Mohon tunggu...
Nurrahman Fadholi
Nurrahman Fadholi Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa, pengajar, penulis

Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Terbuka Yogyakarta dan pengajar Bahasa Inggris

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjanjian Giyanti, Awal Terbelahnya Dua Kerajaan Mataram

13 Februari 2023   21:10 Diperbarui: 13 Februari 2023   21:39 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 13 Februari merupakan hari bersejarah bagi warga Yogyakarta dan Surakarta (Solo). Pasalnya, pada tanggal tersebut dilaksanakan sebuah perjanjian yang dikenal sebagai Perjanjian Giyanti. Nama "Giyanti" diambil dari nama sebuah desa yang digunakan sebagai tempat pelaksanaan perjanjian tersebut, yaitu Desa Janti (kini terletak di Dusun Kerten, Desa Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah).

Perjanjian ini merupakan hasil utama dari Perang Takhta Jawa Ketiga pada tahun 1749-1757. Pakubuwana II, susuhan Mataram, telah mendukung pemberontakan Tionghoa melawan Belanda. Pada tahun 1743, sebagai pembayaran untuk pemulihan kekuasaannya, sunan menyerahkan utara Jawa dan Madura kepada Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC). 

Pakubuwana III yang didukung kompeni untuk menggantikan ayahnya harus menghadapi saingan ayahnya, Pangeran Sambernyawa, yang pernah menduduki suatu daerah bernama Sukawati, sekarang Sragen. Pada tahun 1749, Pangeran Mangkubumi, adik Pakubuwana III, yang tidak puas dengan kedudukannya yang lebih rendah, bergabung dengan Pangeran Sambernyawa untuk menentang Pakubuwana III. VOC mengirimkan pasukan untuk membantu Pakubuwana III, tetapi pemberontakan terus berlanjut.

Hingga akhirnya, pada tahun 1755, Pangeran Mangkubumi melepaskan diri dari Pangeran Sambernyawa dan menerima tawaran perdamaian di Giyanti. Perjanjian tersebut ditandatangani pada 13 Februari 1755 dan perjanjian ini membelah Kerajaan Mataram menjadi dua bagian, yaitu Kesunanan Surakarta yang dipimpin oleh Pakubuwana III dan Kesultanan Yogyakarta yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Hamengkubuwana I. Hingga saat ini, kedua kerajaan tersebut masih berdiri kokoh dan dipimpin oleh para pewarisnya. Kesultanan Yogyakarta saat ini dipimpin oleh Hamengkubuwana X dan Kesunanan Surakarta dipimpin oleh Pakubuwana XIII.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun