Mohon tunggu...
Nurma Syaidah
Nurma Syaidah Mohon Tunggu... -

mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Fakultas Ilmu sosial Humaniora. Jurusan Ilmu Komunikasi 2014.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bapak "70 Tahun" Jadi Anak "10 Tahun"

29 Oktober 2014   15:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:19 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penjual es dawet ingin belajar lagi

Ada banyak sosok atau tokoh-tokoh yang dapat mengispirasi banyak orang. Orang-oranag yang mempunyai kekekurangan justru mereka lebih sempurna dihadapan tuhan dibanding kita yang bisa dikatakan memeliki semuanya dari segi material, walaupun itu hanya cuckup untuk kita sekeluarga. Kita masih bisa mencari nafkah bagi keluarga kita dengan tidak bersusah payah dengan profesi seorang guru, bidan, tukang bangunan, penjual makanan di toko, penjual makanan yang berkeliling menggunakan sepeda motor atau mobil, ini masih mending dari pada berjualan dengan berjalan kaki dari rumah sampai ke tempat biasanya berjualan, yang jaraknya itu lumayan jauh dari kediaman.

[caption id="attachment_331807" align="aligncenter" width="269" caption="foto nurma :  bapak Rowirjo waktu beristirahat  didekat parkiran pasar bringharjo"][/caption]

Bapak Rowirjo adalah seorang penjual es dawet keliling. Ia menjajakan es dawetnya hampir ke seluruh sudut daerah bringharjo dengan berjalan kaki sambil mengangkat barang dagangannya. Bagi beberapa orang di bringharjo, sosoknya mungkin tidak asing lagi, Karena beliau berjualan di daerah bringharjo sudah lama sekali yaitu dari tahun 1965 sampai saat ini.

[caption id="attachment_331809" align="aligncenter" width="480" caption="bapak Riwarjo waktu mengambilkan pesanan es dawet untuk pelanggan"]

1414545883153121899
1414545883153121899
[/caption]

Bapak Rowirjo lahir di Kulonprogo, Yogyakarta. Beliau sekarang berumur 70 tahun. Bapak Rowirjo adalah seorang tuna rungu. Pendengaran beliau terganggu karena faktor usia beliau yang sudah lanjut usia. Jadi, berkomunikasi kurang efektif karena pendengarannya yang terganggu. Beliau menggunakan alat bantu dengar, tetapi saat kami ajak berbincang-bincang, beliau seperti tidak mengerti apa yang kami bicarakan. Mungkin alat bantu dengarnya sudah rusak atau sudah tidak dapat berfungsi dengan baik lagi. Beliau hanya dapat merespons jika nada suara kami agak dinaikan, bukan teriak.

Orang tua bapak Rowirjo meninggal dunia ketika beliau masih kecil. Bapak Rowirjo tidak memiliki saudara kandung, beliau anak tunggal di keluarganya. Istri beliau sama tuanya atau usianya juga sudah lanjut. Istri beliau hanya dirumah karena tidak bisa melakukan pekerjaan yang berat.

Ketika kami berbincang-bincang dengan bapak Rowirjo ini, beliau terlihat sedang menghisap rokok lintingan, terlihat rokok yang dihisapnya seperti rokok-rokok tradisional yang saat sekarang ini sepertinya sudah langka. Beliau mengunakan sandal jepit waktu berjualan. Dan saat terik panas matahari pun beliau jarang menggunakan penutup kepala.

Bapak Rowirjo menafkahi seorang istri dan 2 orang anak laki-lakinya. Anak-anak beliau sudah menikah dan mempunyai anak lagi. Anak-anak beliau tidak menamatkan sekolah mereka karena faktor ekonomi yang kurang mencukupi kebutuhan hidup mereka. Profesi anak-anak beliau adalah seorang petani. Karena tuntutan ekonomi bapak Rowirjo harus bekerja karena pendapatan dari pekerjaan anak-anaknya tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka. Bapak Rowirjo tinggal satu rumah dengan anak-anaknya yang sudah menikah itu. Keadaan fisik bapak Rowirjo memprihatinkan karena badan beliau yang sudah kurus dan tak terawat lagi. Beliau mencari nafkah dengan berjualan untuk memenuhi kebutuhan hidup sekeluarga. Bapak Rowirjo sering kelelahan sewaktu berjualan karena mungkin atas faktor usia tadi dan beban bawaannya yang cukup berat juga bagi seusia beliau. Tapi semangat beliau tidak pernah susut akan hal itu, beliau masih tetap berusaha berjualan dalam keadaan lelah yang mampir sekalipun. Cara beliau menghilangkan penatnya itu ya dengan beristirahat sebentar dan kembali berjalan untuk menjajakan dagangannya.

Kami juga berbincang mengenai keinginan beliau yang saat ini belum terwujud. Dengan gamblangnya beliau mengatakan, “ saya ingin membaca”. Bapak Rowirjo tidak bisa mengecap pendidikan karena keadaan dizaman beliau. Sesekali beliau bertanya kepada cucu beliau yang saat ini berada di bangku sekolah dasar. Jadi, mereka mengajarkan kakeknya membaca walau hanya satu-dua kata. Tetapi, itu sudah membuat bapak Rowirjo senang dan bangga terhadap cucu-cucunya yang sudah mau mengajarkan kakaeknya membaca dengan meng-eja satu-dua kata.

Dan saat kami tanyai, apakah jika ada kesempatan beliau untuk bisa belajar di sekolah untuk para orang-orang lanjut usia, apakah beliau akan mengambil kesempatan itu?. Beliau menjawab, “ saat ini saya ingin seperti ini, mencari uang untuk keluarga saya”. Ya, dari jawaban beliau tadi, terbukti bahwa beliaurela mengorbankan keinginannya itu untuk membahagiakan istri, anak-anak, dan cucu-cucunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun