Mohon tunggu...
Nur Rahmat Kurniawan
Nur Rahmat Kurniawan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang guru di kabupaten Karawang, Jawa Barat yang sedang dan terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menulis: Mudah, Menyenangkan dan Menginspirasi

15 November 2014   10:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:46 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14159953831337955500

Benar lho, Anda tidak salah baca. Menulis memang mudah. Lihatlah… Meja kursi di sekolah, tembok sekolah, bahkan di dalam dinding WC sekolah, ada corat-coret. Dan itu adalah tulisan.  Di dunia maya, jejaring sosial : facebook, twitter, instan messenger setiap detik muncul status, cuitan dan pesan-pesan baru. Dan, semua itu juga hampir semua berupa tulisan. Jadi, tidak salah kan kalau saya membuat judul di atas. Menulis memang mudah, kalau hanya sekedar menulis. Yang pasti, semua kita bisa  menulis! Lalu, seperti apakah hasil tulisan kita? Bermanfaat, menginspirasi, penuh nilai, atau…..sama sekali  tidak ada gunanya, berisi sumpah serapah, atau bahkan menyeret kita ke ranah pidana karena berisi fitnah dan mencemarkan nama baik orang lain?

Menulis, sejatinya bisa dilakukan semua orang. Hanya saja, menulis yang bermakna,bermanfaat dan  bisa menginspirasi, menularkan virus-virus kebaikan, tentu tidak semua orang dapat melakukannya. Sebagai seorang guru,saya  selayaknya  harus bisa menulis dengan kategori tersebut. Tidak mudah memang. Apalagi, selain dari  guru yang mengajar di depan kelas, di luar sana seorang murid punya banyak “guru-guru” yang lain. Banyak hal-hal positif dan negatif karena perkembangan teknologi. Di dunia maya, semua bisa didapatkan. Sementara di dunia nyata, perkembangan teknologi menjadi tantangan tersendiri di dunia pendidikan. Di satu sisi sangat bermanfaat, di sisi lain banyak juga efek negatifnya.

Profesi guru sangat lekat dengan dunia tulis menulis. Setiap hari ia menulis perencanaan pembelajaran, menulis bahan ajar dan menulis hal-hal lain yang berkaitan dengan tugas sehari-harinya. Sedangkan untuk tulisan lain yang lebih memerlukan waktu, tenaga dan pikiran seperti penulisan karya ilmiah memang masih jarang diantara teman-teman saya mengajar. Menulis penelitian tindakan kelas (PTK) misalnya, masih jarang dilakukan. Kalaupun dilaksanakan, lebih karena tuntutan jenjang karir, untuk kenaikan pangkat yang memang mengsyaratkannya. Beberapa teman saya  ada yang telah dan sedang menempuh studi program pasca sarjana. Otomatis mereka diharuskan membuat karya ilmiah: makalah, resensi buku dan lain-lain karya ilmiah. Di akhir studi S2-nya, mereka akan membuat sebuah karya tulis ilmiah berbentuk tesis.  Kegiatan guru dalam menulis, saya yakini akan berdampak pada sisi profesionalismenya. Dampak pada meningkatnya kualitas kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di kelaslah yang sangat diharapkan. Intinya, mengajar dengan lebih profesional. Bukan sekedar dengan sebuah karya tulis kemudian dapat naik pangkat tapi tidak berpengaruh pada sisi profesionalismenya.

“Menularkan virus kebaikan” kepada siswa melalui kegiatan menulis memang tidak mudah. Seorang guru mungkin akan  banyak menugaskan siswa membuat tulisan, misalnya dalam bentuk makalah, laporan penelitian,  puisi,  atau artikel untuk majalah dinding. Saya mempunyai seorang teman guru, sebut saja Pak Iwan. Beliau adalah seorang guru TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Mengikuti perkembangan di jejaring sosial yang sangat disukai murid-muridnya, Pak Iwan sangat aktif di dunia maya. Di jejaring sosial, selain bisa membaca perkembangan yang ada di siswa, beliau juga menyisipkan tulisan-tulisan yang bermanfaat. Tak jarang, lini masanya berisi cuitan tentang materi-materi pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bisa tentang internet, ilmu komputernya, atau hal lain sesuai dengan materi yang sedang diajarkan di kelas. Di waktu yang lain, beliau menugaskan anak membuat suatu rangkuman, dan harus dikirim melalui email sebagi bagian dari pelajaran TIK. Respon para siswa cukup baik. Secara sadar ataupun tidak sadar, siswa telah belajar dengan mengikuti tulisan, status atau linimasa beliau di jejaring sosial.  Ini yang masih jarang dilakukan oleh guru-guru lain di sekolah saya. Memanfaatkan teknologi yang sedang “booming” di kalangan siswa, sekaligus bisa mewarnai dengan tulisan-tulisan yang bermanfaat.

