Mengekspresikan jati diri, mempertahankan harga diri, dan menjaga kehormatan diri adalah sesuatu yang syah, selama ditempatkan secara proporsional, dalam arti di tempatkan pada tempat yang tepat dan situasi yang tepat. Â Seseorang yang secara ekspresif menampilkan dirinya terkait watak, karakter, sifat, dan kepribadiannya baik di dunia nyata maupun medsos, syah-syah saja. Namun perlu diingat, Â kehormatan diri dan harga diri orang lain atau pihak lain juga perlu menjadi pertimbangan. Itulah pentingnya ilmu aji rasa.
Ingatlah bahwa orang lain juga punya kehormatan diri dan harga diri seperti kita. Bukan kita sendiri saja yang memilikinya. Untuk itu, berhati-hatilah dalam mengekspresikan watak, sifat dan karakter diri. Rumus sederhananya, "muliakanlah orang lain, niscaya dirimu akan dimuliakan". Â
Dalam konteks persoalan relasi sosial,  kerap kali soal privacy harga diri ditarik-tarik menjadi fokus permasalahan  menggeser objektivitas persoalan yang sebenarnya. Misalnya, saat kita berbuat salah baik disengaja ataupun tidak kemudian kita diingatkan oleh orang lain. Jika reaksi diri kita  merasa tersinggung, marah, dan tidak terima terhadap orang tersebut, itu artinya diri kita berupaya menggeser persoalan yang sebenarnya dengan soal privacy harga diri.
Jika diri kita berada pada situasi tersebut, orientasi diri kita sejatinya bukan lagi menyelesaikan persoalan yang sebenarnya. Melainkan, subjektivitas rasa untuk tidak mau kalah atau harus menang. Jika terjadi polarisasi menang-kalah maka membuka peluang untuk menampilkan 'kuasa' dan 'kekuatan'. Tentu yang 'kuat' dan yang memiliki akses 'kekuatan' yang akan menang. Hal ini sangat rawan dan berbahaya sebab berpotensi menimbulkan sejumlah  korban.
Jika ditelusuri lebih dalam, yang tumbang bukan lagi sejumlah orang melainkan kemanusiaan, kedewasaan, dan nilai-nilai adiluhung lain yang semestinya menjadi pedoman kehidupan kita semua sebagai manusia. Untuk itu, alternatif solusi yang bisa diambil mengadopsi gagasan  Plato untuk meningkatkan ilmu aji rasa, ada tiga domain yang harus dibenahi : (1) Keinginan; (2) Emosi; (3) Pengetahuan.
Pertama, terkait dengan keinginan. Memfilter keinginan baik dan buruk perlu diupayakan. Pastikan diri kita hanya manut pada keinginan-keinginan yang baik saja. Hal ini membutuhkan pelatihan seumur hidup. Mengapa? Karena Iblis pandai sekali melakukan talbis (tipu muslihat), tampaknya baik padahal sejatinya merusak generasi manusia, atau tampaknya buruk tapi sejatinya baik untuk perbaikan generasi masa depan.
Kedua, memperbaiki emosi. Sedih, marah, senang, benci adalah situasi emosi yang manusiawi. Namun, kita perlu memperbaiki  keadaan emosi diri kita sendiri. Jadilah pribadi yang lebih humble, mudah memaafkan, dan abaikan hal-hal yang kurang berkenan.
Ketiga, meningkatkan pengetahuan. Hasil temuan terbaru menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara daya literasi dengan karakter individu siswa. Temuan ini didasarkan atas hasil analisis Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) 2021. Jika, kita melihat dari sisi yang berbeda itu artinya semakin rendah literasi individu, cenderung semakin buruk karakternya. Untuk itu, berupaya meningkatkan kualitas pengetahuan dan literasi menjadi bagian penting untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Cirebon, 14 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H