Media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan remaja. Facebook, Twitter, WhatsApp, Instagram, dan media sosial lainnya menjadi wadah bagi para remaja untuk berinteraksi. Terlebih lagi remaja berada pada usia dimana mereka senang mencari perhatian dan membangun pencitraan diri yang baik. Tidak adanya pengentrolan terhadap interaksi dan aktivitas yang dilakukan para remaja tersebut di media sosial bisa berakibat fatal. Setiap orang dengan bebasnya dapat melakukan aktivitas online. Cyberbullying diartikan sebagai tindakan bully yang dilakukan seseorang terhadap orang lain di dunia maya. Pelaku cyberbullying sendiri biasanya mereka adalah orang-orang yang juga melakukan bully secara tatap muka (face to face), tidak mempunyai aktivitas yang lain selain mengakses media sosial sepanjang hari.
Bentuk tindakan cyberbullying bermacam-macam, mulai dari mengunggah foto atau membuat postingan yang mempermalukan korban, mengolok-ngolok, hingga mengakses jejaring sosial orang lain untuk mengancam korban. Motivasi pelakunya juga sangat beragam, terkadang hanya karena iseng, ingin mencari perhatian, ada juga karena marah, frustasi, dan ingin balas dendam. Willard dalam jurnal Dina Satalina menyebutkan macam-macam jenis cyberbullying sebagai berikut.
- Falming (terbakar), yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-kata yang penuh amarah dan frontal. Istilah “flame” ini pun merujuk pada kata-kata di pesan yang berapi-api.
- Harassment (gangguan), pesan-pesan yang berisi gangguan pada email, sms, maupun pesan teks di jejaring sosial dilakukan secara terus menerus.
- Cyberstalking, menganggu dan mencemarkan nama baik seseorang secara intens sehingga membuat ketakutan besar pada orang tersebut.
- Denigration (pencemaran nama baik), yaitu proses mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang tersebut.
- Impersonation (peniruan), berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik.
- Outing dan Trickery, yaitu outing menyebarkan rahasia orang lain atau foto-foto pribadi orang lain.
Kasus cyberbullying yang masih hangat diperbincangkan saat ini yaitu Mayang Lucyana. Remaja berusia 18 tahun dan juga adik dari Alm Vanessa Angel yang menggegerkan publik lantaran mengcover sebuah lagu yang berjudul “Kemarin” untuk mengenang 40 hari meninggalnya sang kakak. Netizen menilai tindakan tersebut tidak layak dilakukan dan sama sekali tidak menunjukkan rasa belasungkawa, selain itu Netizen dibuat geger atas beberapa pernyataan Mayang saat melakukan wawancara yang ditayangkan di stasiun televisi dan juga dibeberapa chanel YouTube, untuk melampiaskan kekesalannya pengguna media sosial akhirnya menyerang akun instagram milik Mayang, hingga namanya tranding dibeberapa platfrom media sosial dengan komentar-komentar yang menghujat maupun mengancam. Tak hanya Mayang sang Ayah, Doddy Sudrajat dan keluarganya ikut menjadi bulan-bulanan netizen.
Selain di Indonesia kasus cyberbullying juga menimpah seorang remaja asal Kanada, Amanda Todd adalah siswi kelas 10 di British Columbia, ia menggantung diri tiga tahun setelah “diyakinkan” untuk tampil toples di sebuah video chat. Seorang yang tak dikenal merekam isi chat dan meneror Todd dengan foto-foto toplesnya. Teror itu akhirnya menyebabkan Todd cemas dan depresi. Sekitar sebulan sebelum bunuh diri, Todd memposting sebuah video dengan judul My Story: Struggiling, bullying, suicide and self harm. Dalam klip tersebut Tood menunjukkan kekerasan yang ia alami baik secara online maupun offline.
Perilaku cyberbullying tidak dapat dinormalisasikan sebagai hal yang biasa, meskipun mereka membuat ulah di media sosial dan memancing kekesalan pengguna lain, sebagi seorang yang cerdas dalam berinteraksi di ruang cyber tidak seharusnya kita juga ikut membullinya. Sangat dibutuhkan untuk kritis dan berpikir terbuka (open minded) setiap kali ada sesuatu yang sedang viral, mengingat jejak digital yang tidak bisa dihilangkan dan justru akan menjadi bumerang untuk diri sendiri, kerena bisa saja korban bullying memilih untuk memabawa kasus tersebut ke jalur hukum.
Perlu kita ketahui cyberbullying dapat memberikan dampak yang negatif, antara lain korban menjadi depresi, kecemasan, ketidaknyamanan, prestasi di sekolah menurun, tidak mau bergaul dengan teman-teman sebaya, dan menghindar dari lingkungan sosial. Cyberbullying yang dialami remaja secara berkepanjangan akan menimbulkan stres berat, melumpuhkan rasa percaya diri sehingga memicunya untuk melakukan tindakan-tindakan menyimpang seperti mencontek, membolos, kabur dari rumah, bahkan sampai minum minuman keras atau menggunakan narkoba. Cyberbullying juga dapat membuat mereka mejadi murung, dilanda rasa khawatir, dan selalu merasa bersalah atau gagal. Sedangkan dampak yang paling menakutkan adalah korban sampai berpikir untuk mengakhiri hidupnya (bunuh diri).
Kekerasan cyberbullying pada remaja apabila tidak segera diselesaikan dengan baik dihawatirkan akan muncul perilaku negatif yang berakibat fatal. Maka tindakan-tindakan preventif harus segera dilakukan untuk menaggulangi masalah-masalah tersebut. Peran keluarga dan orang tua juga sangat diperlukan misalnya dengan mendampingi anak saat menggunakan alat komunikasi serta membiasakan untuk bersikap terbuka antar masing-masing anggota keluarga.
Cyberbullying di indonesia sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan adanya aturan tersebut diharapkan kepada seluruh pengguna media sosial agar lebih bijaksana lagi dalam berkomentar maupun mengunggah sebuah konten-konten. Pengelolaan emosional, lingkungan, dan cara berpikir menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi bagaimana seseorang berinteraksi dalam menggunakan media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H