Keberadaan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UKM) dalam perekonomian Indonesia mempunyai peran dan potensi yang besar dalam membangun perekonomian nasional maupun sektoral. Beberapa peran strategi usaha kecil menengah adalah, ikut serta dalam proses pemerataan pembangunan Ekonomi, menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesempatan berusaha serta menciptakan dan memperluas lapangan kerja sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang banyak.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mencapai 64 juta. Angka tersebut mencapai 99,9 persen dari keseluruhan usaha yang beroperasi di Indonesia.
Selama pandemi Corona Covid-19 ini, sektor UMKM paling terdampak. Banyak dari pengusaha tersebut yang harus gulung tikar karena permintaan jatuh. “Selama pandemi ini jujur saja banyak yang terhenti usahanya, sekitar 30 persen yang usahanya terganggu. Sedangkan yang memang terganggu tapi menciptakan inovasi-inovasi kreatif sekitar 50-70 persen, meskipun mereka terkena dampak,” kata Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan kepada Liputan6.com, Jumat (4/9/2020).
Kementerian Koperasi dan UKM mencatat setidaknya sejak pandemi terjadi, penjualan di e-commerce naik hingga 26 persen atau mencapai 3,1 juta transaksi per hari. Oleh karena itu, Kementerian Koperasi dan UKM terus berupaya mendorong dan mempercepat UMKM agar go digital.
Program-program pelatihan dan pendampingan terus dilakukan Kementerian Koperasi dan UKM bekerjasama dengan berbagai marketplace besar seperti Shopee, Instagram, Tokopedia, Grab, Gojek dan lainnya.
Alasan kerja sama tersebut, dari 64 juta UMKM yang ada, ternyata baru 13 persen atau 8 juta UMKM yang hadir dalam platform digital.Oleh sebab itu, Kementerian Koperasi dan UKM berkomitmen hingga akhir tahun 2020 menargetkan 10 juta UMKM untuk masuk ke ekosistem digital.
Tetapi kenyataannya usaha kecil itu belum mampu mengembangkan potensi dan perannya secara optimal. Kondisi usaha kecil masih relatif lemah, sebagian masih terbatas pada usaha pemenuhan kebutuhan konsumsi lokal ataupun lingkungan dimana usaha tersebut berada.
hal ini disebabkan karena Kontribusi produsen UMKM yang bergabung dengan platform e-commerce di Indonesia masih di bawah 8% dari total pasar e-commerce. Sisanya adalah pengepul barang atau trader yang menjual barang dari produsen besar di luar negeri seperti RRT, yaitu negara yang dikenal memiliki bermacam produk dengan kualitas dan harga yang kompetitif serta karena adanya keterbatasan yang dimiliki oleh UMKM. Keterbatasan kemampuan pengelolaan usaha, modal kerja, serta kelangkaan akan sarana usaha yang dimiliki. (Mudjiarto, 2013).
keterbatasan di atas merupakan permasalahan yang penting bagi UMKM dalam mengembangkan usahanya. Permasalahan ter-sebut tidak mungkin dapat dipecahkan sendiri oleh UMKM.Dibutuhkan bantuan dari pemerintah dan strategi dalam pemecahan masalah, dan pengembangan potensi dengan pendekatan pembinaan. Dimulai dari memperkokoh motivasi, mentalitas kewira-usahaan serta kemandirian, meningkatkan kemampuan dan ketrampilan manajerial sampai pada penguasaan teknologi dan Tentunya dibutuhkan kerja sama antar Pemerintah, para praktisi e-commerce, pelaku usaha dan juga dukungan masyarakat semua untuk menjadi solusi atas kendala-kendala ini. Khususnya Pemerintah sebagai regulator, fasilitator, dan akselerator berperan penting dalam memberikan landasan hukum yang kuat mengenai kesetaraan perlakuan antara pelaku usaha offline maupun online, penguatan dan pemberdayaan produk lokal dan pelaku usaha lokal termasuk UMKM, dan juga mengenai perlindungan konsumen. Diharapkan, e-commerce mendorong kemajuan UMKM di Indonesia demi meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dengan Melihat fenomena tersebut, tentunya banyak hal yang masih perlu dibenahi. Pemerintah telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XIV tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Berbasis Elektronik. Tujuannya adalah untuk membangun pranata dan ekosistem perniagaan yang lebih efisien dengan sasaran untuk menciptakan 1.000 technopreneurs dan meningkatkan sumber daya manusia.