Menulis, apalagi sekaligus mengikuti perkembangan teknologi memang tidak mudah, tapi bukan tidak bisa dilakukan. Rekan-rekan guru saya yang sudah senior, dan bahkan saya sendiri, belum pernah mendapatkan materi kuliah tentang internet. Sebagian bahkan belum pernah mengenal komputer pada saat kuliah dulu, dan memang belum ada waktu itu. Tetapi sekarang, sebagian dari teman saya tersebut telah sering membuka laptop, walaupun hanya membuka program pengolah kata saja. Sebagian yang lain bahkan telah terbiasa membuka internet. Ya, meskipun sudah hampir pensiun, tetapi semangatnya patut dicontoh. Sesuai dengan motto “Long life education”. Menuntut ilmu, memang kewajiban  manusia dari lahir sampai meninggal. Penulis sendiri terbiasa membuka internet sejak tahun 2009, saat pertama kali memiliki sebuah modem GSM. Sejak itulah, saya mulai membuat email, blog, dan beberapa akun jejaring sosial, Membuat akun di Kompasiana saya lakukan pada tahun 2011.

Dengan terhubung ke dunia maya, sebenarnya menulis terasa lebih menyenangkan. Kita bisa setiap saat berbagi (share) tulisan di facebook, twitter, blog pribadi, atau seperti di Kompasiana ini. Kita juga bisa langsung mengomentari berita yang dimuat sebuah media berita online, mengomentari tulisan-tulisan orang lain blog pribadinya, menambah ilmu pengetahuan  dan menambah wawasan yang sangat diperlukan oleh profesi guru.  Sebagai guru, tentu kita dituntut ‘up to date’, jangan sampai pengetahuan umum kita tertinggal oleh siswa yang kita ajar.Ketika seseorang mulai menulis, sebelumnya pasti dia sudah membaca atau mendengar tentang apa yang akan ditulisnya.

Lalu, apakah kegiatan menulis yang kita lakukan berpengaruh terhadap anak didik kita?   Perlu sebuah penelitian untuk membuktikannya secara ilmiah. Tetapi, penulis meyakini bahwa kegiatan menulis berpengaruh terhadap kemampuan profesional  seorang guru. Dengan menulis, termasuk membaca dan mendengar,  akan meningkatkan kualitas seorang guru. Kemampuan berbicara atau berdiskusi, menanggapi pertanyaaan siswa, mengaitkan dengan konteks kekinian, dan wawasan yang luas adalah manfaat yang kita peroleh dari menulis. Selanjutnya, kita pun akan menjadi guru yang lebih ‘up to date’.

Ketika kita membagi tulisan ke dunia maya, jangan lupa juga  dengan kode etik dan peraturan yang berlaku di negara kita, diantaranya undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Tulisan yang dibagi jangan sampai berisi fitnah, pencemaran nama baik pihak lain, atau plagiat dari karya orang lain.  Untuk publikasi yang lain, kita juga bisa mengirimkan tulisan untuk dipublikasikan di media lain seperti jurnal, koran dan majalah. Beberapa koran harian bahkan menyediakan kolom khusus untuk guru. Tentunya tulisan yang dimuat harus dinilai dulu oleh redaksi koran yang bersangkutan. Tulisan terpilih yang layak dan  sesuai topik yang disyaratkanlah yang  akan dimuat. Sangat menyenangkan apabila  tulisan kita dimuat oleh sebuah jurnal, majalah, atau media cetak lainnya.

Akhirnya, marilah kita menulis untuk meningkatkan kualitas profesi sebagai guru. Menulis untuk lebih menginspirasi anak didik kita. Menulis untuk lebih mewarnai anak-anak didik, sebagaimana salah satu teori pendidikan, teori tabularasa. Anak bagaikan kertas putih, bersih. Gurulah salah satu yang akan mewarnai dan menulis di kertas tersebut, di samping orang tuanya dan lingkungan masyarakat. Marilah memberi tulisan dan warna yang indah, bermanfaat, berguna bagi masa depannya, dan sebagai penerus generasi masa depan bangsa. Peran pihak lain pun sangat diharapkan untuk membangun kualitas guru dan kualitas pendidikan di negara kita. Salah satunya adalah apa yang telah dilakukan oleh Tanoto Foundation. Tanoto Foundation yang berdiri pada tahun 2001 merupakan sebuah sarana perwujudan kepedulian terhadap sesama untuk mengatasi kemiskinan. Di bidang  pendidikan dasar, Tanoto Foundation melaksanakan Program Pelita Pendidikan di lebih dari 200 sekolah dasar di Riau, Jambi dan Sumatera Utara. Dukungan  pihak lain seperti Tanoto Foundation sangat bermanfaat untuk turut serta  meningkatkan  kualitas pendidikan dan kualitas sumber daya manusia di negara kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun