Para pendiri negara merupakan contoh orang-orang yang memiliki semangat kuat dalam membuat perubahan. Mereka berjuang agar Indonesia menjadi negara yang merdeka dan sejajar dengan negara-negara lain di dunia. Kemerdekaan bangsa Indonesia adalah berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, kita harus senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua rahmat-Nya.
Sikap yang tampak dari para tokoh dalam sidang perumusan dasar negara antara lain tentu saja semangat kebangsaan, toleransi beragama, ketelitian, dan sikap komunikatif. Mereka memiliki semangat juang yang sangat tinggi untuk mendirikan negara Indonesia merdeka. Hal ini tercermin dalam setiap penyelesaian masalah yang diselesaikan secara musyawarah mufakat. Sikap saling menghargai, tanpa pamrih, dan bekerja keras untuk menghasilkan karya terbaik bagi bangsanya.
Semangat kebangsaan atau nasionalisme adalah suatu paham yang menganggap kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi harus diserahkan kepada negara dan bangsa (nation state). Nasionalisme memiliki arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, nasionalisme mengandung makna kecintaan atau perasaan kebangsaan yang berlebihan sehingga memandang rendah bangsa lain (chauvinisme). Adapun nasionalisme dalam arti luas harus kita tingkatkan karena perasaan kebangsaan dan cinta tanah air ini tanpa memandang rendah bangsa lain, tetapi menempatkannya sederajat dengan bangsa sendiri.
Semangat kebangsaan para pendiri negara tumbuh karena Mereka memiliki kesadaran bahwa bangsa kita memiliki kekayaan budaya yang tak kalah dari bangsa lain. Oleh karena itu, rumusan pandangan hidup yang mereka usulkan tidak berasal dari ide kebudayaan bangsa lain, sekalipun mereka memahami berbagai ide dari luar.
Toleransi beragama terlihat ketika membahas dasar negara. Agama yang berkaitan dengan sila pertama menjadi pusat perhatian utama. Ketelitian, kearifan, dan kebijaksanaan para pendiri negara telah mengkristalisasikan kedua sumber, yaitu budaya dan agama dalam melahirkan Pancasila. Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila memiliki unsur-unsur yang ada dalam kebudayaan, adat, dan agama-agama di Indonesia.
Sikap komunikatif muncul pada saat pidato para tokoh yang dilanjutkan dengan menerima perubahan dan perbaikan atas kata-kata yang diusulkan. Ketelitian para tokoh dalam sidang perumusan Pancasila terlihat ketika sidang mengambil kesimpulan tidak menyepakati usul dasar negara dari Mr. Muhammad Yamin, para tokoh Islam, dan Ir. Soekarno. Sikap komunikatif juga terlihat saat ada perbedaan konsepsi antara golongan Islam dan kebangsaan dalam Panitia Sembilan. Namun, tetap menghasilkan kesepakatan Mukadimah berisi rumusan dasar negara. Para pendiri negara memiliki semangat dan komitmen berpikir dengan penuh pertimbangan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Proses perumusan Pancasila telah memberikan pelajaran kepada kita betapa pentingnya memiliki komitmen terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Para pendiri negara telah memberikan contoh yang membuktikan semangat kebersamaan demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia tetapi tetap mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa daripada kepentingan golongan. Demi persatuan dan keutuhan bangsa, mereka bersedia dan rela untuk tidak memaksakan kehendaknya. Misalnya, golongan Islam rela dengan perubahan sila pertama dalam Piagam Jakarta. Hal ini merupakan wujud pengorbanan dan semangat persatuan dari umat Islam. Kelompok mayoritas sangat memperhatikan kelompok minoritas. Perbedaan agama, suku bangsa, dan budaya tidak menjadi penghalang untuk bekerja sama membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada jiwa setiap pendiri negara telah tertanam komitmen terhadap patriotisme, yaitu cinta pada tanah air dan rela berkorban untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam semangat kebangsaan terkandung sifat nasionalisme dan patriotisme. Contoh sifat nasionalisme dan patriotisme adalah sebagai berikut.
- Pro Patria dan Primus Patrialis, artinya mencintai tanah air dan mendahulukan kepentingan tanah air.
- Jiwa solidaritas dan kesetiakawanan dari semua lapisan masyarakat terhadap perjuangan kemerdekaan dan antarbangsa.
- Jiwa tanpa pamrih dan bertanggung jawab.
- Jiwa ksatria dan kebesaran jiwa yang tidak mengandung balas dendam.
- Jiwa toleransi atau tenggang rasa antaragama, antarsuku, antargolongan,
Rasa kebangsaan diperlukan dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi bangsa. Misalnya, masalah SARA, krisis keteladanan pemimpin, ketidaksempurnaan sistem ketatanegaraan, dan krisis kepercayaan masyarakat kepada para penyelenggara negara. Masalah yang tak henti-hentinya menuntut ketekunan dan pantang menyerah serta pengabdian yang dilandasi cinta tanah air dan bangsa.
Semangat komitmen para pendiri negara yang perlu kita hargai dan teladani dalam kehidupan saat ini di antaranya adalah sebagai berikut.
- Nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila. Misalnya, menghargai pendapat orang lain, menerima keputusan bersama, dan melaksanakan hasil keputusan bersama.
- Persatuan dan kesatuan dalam pembahasan. Misalnya, ketika memperjuangkan hak asasi manusia, sikap tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, dan memberi kesempatan dalam menyampaikan pendapat serta menghargai hak-hak orang lain.
- Cinta tanah air Indonesia. Sikap ini dapat kita lanjutkan dengan cara mempelajari kebudayaan daerah, mencintai produk dalam negeri, dan berprestasi dengan mengharumkan nama bangsa.
- Mendahulukan kepentingan umum. Kita bisa meneladaninya dalam bentuk kerja bakti, berpartisipasi di lingkungan masyarakat, dan menyiapkan sarana belajar untuk kepentingan kelas.
- Jiwa Kepahlawanan. Misalnya, membantu orang lain yang sedang  alami kesulitan, berani menegur teman yang bersalah, dan melerai teman yang berselisih. /
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H