Salah satu landmark yang terkenal di Bandung, Jawa Barat adalah Gedung Sate. Gedung sate merupakan monumen yang menjadi saksi bangkitnya kota Bandung dari serangan Belanda pada tanggal 3 Desember 1945. Gedung ini merupakan bangunan yang paling bersejarah di Bandung. Selain Gedung Sate sebagai landmark, Bandung juga memiliki banyak museum-museum bersejarah yang tersebar di berbagai daerah. Salah satu museum yang cukup terkenal di Bandung adalah Museum Sri Baduga. Museum Sri Baduga berlokasi di Jalan BKR, akuratnya berada di seberang Taman Tegalegga. Museum ini didirikan pada tahun 1974 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Dr. Daud Yusuf. Nama Sri Baduga sendiri diambil dari nama Raja Agung Kerajaan Hindu di Sunda. Selayaknya museum yang lain, Sri Baduga berisikan benda-benda antik bersejarah yang mempunyai nilai seni tinggi. Contohnya pakaian adat khas Sunda, arca hindu, alat musik, bahkan upacara adat suku Sunda juga dijabarkan di museum ini. Salah satu upacara adat yang terpajang di museum Sri Baduga adalah upacara Mapag Sri.
Upacara adat Mapag Sri merupakan kebudayaan khas dari tanah Sunda dan Jawa yang digelar dalam rangka mewujudkan rasa syukur atas hadirnya panen raya di daerah mereka. Mapag Sri berasal dari bahsa Jawa halus yang berarti menjemput padi, Mapag (menjemput) dan Sri (padi). Menurut sumber yang tertera di Museum Sri Baduga, upacara adat ini masih sering digelar di daerah Sumedang dan Indramayu. Di Indramayu, tepatnya Desa Segeran Kidul acara ini diselenggarakan secarah meriah dan hikmat. Hal tersebut ada kaitannya dengan kepercayaan mereka akan mitos hadirnya Dewi Sri atau yang sering disebut Nyi Pohaci Sanghyang Sri. Beliau merupakan salah satu sosok yang diyakini sebagai seorang dewi pemberi arahan, supaya kehidupan kita lebih tertata dan mengajarkan bagaimana menghormati orang lain sesuai tata krama yang ada. Nyi Pohaci Sanghyang Sri ini juga disebut sebagai Dewi Padi.
Kegiatan ritual Mapag Sri diadakan setahun sekali mendekati hari panen dan didahului beberapa upacara adat lainnya. Seperti yang sudah dibahas di atas, Mapag Sri bertujuan untuk menyampaikan rasa syukur warga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas dilimpahkannya hasil panen di daerah mereka. Rasa syukur tersebut dibuktikan dengan warga Desa Segeran Kidul yang meyisikan sebagian rezeki hasil bumi untuk dibagikan kepada warga lain yang membutuhkan, kemudian diadakan juga acara makan bersama sebagai simbol kebersamaan. Ritual ini akan dibuka dengan doa bersama yang dipimpin oleh tetua desa, kemudian baru dilaksanakan panen besar-besaran. Tak jarang kegiatan Mapag Sri juga disisipi pembagian hadiah (doorprize) untuk meramaikan suasana.
Lebih detailnya lagi, sebelum melaksanakan ritual Mapag Sri, akan diadakan musyawarah dengan tetua desa atau pemuka agama di daerah tersebut, rembugan ini akan dipandu oleh kepala desa setempat untuk menentukan hari dan pendanaan yang akan menunjang upacara Mapag Sri. Setelah bermusyawarah, kepala desa, tetua dan masyarakat akan menuju ke sawah-sawah dan mengecek apakah padi yang ditanam sudah benar-benar menguning dan siap untuk dipanen. Apabila sudah memenuhi syarat, akan dilakukan pungutan dana kepada masyarakat setempat. Besarnya dana juga disesuaikan kemampuan mereka, tidak dipaksakan batas minimumnya. Ditarik kebelakang, sebelum upacara Mapag Sri ada beberapa rangkaian upacara lainnya yang harus dilakukan. Upacara-upacara itu meliputi Sedekah Bumi, Baritan baru kemudian Mapag Sri. Sejauh ini bentuk sedekah bumi yang dilaksanakan warga Desa Segeran Kidul berupa tumpeng hasil bumi, yang nantinya akan didoakan dan diarak keliling desa.
Dari banyaknya rangkaian Mapag Sri dapat disimpulkan seberapa kuatnya mereka dalam mempertahankan identitas ras daan etnik yang dipunyai. Dengan melakukan ritual Mapag Sri mereka menunjukkan bahwa suku Sunda memiliki tradisi adat yang turun temurun dalam rangka menyambut hari panen, ini merupakan salah satu ciri khas yang mungkin menjadi pembeda dengan suku yang lainnya. Selain itu Mapag Sri juga menjadi simbol budaya yang menggambarkan rasa syukur mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa juga kepada sesamanya. Lalu dalam teori interaksi simbolik milik George Herbert Mead, upacara adat Mapag Sri ada kaitannya dengan 3 poin berupa, satu berpikir (mind), artinya seorang individu yang terlibat harus mengerti makna apa yang ada dibalik ritual Mapag Sri, kemudian ada diri sendiri (self), individu harus mampu menyesuaikan diri dengan digelarnya ritual Mapag Sri di daerah mereka dan poin yang ketiga adalah masyarakat (society) artinya individu-individu yang ada di Desa Segeran Kidul akan melibatkan diri mereka, setahun sekali sepanjang rangkaian acara Mapag Sri.
Daftar Pustaka
Lifani, E.R. (2021) Makna Ritual Perayaan Mapag Sri bagi Warga Desa Segeran Kidul Kabupaten Indramayu, https://journal.untar.ac.id.
Mapag Sri (2023) Website Resmi Pemerintah Kabupaten Indramayu. Available at: https://indramayukab.go.id/mapag-sri/ Â (Accessed: 12 November 2023).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H