Mohon tunggu...
Nur Maulidahh
Nur Maulidahh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Kepribadian saya yaitu pribadi yang santai tapi terstruktur.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Kenaikan PPN 12%: Langkah Strategis atau Beban Baru?

9 Desember 2024   16:05 Diperbarui: 9 Desember 2024   16:05 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar negara. PPN dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang dan jasa, sehingga kebijakan mengenai tarif PPN berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Pada tanggal 5 Desember 2024, Presiden Republik Indonesia yakni Prabowo Subianto menerima beberapa perwakilan DPR RI ke Istana Negara untuk membahas mengenaip kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% dan penerapan pasti PPN 12%.

Ketua Komisi XI DPR RI Mukhammad Misbakhun mengumumkan bahwa Presiden RI yakni Prabowo Subianto menerapkan PPN 12% yang mana akan berlaku pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini menimbulkan berbagai reaksi di kalangan masyarakat. Sebagian kalangan mendukung langkah kenaikan PPN ini sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan negara dan memperkuat anggaran. Namun, ada sebagian kalangan masyarakat khawatir bahwa kenaikan PPN ini akan berdampak pada daya beli masyarakat, inflasi, dan sektor usaha lainnya.

Kenaikan PPN 12% didasari oleh banyak hal, pertama, kebutuhan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara di tengah kebutuhan pembangunan yang terus meningkat, terutama pasca-pandemi COVID-19. Peningkatan anggaran ini diperlukan untuk membiayai berbagai macam program, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan subsidi energi.

Kedua, hal ini mempunyai tujuan untuk reformasi perpajakan yang lebih luas. Pemerintah Indonesia berupaya memperluas basis pajak dan menekan defisit anggaran. Sebagai negara dengan tingkat kepatuhan pajak yang relatif rendah yaitu sebesar 10,39% di tahun 2022, peningkatan PPN ini dianggap lebih efektif untuk mendongkrak penerimaan dibandingkan dengan pajak langsung.

Ketiga, Indonesia berada dalam jalur harmonisasi tarif PPN dengan negara-negara tetangga di ASEAN. Sebagai perbandingan, tarif PPN di Negara Filipina mencapai 12%, di Negara Vietnam mencapai 10 %, sementara di Negara Singapura sebesar 8% pada tahun 2023 dengan rencana naikmenjadi 9% pada tahun 2024 atau sekarang ini.

Ketua Komisi XI DPR RI Mukhammad Misbakhun menambahkan bahwa keputusan kenaikan PPN 12% melihat pertimbangan kondisi daya beli masyarakat yang terus meningkat. Di sisi lain, Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sudah mengamanatkan kebijakan tersebut berlaku sebelum Januari 2025.

Kenaikan tarif PPN ini sangat berpengaruh untuk daya beli masyarakat, terutama pada kelompok menengah ke bawah. Harga barang dan jasa yang terkena PPN otomatis meningkat. Meski kenaikannya hanya 1%, dampaknya sangat terasa. Misbakhun meminta masyarakat kelas menengah ke bawah tidak perlu khawatir kebijakan tersebut akan mengganggu daya beli ke depannya.

“Masyarakat tidak perlu khawatir karena ruang lingkup mengenai kebutuhan barang pokok, kemudian jasa pendidikan, jasa kesehatan, kemudian jasa perbankan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pelayanan umum, jasa pemerintahan, tetap tidak digunakan PPN”, kata Misbakhun.

 “Pemerintah hanya memberikan beban itu kepada konsumen pembeli barang mewah. Masyarakat kecil tetap kepada tarif PPN yang saat ini berlaku,” ungkap Misbakhun.

            Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mejadii 12% hanya diberlakukan untuk barang mewah seperti mobil, apartemen, dan rumah mewah. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, yaitu “Mobil mewah, apartemen mewah, rumah mewah, yang semuanya serba mewah”.

Langkah ini bertujuan untuk melindungi kelompok rentan yaitu masyarakat menengah ke bawah. Meski begitu, Inflasi yang diakibatkan kenaikan PPN bisa merembet ke sektor lain, sehingga masyarakat tetap harus bersiap menghadapi potensi kenaikan biaya hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun