Mohon tunggu...
Nur Qulby Fatiya Abadi
Nur Qulby Fatiya Abadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - UPNVY Student

Hi! I'm an IR Student at UPN "Veteran" Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AIESEC Sebagai Wadah Lintas Budaya antar Pemuda Indonesia dan Luar Negeri

30 Maret 2023   14:40 Diperbarui: 30 Maret 2023   14:42 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

AIESEC didirikan pada tahun 1948, selama Perang Dunia II, oleh tujuh anak muda dari tujuh negara berbeda dengan tujuan membina pemahaman lintas budaya. Organisasi bertujuan untuk membuat perbedaan di dunia satu orang dan satu magang pada satu waktu.

AIESEC adalah platform global yang memungkinkan kaum muda untuk menemukan dan mengembangkan potensi kepemimpinan anak muda di seluruh dunia. Organisasi ini adalah organisasi nirlaba non-partisan yang dijalankan oleh mahasiswa dan alumni baru dari institusi pendidikan tinggi (universitas). Anggota AIESEC atau yang biasa disebut dengan "AIESECers" adalah pemuda-pemuda yang sangat bersemangat tentang isu-isu global, kepemimpinan, dan manajemen. AIESEC tidak membeda-bedakan berdasarkan ras, jenis kelamin, orientasi seksual, agama, atau asal kebangsaan/sosial.

Sejak didirikan, organisasi ini telah melibatkan dan mengembangkan lebih dari 1.000.000 anak muda melalui pengalaman AIESEC. Alumninya banyak yang berkecimpungan di dunia bisnis, organisasi non-pemerintah, dan pemimpin dunia, bahkan salah satunya ada adalah penerima Nobel Peace Prize, yaitu Martti Ahtisaari dari AIESEC in Finland. Sampai tahun 2020 AIESEC telah hadir di 50 negara dan di enam benua. Hingga saat ini, di tahun 2023, sekitar 40.000 anak muda dari seluruh dunia telah terlibat dalam program pengembangan kepemimpinan. Untuk pertama kalinya, AIESEC memberikan 10.000 pengalaman dalam satu tahun pada tahun 2010. Sekitar 230.000 pengalaman kini telah ditawarkan, yang semuanya dimediasi oleh young for youth.

AIESEC di Indonesia sendiri sudah mempunyai 26 local chapter (LC) yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi. Selama 20 tahun belakangan, seluruh LC ini sudah menjadi wadah bagi para pemuda di Indonesia untuk mendapatkan international exposure dan cross-cultural understanding. Di tahun 2022, AIESEC in Indonesia telah memberikan sekitar 39.000 pemuda pengalaman kepemimpinan (leadership experience) melalui platform global yang organisasi ini punya. Bahkan, AIESEC in Indonesia juga mengajak pemuda Indonesia bersama-sama untuk mewujudkan Sustainable Development Goals atau SDGs yang dinisiasikan oleh United Nations (UN).

 Ada banyak sekali opportunity yang ditawarkan oleh AIESEC in Indonesia kepada para pemuda untuk melakukan komunikasi lintas budaya, beberapa diantaranya yang populer adalah:

  1. Global Volunteer

Global Volunteer adalah salah satu program populer oleh AIESEC in Indonesia yang mengajak seluruh pemuda di Indonesia untuk melakukan kegiatan sukarelawan di luar negeri selama enam minggu. Melalui Global Volunteer, pemuda Indonesia berkesempatan untuk berbakti kepada masyarakat global dengan melakukan kegiatan yang berlandaskan Sustainable Development Goals. Selain itu, pemuda Indonesia didorong untuk beradaptasi dengan lingkungan dan budaya di sekitar negara tujuan atau host country.

 

Salah satu Exchange Participant (EP) yang melakukan Global Volunteer adalah Aya Agidasyahna dari Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta. Aya melakukan kegiatan Global Volunteer di Thailand pada tahun 2019 bersama kakaknya. Project yang ia lakukan adalah kegiatan mengajar yang membawa Sustainable Development Goals nomor 4 yaitu Quality Education di salah satu desa pedalaman di Thailand. 

Selama enam minggu di Thailand, Aya belajar banyak sekali mengalami tantangan lintas budaya yang dihadapi, salah satunya adalah perbedaan bahasa. Aya mengaku bahwa yang bisa ia ajak berbicara bahasa Inggris hanyalah anggota dari AIESEC in Thailand yang menemaninya selama di desa, selebih itu ia harus belajar kosakata dasar bahasa Thailand untuk berkomunikasi dengan anak-anak desa tempat ia mengajar karena terbatasnya internet sehingga ia tidak bisa menggunakan teknologi translate.

Namun tidak hanya tantangan yang Aya dapatkan, tetapi juga pengetahuan baru seperti persamaan serta perbedaan budaya Indonesia dan Thailand. Aya baru mengetahui bahwa masyarakat Thailand juga sering mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok, tetapi bedanya adalah mereka lebih memfavoritkan nasi ketan dibanding nasi biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun