Mohon tunggu...
Nurmita Dewi
Nurmita Dewi Mohon Tunggu... Editor - Mompreneur, writer

saya seorang ibu rumah tangga dengan dua orang anak, sepasang. saya juga seorang aktifis.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Cerita Fiksi | Di Persimpangan Jalan

23 Mei 2019   22:59 Diperbarui: 23 Mei 2019   23:32 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah apa sebabnya, bus yang kutumpangi tetiba mogok di jalan. Saat ini aku sedang berada di puncak, Bogor. Menuju ke Bandung, kembali berkutat dengan kesibukan kuliah di salah satu universitas ternama di kota Kembang itu. Universitas Padjajaran. Setelah pulang ke Bogor menengok orang tua plus meminta uang saku yang kian menipis di kantong. Cukup lama mogoknya, hingga akhirnya aku memutuskan untuk turun dari bus. Untungnya, tidak banyak menenteng barang bawaan. Hanya tas ransel berisi beberapa potong baju dan beberapa makanan untuk bekal di perjalanan. Jadi, tidak terlalu repot.

Akhirnya, kuputuskan untuk berjalan kaki saja sambil berharap ada bus lain yang juga hendak ke Bandung. Lumayan lama berjalan, baru kusadari ternyata sejak tadi aku telah menyusuri jalan setapak yang berkelok-kelok, sementara di samping kiri dan kanan terdapat jurang yang cukup terjal. Hanya ada pembatas jalan berupa tembok pagar sebagai pemisah antara jalan raya dan jurang. Bergidik jadinya. Bulu kudukku meremang, berdiri. Merinding.

Rasa takut mulai merasuk, namun tetap kulanjutkan perjalanan. Sambil berdoa, memohon keselamatan kepada Allah. Terasa betul betapa aku sangat bergantung pada-Nya. Tiada penolong selain Dia. Dan aku berjalan sendirian.

Lalu, saat kususuri belokan untuk yang kesekian kalinya, tetiba muncul dua buah truk besar (tronton), berjalan beriringan dari arah berlawanan denganku. Aku segera menepi, berpegangan pada pagar tembok di samping kananku. Sambil memperhatikan kedua truk itu. Rasanya begitu tegang, begitu dilihat kedua truk itu seperti miring sebelah ke arahku saat melintas di sampingku. 

Secara bergantian, kulihat pula jurang yang ada di samping kananku begitu dalam dan terjal. Penuh batu-batu. Rasa takut semakin menjadi. Nafasku jadi tersengal-sengal, degupan jantungku kian kencang, peluh pun bercucuran membasahi bajuku. Lututki terasa lemas, tak sanggup melangkah. Air mata tak sanggup kutahan. Rasanya begitu lama kedua truk itu melintas di sampingku, miring ke arahku. Ya Allah, lindungilah hamba-Mu ini, doaku sungguh-sungguh sambil memejamkan mata.

***

"Teh Asih, Teh Asih, bangun!" Seseorang terasa mengguncangkan tubuhku. Ternyata Diah, adik sepupuku yang membangunkan aku. Rupanya aku bermimpi. Namun terasa nyata. Tubuhku banjir keringat. Kelelahan menyerangku

"Ada apa, Teh? Mimpi, ya?" tanya Diah.

"Iya, Diah. Seram mimpinya," jawabku. Masih bergidik membayangkan mimpi tadi.

Setelah menenangkan diri, perlahan kuceritakan mimpiku tadi. Dengan sabar, Diah mendengarkan.

Setelah selesai cerita, ia berkomentar, "Wallahu a'lam, apa artinya mimpi itu. Mimpi itu kan bunga tidur. Makanya, berdoa dulu sebelum tidur. Terus, Teteh belum shalat Isya, kan? Tadi tidur ba'da shalat Maghrib. Kecapekan, ya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun