Pada hakikatnya anak memiliki hak berupa kasih sayang, perlindungan, dan keadilan sebagaimana tercantum dalam UU pasal 52 – 66 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU RI No 35 Tahun 2014 ( Revisi dari UU No.23 Tahun 2002)
Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebut pengaduan pelanggaran hak anak terus meningkat, ini berdasar data yang di himpun Pusat data dan Informasi ( PusDaTin) Komnas Anak, dalam kurun waktu 6 tahun terakhir (2010-2016). Dan Komnas Perlindungan Anak melalui PusDaTin, juga mencatat sebagian besar kekerasan seksual terhadap anak terjadi dilingkungan terdekat seperti rumah dan sekolah.
Dari pernyataan diatas, menunjukkan bahwa sebenarnya tindakan pelanggaran terhadap anak dilakukan oleh oknum-oknum terdekat yang berada di lingkungan anak tersebut. Para pelaku tidak memiliki ciri khusus, sehingga sangat sulit untuk dikenali. Dan salah satu faktor utama melkukan tindakan tersebut karena mereka pernah menjadi korban kejahatan, sehingga sang pelaku berpotensi untuk membalas dendam kepada orang lain. Padahal tindakan para pelaku kekerasan seksual terhadap anak tersebut sangatlah terbukti melanggar norma yang ada dalam sila pancasila, salah satunya menyalahi aturan dalam sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Untuk mengatasi masalah kekerasan terhadap anak tersebut, perlu adanya pemberian pendidikan anti kekerasan kepada anak yang dilakukan mulai dari orang tua anak tersebut. Selain itu perlu pula adanya perangkat Undang-Undang dan peraturan yang menguatkan gerakan nasioanal anti kekerasan terhadap anak yang agresif, masif, dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H