Saya percaya bahwa dalam setiap diri manusia pasti pernah timbul pertanyaan; siapa saya? Seberapa besar kemampuan atau potensi saya? Apakah saya lebih hebat atau lebih rendah dari orang lain?
Tidak pernah ada jawaban yang tepat untuk hal itu, karena orang yang bisa mengetahui potensi dirinya hanyalah diri orang itu masing-masing. Tapi, tak ayal bahwa kita berpikir bisa mengetahuinya dari sebuah alat pengukur, semacam nilai.
‘Alat’ yang biasanya digunakan untuk mengukur ‘kecerdasan’ adalah tes IQ. Rentang nilainya pun beragam. Saya pernah mengikuti tes IQ di sekolah, dan jujur saja, hasilnya mengecewakan. Kata teman saya, saya tidak perlu percaya pada hasil tes IQ tersebut karena sebenarnya diri kita bukanlah sesuatu yang dapat dinilai dengan angka. Kita lebih dari itu. Kita lah yang tahu seberapa cerdas diri kita. Ucapan teman saya sangat membangun. Kini saya tahu, bahwa tes IQ (tertulis) hanya digunakan untuk mengukur kemampuan otak kiri saja. Mereka, yang biasanya dianggap ‘biasa’ karena tes IQ yang biasa saja, bisa jadi memiliki kecerdasan di bagian otak kanan yang tidak terlihat.
Online?
Perkembangan teknologi yang semakin canggih memudahkan manusia untuk mencari dan mengukur siapa dirinya sesungguhnya. Kini tes IQ pun semakin mudah dilakukan. Hanya memerlukan koneksi internet. Dan ragamnya pun bermacam-macam, tidak hanya sekadar tes IQ lagi, tapi juga tes kepribadian, tes kemampuan otak, dan sebagainya (silahkan kunjungi situs what-character, memorado, atau my top fans yangdishare beberapa teman). Bahkan ada pula tes atau kuis di mana kamu harus tinggal atau siapakah kamu di masa lalu? Pertanyaannya, apakah kuis tersebut akurat?
Saya sudah lama tertarik menyelidiki hal ini. Dalam situs tersebut sudah disebutkan, bahwa permainan tersebut hanyalah permainan, untuk bersenang-senang, rileks, dan tidak perlu dipikir serius. Saya pernah membongkar isi fb saya di masa lalu. Ternyata saya pernah memainkan  sebuah kuis yang hampir sama di fb saat SMA. Pertanyaannya: Mata pelajaran apa yang paling kamu senangi? Jawaban yang saya peroleh adalah Bahasa Indonesia kelas 5 SD. Kalaupun saya sekarang masuk jurusan Bahasa Indonesia, itu tak lebih dari sekadar kebetulan. Toh ada kuis seperti ini: Di mana kamu seharusnya berkuliah? Jawaban yang saya dapat adalah Universitas Indonesia, tapi nyatanya tidak. J Jadi, tidak usah dipikirkan.
Kita senang jika memperoleh hasil yang bagus pada kuis-kuis mencari jati diri tersebut, kemudian membagikan ke media sosial. Saya pikir mereka menggunakan  semacam sistem dalam penilaian tersebut saat mengerjakan kuis. Jika mayoritas jawaban A maka dapat ditebak anda ini orangnya seperti apa, jika mayoritas B seperti apa, dsb. Sehingga saya sering mengecoh berbagai jawaban dengan mencampur-campurkan berbagai opsi untuk melihat apa yang mereka katakan. Saya bahkan ragu apakah ada hasil yang buruk yang keluar pada situs tersebut.
Rasa-rasanya, hal ini perlu ditelisik lagi. Jangan sampai hal ini membuat kita berhenti untuk terus belajar; belajar mengenali diri sendiri.
Selamat beraktivitas. Salam dari kota kecilku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H