Mohon tunggu...
Koko NAAS
Koko NAAS Mohon Tunggu... -

"jika ingin punya wawasan luas, perbanyak membaca dan berbagilah dengan cara menulisnya."\r\n"jika ingin kaya jangan menjadi pelukis apalagi penulis, tapi jadilah pelaut"\r\n\r\npelaut yang mendayung dengan pena.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[FPK] Kupu-kupu Sebelah Rumah (Sebuah Catatan Bakri)

28 Oktober 2011   15:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:21 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Koko NAAS + Dewi Rahadyan (no : 217)

1982 Tangismu berbuah senyum Senyum para penghuni panggung Kala kau terjungkal ke dunia Saat kau terjebak ke dunia Aku diam

1992… Dunia yang kau kenal Ibu tinggal di rumah ketika bapak pergi bekerja Dunia yang kau kenal Berdoa sebelum makan dan menjelang tidur Pergi ke sekolah dan megerjakan PR di rumah Dan aku masih diam

2002 Semakin jelaslah tingkahmu Seperti kupu-kupu cantik Seperti mawar berseri Hingga dunia mengusirmu Aku benci

2011 Kau kembali ke sini Dengan pandangan yang sama Yang sejak dulu kau pamerkan Aku bingung…

Harum wangi para wanita tak sanggup melunglaikan hati Lelahku mencintai kaum hawa dengan sungguh-sungguh Mugkin tidak akan pernah ada lagi… Rasa Kadang cinta tak berhati, Sering menyakiti Tapi cinta yang sejati antara dirimu diriku Kan abadi selamanya… Walau kau lelaki

Cafe ini menjadi saksi gejolak cinta kita Saling melumat bibir diantara peluh dan hasrat aku akan mati bila tak melihat kepakan bibirmu Rojali… Cahaya bulan yang menembus tirai jendela cafe menjadi pelengkap bisu cinta kita bahwa ada cinta antara kita yang abadi selamanya… Walau kau lelaki

Dulu, kini, dan nanti… “Duhai Rojali tetangga kecilku yang baik hati. Dewasa lalu, tak pernah aku diliputi rasa seperti yang tak bisa diterjemahkan dengan lain kata. Bulan di sebelah kanan, dan matahari di sebelah kiri matamu. Pelangi dengan berbagai macam warna di hidungmu. Kupu-kupu yang selalu mengepakkan sayap di bibirmu ketika kamu berbicara. Terima kasih untuk lumatan bibirmu malam ini. Jangan beritahu ayahku tetang dunia kita”.

Subject Message

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun