Ahok juga menyalonkan diri pada petahana(kedudukan) di Pilkada Jakarta. Terdapat dua kelompok politik yang masing-masing dari kelompoknya saling menjatuhkan. Ada yang non pendukung calon pertahana dan ada pula yang mendukung secara politik. Pernyataan Gubernur non aktif DKI Jakarta saat kunjungan kerjanya ke Kepulauan Seribu cukup menumbuhkan kubu non pendukung pertahana. Menurut kubu non pendukung pertahana, pernyataan yang dinyatakan petinggi Jakarta mengenai surat al-Maidah tersebut telah menghancurkan kepercayaan petahananya sendiri.
Ahok berhasil membuahkan rasa kebencian pada sebagian masyarakat Indonesia. Rasa kebencian yang telah berbuah manis bagi para pengkontra Ahok bagaikan api yang membangkar kayu dengan sigap memainkan pernyataan Ahok sebagai bentuk propaganda. Mereka ingin membuat masyarakat memiliki pandangan baru melalui kacamata politik Ahok. Selain itu image Ahok harus dijatuhan di hadapan masyarakat dengan menyatakan bahwa Ahok tidak bersikap toleran hingga menyepelekan dan melecehkan agama Islam. Lain halnya dengan kubu politik pendukung petahana tetap berpaham bahwa pernyataan Ahok tidak termasuk dalam penistaan agama.
Berbagai tokoh Islam hadir bagaikan bumbu penyedap bagi pro-kontra mengenai pernyataan Ahok. Kehadiran tokoh Islam bukan untuk memperlurus masalah namun memperumit jalur tongkat estafet yang telah dibuat oleh kubu pengkontra. Dengan berlatarkan pemahaman agama Islam yang berbeda, kubu non pendukung calon pertahana semakin memancarkan api kebangsaanya. Melalui itu dapat terlihat unsur-unsur keagaman Islam yang berbeda seperti unsur MUI dan Muhammadiyah.
Tidak hanya berdebat di dunia maya saja, perkara seperti ini sampai dibawa ke meja hijau. Namun belum ada kepastian pasti dari Ahok mengenai hal tersebut. Beliau mengaku belum menerima surat mengenai kasusnya itu. Namun jika pada akhirnya dia memang bersalah Ahok tidak akan diam saja. Dari awal Ahok memang tidak berniatan untuk menistakan agama, tetapi anggapan masyarakatlah yang membuahkan pendapat baru. Ahok juga meyakini bahwa lebih baik kasusnya dibawa ke rana hukum dari pada kerana dunia maya, karena dia bisa membeberkan bukti-bukti tanpa ada orang yang dengan seenaknya mengadilinya.
Kasus ini menggunung dan berpuncak pada tanggal 4 November 2016. Seperti halnya kasus petinggi-petinggi pada umumnya, tiada kasus tanpa demonstrasi bagaikan asap tanpa api. Demonstrasi yang berujung ricuh di depan Istana Merdeka tersebut ternyata membuahkan banyak korban. Telah terdaftar 100 orang lebih yang menjadi korban unjuk rasa. Ada 79 orang luka-luka, 22 dirawat inap, dan 11 polisi luka-luka.
Demonstrasi mulai menjadi ricuh semenjak kubu provokator atau kelompok Muhammadiyah melempari aparat kepolisian dengan botol air mineral, kayu, maupun bambu. Aparat kepolisian resah dengan unjuk rasa yang dilakukan kelompok Muhammadiyah tersebut. Untuk memecahkan kegaduhan kepolisian melayangkan gas air mata kepada para pengunjuk rasa. Akibatnya ada 1 orang kehilangan nyawa dikarenakan gas air mata.
Berkeinginan membela agamanya yang ditindas, kelompok Muhammadiyah malah berunjuk pada 4 November 2016 di depan Istana Merdeka. Ahok sendiripun masih belum diketahui kebenaran kasusnya. Dari pengakuan Ahok, dia menyatakan bahwa dia tidak berniat untuk menistakan agama Islam dan dia pula belum dapat surat keputusan dari Mahkamah Agung. Namun sudah banyak pengadil-pengadil kecil yang berkeliaran di dunia maya yang sudah meghakimi Gubernur non aktif DKI Jakarta tersebut.
Para ulama bermuncul dengan latar belakang pendidikan agama yang berbeda dan menambah kesulitan kasus yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama. Ada baiknya kita tidak langsung menghakimi orang. Kita juga tidak tahu bukan perkara aslinya bagaimana? Kita hanya mengetahui dari kata orang yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Walaupun kasus ini berawal dari stasiun TV swasta dan masyarakat bisa mengetahuinya langsung, tetap saja kita tidak boleh main hakim sendiri. Dengan demikian kita bisa menciptakan kerukunan antara umat beragama. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H