Mohon tunggu...
Nur Rafha Tiara Putri
Nur Rafha Tiara Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Social Worker in Progress l Humanitarian l Wanderlust

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kapitalisme Menyuburkan Kesenjangan

23 September 2024   03:14 Diperbarui: 23 September 2024   03:29 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
no.pinterest.com/mishikhalid

Pada era distrupri yang begitu massif saat ini ada banyak sekali faktor-faktor penunjang yang menjadikan seseorang berpotensi mengalami berbagai penyakit kejiwaan. Di perparah dengan rendahnya minat berliterasi masyarakat untuk mencari fakta-fakta kehidupan sebagai bekal untuk berkehidupan semakin memperburuk keadaan seorang individu di era dewasa ini. 

Kecepatan media massa dalam memberikan informasi terkait berbagai hal seakan-akan dengan suka rela menyuapi pengguna sosial media untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi dengan tingkat emosional yang tidak stabil, sehingga sulit bagi mereka untuk memiliki moralitas-moralitas yang tujuan akhirnya adalah sikap integritas yang harus dimiliki oleh setiap individu. Dan pada akhirnya fenomena ini menjadi salah satu penyebab timbulnya masalah-masalah sosial baru di kalangan masyarakat modern.

Globalisasi merupakan usaha untuk hidup dengan konstelasi dunia, globalisasi telah mempersempit jarak, ruang dan waktu, globalisasi melahirkan berbagai fenomena dalam kehidupan nyata masyarakat, termasuk gaya hidup hedonisme dan konsumerisme di dalamnya. 

Atas partisipasi kapitalisme yang terus menyuburkan kesenjangan dikalangan masyarakat menciptakan pola interaksi sosial di media sosial dengan serangkaian atribut dan simbol yang mencitrakan identitasnya sebagai bagian dari komunitasnya. Hal ini menjadi riskan mengingat tidak semua orang memiliki latar belakang yang mampu untuk memiliki serangkaian atribut ini, dan fokus masalahnya adalah bagaimana dengan kondisi yang terbatas individu itu dapat mencapai atribut-atribut ini untuk dapat bersaing atau dapat diterima di dalam lingkungan sosialnya. 

Padahal sebenarnya dengan cukup terpenuhinya apa yang menjadi kebutuhan primer, manusia sudah dapat menjalankan kehidupannya dengan baik, tetapi terkadang manusia sulit untuk merasa cukup hingga ia sendiri memberi batasan-batasan atas dirinya. 

Ada banyak sekali kasus merebak yang diberitakan di media massa mengenai berbagai hal imbas dari perilaku ini, mulai dari fonomena pinjaman online (pinjol), pencurian barang milik orang lain, upaya orang tua memenuhi keinginan anaknya untuk memiliki fasilitas-fasilitas terbarukan, dan kasus-kasus lainnya.

Dalam berkehidupan di masyarakat, gaya hidup biasanya menjadi gambaran kehidupan seorang individu untuk membedakan status individu tersebut dari pihak lain melalui lambing-lambang sosialnya, oleh karena itu mengapa gaya hidup antara individu yang satu dengan lainnya akan berbeda. Menurut Salam (2002:81) hedonisme merupakan asal kata dari Grik yaitu "hedone", yang berarti kesenangan , "pleasure". Setiap individu yang mengimani aliran ini, dengan penuh kesadaran menganggap atau menjadikan sebuah kesengan sebagai tujuan hidupnya. 

Selanjutnya dalam "konsumerisme" yang berasal dari kata "consumpt" yang artinya "memakai" atau "menggunakan". Perilaku ini merupakan paham atau ideologi yang menyebabkan individu atau kelompok menjalankan proses pengonsumsian suatu barang tanpa mempertimbangkan fungsi atau kegunaan barang tersebut secara terus menerus dengan keadaan sadar. Akibatnya menjadi pecandu akan suatu produk sehingga individu tersebut mengalami ketergantungan. Perilaku konsumtif yang ditimbulkan akan menjadikan penyakit kejiwaan bagi individu dalam kehidupa sehari-harinya.

Pentingnya pemahaman untuk diri akan hal ini menjadikan bekal untuk berkehidupan di masyarakat, tuntutan simbol-simbol tidak akan mempengaruhi kualitas seorang individu di lingkungan masyarakat. Tapi dengan bekal pengetahuan yang cukup menjadikan pegangan hidup individu untuk memiliki kehidupan yang lebih bermakna. Terlepas dari masalah kejiwaan dan hidup dengan baik di lingkungan sosialnya.

Setiap orang tua banyak berpesan agar jangan selalu melihat keatas, lihat apa yang menjadi keterbatasan lalu meromantitasikan hal-hal tersebut dengan hati dan pikiran. Karena apa yang kita lihat baik di sosial media hanyalah kehidupan semu. Fokuslah saat ini apa yang tengah menjadi tujuan hidup untuk memiliki kehidupan yang bermakna dikemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun