Tidak ada pilihan, Jokowi 'terpaksa' menghadiri sholat Jumat di monas dalam bingkai Aksi Bela Islam III. Hilangnya ia dari Istana pada aksi #411 cukup memalukan sebagai kepala negara. Ketika aksi lanjutan #212 justru menghadirkan umat Islam yang jauh lebih besar, muncul kebimbangan. Agaknya Jokowi galau melihat fakta lapangan, bisa jadi ia kembali menjadi bulan bulanan dan terkesan berjarak dengan umat Islam jika menghindari gerakan super besar itu.Â
Hingga pada akhirnya 15 menit sebelum rangkaian ibadah jumat dimulai, ditengah guyuran hujan Jokowi memutuskan datang mengikuti shalat berjamaah bersama jutaan umat muslim. Keputusan detik terakhir yang mengagetkan jajaran pemerintah itu justru seperti salah perhitungan, bisa disebut sebagai sebuah blunder besar. Langkah spontan itu ternyata tidak mengkalkulasi seperti apa jika dirinya berada di monas. Jokowi barangkali tidak menduga, bahwa khatib jumat saat itu ternyata Habib Rizieq Shihab, tokoh penggerak demonstrasi penistaan agama yang selama ini berusaha dikesampingkan agar tidak menjadi 'orang besar' dalam politik di Indonesia.Â
Ketua MUI Maaruf Amin yang sebelumnya disebut sebagai penceramah pada hari itu ternyata tidak hadir dan telah mendelegasikan tugasnya pada Habib Rizieq Shihab. Tanpa bisa mengelak, dihari yang bersejarah itu Jokowi dan jajaran pemerintahannya duduk manis ditenda, diceramahi imam besar FPI. Sebuah ketidaksengajaan, bahwa tokoh yang dikecilkan itu menjadi begitu besar dengan sendirinya dihadapan pemimpin Republik Indonesia.
Dengan gaya khasnya, Habib Rizieq Shihab tanpa rasa sungkan berkhotbah dihadapan umat islam seperti biasa, keras dan lugas. Dia bicara tentang keagungan kitab suci yang harus ditempatkan diatas konstitusi, dan menekankan sikap saling menghormati tanpa menista antar sesama pemeluk agama dalam bingkai NKRI, UUD45, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Khutbah itu disisi lain ikut membuka mata rakyat Indonesia bahwa ulama yang dikenal radikal itu ternyata bukan orang yang sedang berupaya menegakkan negara Khilafah.Â
Barangkali ini adalah khutbah paling fenomenal dalam sejarah negara ini, disebabkan faktor kualitas dan kuantitas jemaah yang meliputi ulama, umara dan jutaan umat islam. Disiarkan secara langsung sebagian televisi, khutbah itu sekaligus ungkapan aspirasi umat islam yang diwakilkan khatib, disampaikan langsung dihadapan Presiden yang selama ini cenderung menghindar.
Bagi Jokowi sendiri, kehadirannya lebih baik daripada tidak sama sekali. Keterpaksaan yang tepat untuk dilakukan, dengan resiko yang harus ditanggung karena sikapnya selama ini. Mereka yang berusaha menggembosi aksi #212 itu dengan beragam cara, menjadi bingung sendiri ketika pemimpinnya hadir disana. Bagaimana mau mencerca jika tokoh yang mereka dukung ternyata ikut tafakhur mendengar khutbah dan menjadi makmum shalat Jumat. Bagaimana mau meremehkan, jika Jokowi menjadikan #AksiDamai212 Â begitu penting.
Puluhan media mainstream pendukung pemerintah lebih banyak memberitakan soal kehadiran Jokowi ketimbang fenomena unjuk rasa umat islam dan khutbah khatib yang luar biasa. Para buzzer sibuk mengalihkan isu utama pada sebuah payung. Namun dunia menjadi saksi bahwa Jokowi tak berdaya menolak kekuatan umat yang dipimpin Habib Rizieq Shihab. Tak bisa diingkari bahwa tokoh yang selama ini berusaha dihindari dan dikecilkan, menjadi begitu besar karena Jokowi dengan 'terpaksa' menjadi pihak yang duduk manis untuk diceramahi.
@NurRotan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H