal yang berbeda.
Menurut mantan pengusaha mebel dengan vak ilmu kehutanan itu, "mudik" adalah mobilisasi pergerakan orang yang pulang kampung jelang atau saat Lebaran atau Idul Fitri" dan "pulang kampung" adalah hal serupa yang dilakukan di luar Lebaran atau tidak dalam rangka merayakan Lebaran atau Idul Fitri.
Padahal Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang disusun oleh Pusat Bahasa, jelas menyatakan bahwa "mudik" dan "pulang kampung" memiliki pengertian yang sama, yakni "pulang ke kampung halaman", tanpa adanya pembatasan waktu atau tujuan.
Kendati ada catatan "cak" (yang berarti lazim digunakan dalam ragam percakapan) dalam pengertian "pulang ke kampung halaman" pada lema "mudik", hal tersebut tidak menegasikan atau menolak pengertian itu sendiri. Derajat kesetaraan pengertian itu juga tidak turun atau berkurang karena catatan tersebut.
Sebagai penerjemah atau praktisi bahasa yang bergelut dengan kata dan kamus, saya pun tergelitik berkomentar di media sosial tentang pernyataan kontroversial Jokowi. Selepas tayangan wawancara tersebut, malam itu juga, saya memposting status Facebook sebagai berikut: "Mudik atau pulang kampung memiliki pengertian yang sama. Jika ada yang menafsirkannya berbeda, barangkali acuannya bukan KBBI atau Kamus Yus Badudu, tetapi Kamus Yus Badiri atau Yus Babaring".
Beberapa rekan menanggapi guyonan itu dengan menyebutkan "Kamus Yus Batidur" dan "Kamus Yus Balari". Sungguh, humor adalah cara ampuh menetralisasi kekecewaan dan kegeraman.
Sekadar informasi, Profesor Yus Badudu atau J.S. Badudu (Jusuf Sjarif Badudu) adalah seorang pekamus dan linguis bahasa Indonesia asal Gorontalo yang terkemuka pada era 1970-an hingga 1980-an dan gigih memasyarakatkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar melalui berbagai media dan sarana komunikasi, termasuk melalui TVRI, sebuah stasiun televisi milik negara, yang merupakan satu-satunya stasiun TV di Indonesia saat itu.
Kembali ke topik bahasan, belakangan, terkait pernyataan "mudik versus pulang kampung", sebagian kalangan pendukung Jokowi merasionalisasi dan menambahkan tafsiran bahwa "mudik" adalah pulang kampung khusus saat Lebaran, dan "pulang kampung" adalah mudik untuk selamanya, alias tidak bakal kembali ke kota, baik karena alasan kehilangan pekerjaan maupun alasan tidak betah.